Siang itu, 16 Maret 2008, seperti sebelum-sebelumnya, lembar kata-kata revolusi kusebar. Menyusuri setiap jalan, hampiri setiap jiwa rakyat tertindas yang haus pemberontakan.
Panas menyengat tak terhirau, sambil menghirup debu-debu jalanan, tapak kaki berada persis di mata jalan Pos 7, Sentani.
Di pojok pangkalan ojek, sontak ku lihat dia yang tak henti melirikku. Badan hitam badaki, kaki kosong baabu, celana pendek hitam, sedikit compang, gimbal berantakan yang ujung-ujungnya menguning. Diapun mendekat menghampiri.
Tanpa menyapa. Hanya senyum simpul, lelaki dengan mulut bapinang, gigi ompong depan itu mengambil sebagian besar selebaran dari saya. Tentu kusadar jiwa kami menyatu bergetar pada penindasan. Bersama hingga habis terbagi semua selebaran.
Panas semakin menyengat. Ku tunggu taxi menuju Waena. Dia pun mendekat, tak mau berpaling dari sa. Saya pun belum tahu siapa gerangan orang ini. Lalu tiba di putaran Perumnas 3 Waena. Kami berdua perbanyak selebaran lalu bagi hingga sore.
Tak lama kemudian Jefri Tabuni (alm) datang menghampiri dan mengajak kami menuju Unit 6 Asrama Uncen, tempat dimana kami diskusi, ketik selebaran untuk melanjutkan pembagian selebaran keesokan harinya.
Malam kian larut. Kami pun terbawa dalam aroma kopi tua dan anggur kupu. Lalu dia bilang namanya Musa Tabuni, belakangan kami panggil Mako Tabuni.
Seperti pertemuan dengan kawan-kawan lain, pertemuan kita tak terencana, tanpa diundang dan mengundang. Kami terhubung tanpa hubungan keluarga, suku atau kelompok.
Jiwa-jiwa pemberontakan saling mencari dan bertemu tanpa kau tak pernah tahu kapan dan bagaimana. Lalu ketika satu dari jiwa hilang dicuri penjajah, baru kami sadar ada yang kurang dari jiwa pemberontakan di jalan-jalan ini.
Hari ini tahun boleh berganti sejak kau tiada lagi bersama. Sang waktu tak akan pernah menyembunyikan rasa kebencian dan dendam kami pada kolonialisme.
Biji-biji revolusi itu sedang kami tanam diatas pusaramu kawan! Lalu kami akan bersihkan pusaramu dari rumput-rumput liar yang tumbuh menjadi penghalang revolusi West Papua.
Sayang kawan!
—
Mengenang 6 Tahun sejak alm. Mako Tabuni ditembak mati di putaran Perumnas 3 Waena.
Victor Yeimo
Cbr, 14 Juni 2018