Oleh: Pendeta Trevor Johnson*
I John 3:16, 18: “Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita.” “Anak-anakku! Janganlah kita mengasihi hanya di mulut atau hanya dengan perkataan saja. Hendaklah kita mengasihi dengan kasih yang sejati, yang dibuktikan dengan perbuatan kita.”
Pada bulan Oktober yang lalu media menyadari tentang krisis kesehatan yang terjadi di daerah Korowai. Bulan ini kita mendengar tentang gizi buruk di wilayah Asmat.
Memang masalah-masalah ini kadang-kadang memburuk, namun saya menyatakan ini bukanlah masalah baru. Hanya saja media sekarang akhirnya menyadari tentang masalah-masalah ini. Penyakit ini bukanlah baru menyebar, hanya saja sekarang kita baru mendengarnya melalui media sosial. Bayangkanlah semua orang di pedalaman Papua sebelumnya yang meninggal namun tidak dihiraukan dan tidak diketahui oleh media.
Facebook dan media sosial terbukti telah menjadi berkah luar biasa bagi orang-orang Papua di tempat-tempat terpencil sehingga masalah-masalah tidak lagi dapat dibiarkan melainkan diketahui oleh banyak orang sehingga dukungan segera dapat digalang. Media sosial dapat menyelamatkan nyawa apabila dipergunakan dengan tepat. Itulah sebabnya saya tidak akan pernah mengkritik orang-orang yang melakukan dukungan melalui media sosial.
Saya telah seringkali ditanyai tentang apa yang diperlukan untuk membantu memerangi masalah gizi buruk di tempat saya dan di wilayah Asmat. Saya tidak kenal baik dengan suku Asmat namun di bawah ini saya memberikan beberapa rekomendasi untuk menolong orang Korowai agar nantinya mereka tidak lagi akan menderita kekurangan gizi:
- Doakan agar terjadi perubahan moral pada orang Korowai
Agar dapat efektif, perubahan harus datang dari dalam. Perubahan yang datang dari luar mungkan dapat membantu untuk jangka pendek, namun perubahan yang sejati harus terlebih dahulu datang dari dalam.
Di masa lalu banyak orang Korowai yang mengetahui ada orang sakit di rumah-rumah pohon mereka namun tidak mau datang ke sana untuk membantu orang yang sedang terbaring sakit tersebut. Sepertinya ada banyak orang yang tidak peduli dengan sesama mereka. Dalam beberapa kasus kami mendengar laporang tentang orang-orang sakit yang menderita dan sekarat di rumah-rumah pohon mereka tanpa pertolongan. Saya masih ingat ketika sedang mengobrol dengan seorang pria Korowai yang sehat mengenai seorang wanita tua yang meninggal di rumah pohonnya, “O ya, kami semua dengar dia telah sakit selama kurang lebih tiga minggu di rumah pohonnya. Dia terlalu sakit dan tidak kuat untuk turun dari rumah dan mencari makan. Jadi akhirnya wanita itu meninggal.”
Saya bertanya, “Apakah ada orang yang membawa makanan untuknya? Apakah kamu pergi dan membawakan makanan untuknya karena kamu tahu dia sakit dan perlu makanan?”
Dia hanya menggeleng dan berkata, “Tidak.”
“Kenapa tidak memberitahu saya? Saya bisa saja berjalan ke sana dan membantu dia.”
“Saya tidak tahu.”
Banyak dari orang Korowai yang masih tidak memikirkan orang lain. Doakan agar hati orang Korowai diubakan.
Namun, di antara orang Korowai yang percaya Injil dan mengerti karakter Tuhan Yesus, mereka membawakan makanan kepada orang-orang sakit di rumah-rumah pohon dan mendoakan mereka. Mereka yang percaya juga bekerja lebih keras dan lebih mau berbagi makanan. Para pria yang percaya dengan sungguh memastikan istri dan anak-anak mereka makan dengan baik dan tidak memakan sendiri makanan yang paling enak. Iman mengubakan orang-orang.
