*Oleh: Beni Cf. Bame
Sinar matahari yang bersinar cerah, rerumputan hijau yang dihiasi dengan bunga matahari, langit biru yang membentang hingga pelosok Papua, manusia yang unik mendiami setiap pulau itulah Papuaku.
Pada bulan Mei 2015 silam pemimpin tertinggi umat Katolik di Vatikan (Paus Fransiskus) telah mengeluarkan ensiklik “Laudato Si” yang mengajak kita semua untuk menjaga, merawat alam dari kehancuran. Ensiklik Laudato si’ kedua ini memiliki sub judul On the care for our common home (dalam kepedulian untuk rumah kita bersama). Dalam ensiklik ini Paus mengkritik konsumerisme dan pembangunan yang tak terkendali, menyesalkan terjadinya kerusakan lingkungan dan pemanasan global, serta mengajak semua orang di seluruh dunia untuk mengambil “aksi global yang terpadu dan segera.”
Ensiklik tersebut mengingatkan kita untuk melihat kembali “tanah Papua sebagai rumah kita bersama” apalagi Papua saat ini tidak seperti 50 tahun silam yang kita tinggalkan. Bicara Papua, kita bicara keindahan mulai dari sungai yang panjang, gunung yang tinggi dengan salju abadi yang indah. Tanah yang subur, hutan yang hijau semua memberikan harapan hidup bagi Orang Asli Papua.
Orang Papua menganggap tanah sebagai ibu yang memberikan kehidupan bagi semua orang di tanah Papua. Jika tanah di hancur, hutan di gusur, kotoran sampah dimana-mana hal demikian menunjukan kita tidak menjaga, merawat, memperhatikan ibu yang selalu memberikan kita makan selama hidup bagaimana nasib ibu dan anak ke depan?
Jadi, kita hari ini kehilangan hutan yang cukup besar. Ekspansi industri yang berbasis lahan seperti penebangan hutan, perkebunan sawit, hutan tanaman, dan salah satu proyek ‘ambisius’ negara yang mengancam hutan Papua adalah Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) di Merauke yang pada tahap pertama hutan yang akan dibuka seluas 228.022 ha yakni perkebunan sawit milik PT. MEDCO di Manokwari (Sidey) 45.000 ha, perkebunan sawit PT. Hendrison Iriana di Kabupaten Sorong (Klamono) 21.500 ha, PT. Raja Wali Group/PT. Tandan Sawita Papua di Kabupaten Keerom (kampung Yetti) seluas 18.337 ha. Hampir keseluruhan eksploitasi sumber daya alam Papua khususnya hutan menjadi semakin tidak terkontrol karena akses yang sulit dan fasilitas yang minim dari pemerintah, ini juga diperparah dengan perilaku oknum pemerintah yang tidak bijak.
Oleh karena itu, hutan Papua sudah tinggal sedikit, kekayaan alam Papua semakin habis, apa yang kita sombongkan tentang Papua saat ini. hari ini boleh kita mengarahkan konsentrasi kita ke pemerintahan, politik dll, tetapi besok kita akan menyesal dengan kondisi hutan, tanah, ikan, tembaga, emas, minyak dan gas yang akan habis di keruk oleh orang dari luar yang sedang menguasi Papua dari berbagai sektor kehidupan.
Fokus pemerintah Pusat ke Papua dengan melepaskan berbagai perusahaan mulai dari perusahaan kayu, perusahaan tembaga, perusahaan ikan serta perusahaan lain yang setiap waktu beroperasi di Papua. Percaya atau tidak 20 tahun lagi Papua akan krisis berbagai Sumber Daya Alam (SDA) di atas tanahnya sendiri. Setiap perusahaan yang masuk melakukan operasi yang tidak terkontrol, penebangan pohon secara liar, serta kegiatan manusia yang tidak terkontrol untuk merawat bumi sebagai rumah kita bersama.
Bentengi Papua dari Ancaman
Upaya penyadaran bagi seluruh masyarakat Papua dengan Stop Jual Tanah. Hal serupa yang serukan oleh “Almarhum Uskup Keuskupan Timika, belum juga menyentuh dan menyebar ke seluruh masyarakat di tanah Papua. Berbagai komunitas alam selalu melakukan kampanye penyadaran bagi masyarakat Papua untuk menjaga tanah sebagai mama kehidupan namun seruan dan kampanye tersebut belum juga menyadarkan semua masyarakat. Hal ini membuktikan bahwa orang Papua belum sadar akan hal warisan hidup (Tanah) sebagai ibu yang memberikan kita makan setiap waktu.
Untuk menjauhi dari ancaman masyarakat harus sadar bahwa Papua sudah berada dalam ancaman yang cukup serius, kita tidak bisa tinggal dengan pangku tangan manis untuk membiarkan ancaman ini terjadi. Kita harus keluar dengan melakukan sosialisasi secara terus menerus, gerakan magis melalui kampanye, selebaran, baliho, dll untuk mengajak semua orang Papua, mari jaga Papua dari segala ancaman.
Oleh sebab itu, tanah dan hutan serta segala yang ada di bumi Papua akan tinggal jika kita menjaga dan merawat dengan baik melalui fase generasi. Jika generasi kemarin atau masa lalu menghancurkan tanah bagaimana dengan generasi hari ini?, tentu akan menjadi ancaman dan generasi besok akan mati serta krisis dengan berbagai kekayaan.
Dengan demikian, orang Papua harus sadar untuk melihat fenomena ini karena ancaman semakin besar bagi hutan, tanah, alam dan manusia di Papua. Sampai kapan pun fenomena ini tidak akan berakhir kalau orang Papua belum sadar. I’m to Believe atas kesadaran orang Papua terkait semua yang terjadi. Mari kita jaga Papua karena bumi Papua sebagai rumah kita bersama. Semoga . . .
)* Penulis adalah : Mantan ketua Presidium Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia PMKRI Cabang Jayapura Santo Efrem priode 2017-2019.