Alasan mengapa banyak orang di Papua yang tidak berubah adalah karena mereka hanya Kristen sebagai identitas luar (Kristen KTP saja) namun belum pernah sungguh-sungguh dilahirkan kembali seperti yang dikatakan dalam Injil Yohanes Pasal 3, “Engkau harus dilahirkan kembali.” Orang yang lahir baru pasti berubah dan bekerja keras dan memberi makan orang-orang yang lapar dan membantu orang-orang yang membutuhkan.
Jika ada lebih banyak orang Korowai yang benar-benar bertobat dan sungguh-sungguh menjadi pengikut Kristus, tidak akan ada lagi kekurangan gizi. Dalam 2 Tesalonika pasal 3, Rasul Paulus berkata, “7 Sebab kamu sendiri tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami tidak lalai bekerja di antara kamu, 8 dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha dan berjerih payah siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapa pun di antara kamu. 9 Bukan karena kami tidak berhak untuk itu, melainkan karena kami mau menjadikan diri kami teladan bagi kamu, supaya kamu ikuti. 10 Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan. 11 Kami katakan ini karena kami dengar, bahwa ada orang yang tidak tertib hidupnya dan tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna. 12 Orang-orang yang demikian kami peringati dan nasihati dalam Tuhan Yesus Kristus, supaya mereka tetap tenang melakukan pekerjaannya dan dengan demikian makan makanannya sendiri.”
Dan juga, I Tes 4:11-12: “11 Dan anggaplah sebagai suatu kehormatan untuk hidup tenang, untuk mengurus persoalan-persoalan sendiri dan bekerja dengan tangan, seperti yang telah kami pesankan kepadamu, 12 sehingga kamu hidup sebagai orang-orang yang sopan di mata orang luar dan tidak bergantung pada mereka.
Solusi tertinggi jangka-panjang untuk menyelesaikan masalah kekurangan gizi di Korowai adalah mendoakan agar mereka berubah dari dalam, perubahan hati orang-orang Korowai. Jika mereka sungguh-sungguh mempercayai Alkitab maka mereka akan bekerja lebih giat dan mau memberi makan orang-orang lapar sehingga masalah kelaparan semakin teratasi. Ya, memang benar bahwa bahkan orang-orang benar sekalipun akan menderita dan bahkan mengalami banjir yang memusnahkan tanaman kebun mereka. Namun penyebab-penyebab utama kelaparan di Korowai akan hilang.
- Dorong orang-orang Korowai untuk mau menolong orang sakit
Untuk itu, kita harus mendorong orang-orang Korowai untuk pergi dan menolong ketika mereka mendengar ada orang yang sakit. Kita seharusnya mendorong mereka untuk membawakan makanan dan mendoakan orang sakit yang ada di rumah-rumah pohon atau memberitahukannya kepada para penginjil yang ada di sana.
- Tempatkan para penginjil sebanyak mungkin di desa-desa
Usaha gereja-gereja, para penginjil, dan misionaris-misionaris Papua harus didukung. Pemerintah seharusnya bekerja sama dengan lembata gereja Papua untuk membantu masyarakat-masyarakat yang paling terpencil. Di tempat-tempat yang ada penginjilnya, meskipun penginjil tersebut sangat miskin, mereka seringkali membagikan makanan mereka kepada orang-orang di sekitar dan berusaha memastikan agar tidak ada yang meninggal karena kelaparan.
Ini Dakinus. Dia seorang teladan yang bagus bagaimana para penginjil dapat menyelamatkan nyawa orang. Dia bahkan tidak lancar berbahasa Indonesia. Namun Dakinus lah penginjil yang pernah menyelamatkan si anak kecil yang sakit itu, Puti Hatil. Dia membawa orang sakit ke klinik misionaris di Danowage. Dan banyak penginjil yang telah menggendong orang sakit di punggung mereka selama berjam-jam melewati hutan lebat untuk membawa mereka ke Danowage dan memperoleh perawatan di klinik misionaris kami.
Mudah untuk tidak menghormati seorang penginjil miskin yang tidak terpelajar apabila dia bahkan tidak bisa berbahasa Indonesia. Namun Dakinus sangat disukai oleh banyak orang. Dia tidak lancar berbahasa Indonesia, namun semua orang Korowai tahu kalau Dakinus mengasihi mereka. Dia dan banyak penginjil lainnya telah menyelamatkan orang sakit, berdoa untuk orang sakit, memberi makan orang sakit, dan bahkan pernah menggendong mereka selama berhari-hari untuk mendapatkan pertolongan. Mereka harus dihormati. Allah mengasihi mereka; hendaknya kita juga demikian.
- Hilangkan tabu tentang makanan dan pernikanan anak-anak
Dosa dan takhyul banyak menyebabkan terjadinya kekurangan gizi. Banyak wanita Korowai yang sedang hamil dilarang untuk makan daging tertentu karena takhyul makanan yang tabu. Wanita hamil perlu lebih banyak protein dan gizi. Namun takhayul yang dipercaya orang Korowai menghambat hal ini.
Juga, ada banyak wanita Korowai yang diserahkan oleh keluarga mereka untuk diperistri pada usia yang sangat muda. Masih ada pernikahan anak-anak di Korowai. Masih ada pernikahan di bawah umur yang pantas. Dalam gambar ini pria tua yang berdiri di tengah telah mengambil anak perempuan kecil yang di sebelah kanan sebagai pengantin perempuan dan anak itu tinggal di rumahnya; anak itu baru berusia sekitar 7 tahun.
Banyak anak-anak perempuan Korowai yang hamil pada usia sekitar 13 atau 14 tahun. Tubuh seorang anak 13 atau 14 tahun belum cukup dewasa untuk melahirkan dan dia belum dewasa secara emosional untuk mengurus dirinya sendiri atau bayinya. Hal ini meningkatkan terjadinya kekurangan gizi. Juga, juga ibu-ibu hamil boleh makan daging, mereka akan lebih sehat. Kita harus melarang pernikahan anak-anak di Korowai. Dan kita juga harus mengakhiri tabu tentang makanan.
- Generasi tua ini tidak mampu lagi untuk belajar; kita harus berfokus pada anak-anak
Banyak orang-orang dewasa Korowai yang tampaknya tidak dapat mengubah kultur mereka. Mereka besar dengan satu cara hidup dan mereka sudah terlalu tua untuk berubah. Bayangkan sebuah pohon: jika Anda membentuknya ketika masih muda, Anda dapat melengkungkannya dan pohon itu sangat lentur. Di sini saya melampirkan sebuah gambar untuk menunjukkan bahwa seorang seniman dapat membuat desain dari anak pohon dengan menekuk pohon yang masih muda tersebut menjadi bentuk yang indah sementara masih muda. Namun sebuah pohon yang sudah tua tidak dapat lagi di lekukkan, namun akan patah dan jatuh.
Itulah sebabnya kita membutuhkan sekolah-sekolah berkualitas tinggi di seluruh daerah Korowai. Kita perlu mengubah kulture melalui pendidikan. Kita perlu mengubah generasi penerus Korowai.
Kami telah menunggu selama bertahun-tahun untuk tindakan pemerintah. Namun seringkali guru-guru PNS tidak setia pada pos-pos mereka di pedalaman. Itulah sebabnya kami mengundang Sekolah Lentera Harapan untuk masuk, sebuah yayasan Kristen swasta. Bekerja hanya demi upah saja tidak cukup untuk membuat para pegawai negara untuk melayani dengan setia di tengah hutan, namun orang-orang Kristen yang bekerja oleh karena panggilan Allah lebih mungkin untuk tinggal dan lebih tahan menghadapi kondisi sulit di pedalaman dan kami mengharapkan agar mereka lebih dapat diandalkan.
- Masukkan aktivitas berkebun dalam kurikulum sekolah
Sekarang Danowage telah memiliki sebuah sekolah dengan 4 orang guru dan 52 murid. Orang-orang yang lebih tua sifatnya bisa jadi lebih kaku dan tidak gampang berubah. Namun anak-anak bisa dengan mudah berubah. Dalam kurikulum sekolah kami terdapat cara mandi dan menggosok gigi dengan benar dan juga setiap minggu ada waktu untuk bersama-sama bekerja bercocok tanam di kebun. Kami mencoba mengajarkan cara bertani dan berkebun melalui sekolah. Ini akan membantu mengubah generasi selanjutnya. Setiap murid harus bercocok tanam di kebun. Nantinya setiap murid harus beternak ayam. Dalam gambar ini kita dapat melihat guru SLH, Iren Wato, mengajari anak-anak Danowage cara berkebun. Ini harus dilakukan di setiap desa.
Seperti kata peribahasa dari bahasa Inggris, “Jika Anda memberi ikan kepada seseorang dia dapat makan untuk sehari, tetapi jika Anda mengajarinya memancing, dia dapat makan setiap hari.” Lebih baik mengajarkan keahlian daripada sekedar memberikan donasi.
- Ajari orang-orang di desa bahwa mereka harus tetap makan dan minum sekalipun mereka sedang sakit — khususnya jika mereka sedang sakit
Kami mencoba mengajarkan kepada setiap orang Korowai bahwa ketika mereka sedang sakit, jangan TIDAK makan dan minum, melainkan mereka perlu minum dan makan lebih banyak supaya mereka lebih kuat. Adalah biasa bagi orang Korowai untuk tidak makan atau minum begitu mereka jatuh sakit. Banyak orang Korowai yang meninggal akibat malaria, sebenarnya, bukan meninggal karena malaria melainkan mereka kena malaria dan kemudian berhenti makan dan minum selama 5 atau 6 hari selama mereka sakit. Akibatnya, mereka menjadi terlalu lemah untuk dapat pulih kembali.
- Desa-desa kecil yang lebih menyebar dan lebih dekat ke tanah setiap orang Korowai memungkinkan orang Korowai untuk berkebun dengan lebih mudah
Orang Korowai sering dikatakan nomaden, namun ini tidak sepenuhnya benar. Orang-orang Korowai mempunyai tanah sendiri, dan setiap klan mempunyai wilayah yang mereka miliki sendiri. Ketika mereka pindah ke sebuah desa, mereka pindah ke tanah orang lain dan mereka seringkali takut untuk menanami kebun di tanah yang dimiliki oleh orang lain. Mereka tetap pulang ke dusun mereka dan makan sagu dan pisang di tanah mereka sendiri, namun mereka seringkali tidak menanami kebun-kebun baru yang ada di desa.
Alih-alih pindah ke desa-desa yang lebih besar yang jaraknya berjam-jam dari rumah-rumah pohon di dusun mereka, mungkin akan lebih membantu apabila orang-orang Korowai membentuk desa-desa kecil yang lebih dekat ke kebun di dusun mereka sendiri. Karena banyak orang Korowai yang hanya mau menanami kebun di tanah mereka sendiri, maka semakin dekat desa-desa itu dengan tanah mereka, akan semakin mudah bagi mereka untuk memelihara kebun yang cukup.
Namun, hal ini mungkin membuat lebih sulit untuk mempertahankan penginjil atau guru untuk ada di setiap desa. Lebih mudah untuk mengumpulkan 300 orang Korowai dalam 1 desa dan menugaskan seorang guru dan penginjil ke desa besar tersebut daripada mencari tiga orang penginjil untuk tinggal di tiga desa kecil yang berbeda yang masing-masing dihuni oleh 100 orang.
- Utamakan menanam apa yang telah ada sebelumnya alih-alih memperkenalkan tanaman baru dan asing yang mereka tidak tahu cara menanamnya
Sagu dan pisang gizinya tidak begitu tinggi. Namun orang Korowai tidak tahu cara menanamnya.
Kami telah memperkenalkan tanaman-tanaman baru seperti jagung, kacang, dan ketimun. Memang bagus bahwa sebagian orang Korowai telah belajar bagaimana cara menanam tanaman-tanaman lain tersebut. Namun bahkan menanam jagung saja telah terbukti menyulitkan bagi kebanyakan orang Korowai. Terlalu rumit bagi mereka. Para penginjil sekali waktu membantu orang Korowai menanam jagung, dan kemudian orang Korowai memakan semua jagung itu hingga habis dan mereka gembira, namun mereka lupa menyisihkan benih untuk ditanam lagi. Mereka selalu lupa untuk menanam kembali. Oleh karena itu, jagung habis dimakan dalam satu periode panen dan tidak berkelanjutan.
Beberapa pihak luar pernah datang dan menyarankan agar kami mengajari orang Korowai bertanam padi. Namun jika menanam jagung saja mereka belum berhasil, pasti padi akan terlalu rumit bagi mereka.
Mungkin lebih baik untuk mendorong orang Korowai terus menanam tanaman-tanaman yang mereka kenal dalam jumlah banyak seperti sagu, pisang, dan buah merah. Lebih baik mempunyai banyak tanaman bergizi-rendah daripada tidak berhasil dalam menanam tanaman dengan gizi lebih tinggi seperti jagung atau padi. Anda tidak dapat mengubah kultur orang Korowai terlalu cepat; jika mencobanya, Anda akan gagal. Perubahan harus terjadi sedikit demi sedikit. Jangan mencoba mengajari mereka terlalu banyak dalam waktu singkat, akan terlalu rumit.
Kita juga akan memperkenalkan tanaman-tanaman baru, tetapi jangan lupakan tanaman-tanaman sebelumnya. Perubahan itu perlu waktu dan kita perlu bersabar. Terlalu banyak perubahan sekaligus akan membuat upaya-upaya kita tidak berhasil.
Menanam dan memelihara tanaman-tanaman baru seringkali tidak berhasil apabila orang Korowai melakukannya sendiri tanpa bimbingan. Kita juga tidak hanya membutuhkan guru-guru dan perawat, namun juga orang-orang yang bisa datang sebagai penasihat dan mengajari orang Korowai cara berkebun dan mengawasi mereka, lalu datang selama beberapa kali dalam setahun supaya orang Korowai tidak lupa cara berkebun yang baik. Kami juga mengajarkan cara berkebun di sekolah Danowage supaya setiap anak tahu bagaimana untuk menanam semua jenis tanaman tersebut.
- Dorong setiap keluarga untuk memiliki kebun di desa
Kita sebaiknya mendorong setiap keluarga untuk mempunyai kebun di desa tempat tinggal mereka. Kita harus menumbuhkan kebanggaan mereka terhadap kebun-kebun tersebut. Mungkin bahkan mengadakan kontes dan memberi hadiah pemenang kepada peserta dengan kebun terbesar.
Para penginjil perlu lebih aktif dalam membantu masyarakat untuk belajar cara berkebun. Saya bangga terhadap Penginjil Jimmy Weyato dan isterinya Perin yang sering mengajari orang Korowai bagaimana cara berkebun. Hal ini harus lebih sering terjadi.
- Pakai dana pemerintah untuk memagari area agar babi-babi tidak menghancurkan kebun. Tetapkan area-area kebun masyarakat
Babi merupakan masalah besar. Mereka makan tanaman kebun semua orang. Banyak orang yang hanya bersikap apatis dan orang-orang yang berada di dalam budaya Korowai itu sendiri tidak mempunyai solusi untuk masalah ini. Mereka mencoba mendorong setiap orang untuk mengkandangkan babi masing-masing, namun jika ada saja satu orang yang tidak mau, babi-babi tersebut akan memakan isi kebun semua orang lain.
Solusi yang lebih baik bukanlah dengan mengkandangkan babi-babi itu, namun mengkandangkan kebun dan memasang pagar disekelilingnya. Dengan cara ini akan ada tempat yang aman dari babi-babi dan orang dapat bercocok tanam di sana. Dan jika orang Korowai tidak mau bertanggung jawab untuk mengkandangkan babi-babi mereka, kebun orang lain tidak akan menjadi korban.
Saya pikir pemerintah harus berbicara kepada orang-orang di setiap desa dan menunjuk sebuah lahan sebagai kebun masyarakat dan menggunakan dana pemerintah untuk membuat pagar dan menciptakan sebuah kebun tertutup di mana setiap keluarga memperoleh lahan dengan luas yang sama.
Masalah lain adalah semua lahan di Korowai, kecuali yang diberikan kepada Gereja atau pemerintah, merupakan kepunyaan seorang pemilik-tanah Korowai. Ketika orang-orang keluar dari rumah-rumah pohon dan tinggal di sebuah desa, mereka tinggal di atas tanah orang lain sehingga banyak yang tidak mau berkebun di sana karena tanah itu bukan milik mereka. Inilah alasan yang membuat banyak orang Korowai kelaparan. Pemilik tanah itu mungkin senang pada saat ini, namun di kemudian hari dia bisa saja marah dan mengambil alih kebun-kebun itu. Orang Korowai tidak cukup mempercayai orang Korowai lainnya untuk membuat desa-desa menjadi tempat di mana setiap orang merasa cukup bebas untuk berkebun. Ada masalah babi, ya, dan ada juga masalah oleh karena lahan itu adalah milik orang lain, bukan milik mereka.
Jadi gereja-gereja dan pemerintah sebaiknya membeli lahan dan memberikannya untuk umum, memagarinya, dan menciptakan sebuah “kebun masyarakat” di mana kebun itu bebas untuk dipakai oleh semua orang Korowai dan di setiap desa masing-masing orang dapat masuk ke dalam pagar tersebut dan membuat kebun mereka sendiri.
Contoh: Di Danowage kami mengalami kejadian di mana seekor babi menyerang seorang anak sekolah. Babi itu menggigit jari anak sekolah itu dan kemudian juga menyerang saya. Setelah saya membunuh babi itu kami memutuskan untuk menggunakan uang 40 juta untuk membangun pagar yang luas dan mengitari seluruh perumahan misionaris dan lapangan kami serta sekolah. Dengan cara ini kami dapat menjaga anak-anak sekolah tetap aman karena sekarang kami mempunyai 50 orang murid, dan anak-anak saya juga aman. Ditambah, anak-anak sekolah itu juga menciptakan sebuah kebun yang luas dan menghasilkan hasil tanaman yang baik.
Saya pikir setiap desa perlu mengikuti contoh kami ini. Dalam gambar ini Anda dapat melihat anak saya Gideon membantu mendirikan pagar anti-babi.
- Kita harus membantu orang Korowai untuk mengerti bagaimana penyakit menyebar
Kita harus mengajari orang Korowai tentang bagaimana penyakit menyebar. Kita harus mengajari mereka bahwa makanan dan air yang kotor serta bakteri dapat menyebabkan penyakit, bukan tukang sihir. Banyak orang Korowai yang berpikir bahwa mereka diserang oleh tukang sihir (suanggi) ketika mereka tiba-tiba jatuh sakit. Kita harus mengajarkan di semua desa tentang kesehatan dan cara mandi dan mencuci tangan dengan benar.
- Sediakan filter-filter air dan cangkir-cangkir minum yang terpisah untuk orang Korowai
Salah satu proyek yang harus dilakukan adalah memberikan filter-filter air kepada orang Korowai agar setiap keluarga dapat minum air bersih. Hal ini akan membenatu gizi dan kesehatan mereka. Menyediakan dan mendorong setiap orang untuk memakai cangkir minum masing-masing akan membatasi penyebaran penyakit. Sekarang banyak orang Korowai yang tidak hanya kurang minum, namun mereka juga minum air yang tidak bersih dari botol-botol yang kotor dan kemudian berbagi botol minum tersebut dengan orang-orang sakit, sehingga penyakit dan virus menyebar sangat cepat.
- Pemerintah seharusnya memberikan bantuan tanpa memandang perbatasan
Orang Korowai tersebar di beberapa wilayah. Tidak ada yang lebih mengecewakan daripada ketika memohon bantuan kepada pemerintah namun jawaban mereka, “Itu bukan wilayah kami, dan bukan tanggung jawab kami.” Hal itu terjadi beberapa kali ketika saya melaporkan tentang orang-orang sakit di desa Afimabul. Saya memohon kepada pemda Boven Digul dan berkali-kali mereka menjawab bahwa Afimabul bukanlah bagian dari wilayah Boven Digul namun wilayah Asmat. Itu jawaban yang bagus untuk menyelamatkan muka, namun bukan untuk menyelamatkan nyawa orang-orang sakit.
Kita butuh lebih sedikit alasan dan lebih banyak tindakan nyata dari pemerintah. Kita memerlukan tim-tim yang mampu menolong orang-orang sakit di manapun mereka berlokasi tanpa memandang batas-batas wilayah. Perawatan dan keselamatan pasien adalah yang terutama. Birokrasi membunuh banyak orang di Papua. Jika ada anak-anak yang sakit di sebuah desa, pemerintah seharusnya datang tanpa memandang di mana desa tersebut berlokasi.
- Pemerintah harus bersedia untuk bekerjasama lebih erat dengan gereja dan kelompok-kelompok swasta
Segera setelah mendengar kabar krisis kesehatan di wilayah Korowai pada bulan Oktober lalu, Gubernur Lukas Enembe datang dan mengunjungi kami di Danowage, dan hal ini sangat berarti bagi orang-orang Korowai. Gubernur Enembe mengatakan dua hal yang saya ingat dengan baik, (1) Pertama, beliau mengingatkan para hadirin bahwa di daerah-daerah Papua yang paling terpencil, gereja dan misionaris-misionaris selalu menjadi yang pertama masuk ke sana dan mendirikan sekolah-sekolah dan layanan kesehatan. Inilah persisnya yang terjadi di wilayah Korowai, sebagai contoh. Dan kedua, (2) Beliau menyatakan bahwa pemerintah dan gereja-gereja harus bekerjasama untuk kesehatan orang-orang di pedalaman..
Beliau telah mencoba menerapkan hal tersebut di wilayah Korowai . Setelah krisis kesehatan di wilayah korowai menjadi viral di bulan Oktober yang lalu, Tim Save Korowai mengunjungi Danowage dan berjanji memberikan imunisasi di daerah-daerah sepanjang sungai Deiram Hitam. Oleh sebab itu, meskipun saya tinggal di desa Danowage, kami tidak melakukan imunisasi bagi penduduk di sana karena kami telah menerima janji bahwa pemerintah akan memberikan imunisasi di sepanjang Sungai Deiram, yang mana meliputi Sinimburu, Waina, dan Danowage di wilayah Korowai Utara. Kami menunggu janji-janji ini ditepati.
Kami tidak mau mencampuri wilayah-wilayah yang telah memperoleh layanan kesehatan dari pemerintah, namun kami ingin membantu di tempat-tempat di mana pemerintah tidak mampu membantu dan untuk bekerjasama erat dengan mereka dalam mengkoordinasikan semua aksi yang kami lakukan. Oleh karena itu, pada tanggal 17 dan 18 Januari kami menyewa helikopter dari Helivida dan mengadakan vaksinasi terhadap 330 orang Korowai di 6 desa berbeda yang jarang dikunjungi oleh pemerintah, dan kami juga membagi-bagikan makanan serta pakaian yang disumbangkan oleh berbagai kelompok di Indonesia, termasuk dari organisasi amal Kita Bisa dan juga dari berbagai kelompok mahasiswa Papua. Dengan cara ini kami membantu pemerintah dalam menangani orang sakit di tempat-tempat yang tidak biasa mereka kunjungi, dan kami berharap agar pemerintah juga bertindak dan melakukan imunisasi di Danowage serta desa-desa di sepanjang Sungai Dieram Hitam.
- Silwanus Sumule dan dr. Yusuf Wona juga mengatur pengiriman 1 ton biskuit sekolah dan makanan untuk ibu hamil ke Danowage tiga bulan sebelumnya dan kami membagi-bagikan sebagian makanan tersebut untuk orang-orang sakit dan kekurangan gizi setiap kali kami berjalan ke suatu desa untuk melayani di sana. Dalam minggu ini saja kami telah menyampaikan sumbangan-sumbangan tersebut ke 9 desa. Kami sangat bersyukur atas bantuan pemerintah ini.
Kami percaya bahwa ini adalah model yang menunjukkan dengan baik bagaimana pemerintah dan gereja dapat bekerja bersama-sama.
- Berikan vitamin dan makanan kepada yang paling membutuhkan, sambil menjaga untuk tidak terlalu bergantung kepada pemerintah
Sementara itu, sebelum ada cukup kebun yang diciptakan di desa-desa, kita harus memberikan vitamin dan makanan kepada orang-orang yang paling membutuhkan..
Kita sebaiknya tidak memberikan makanan kepada para laki-laki sehat yang seharusnya bekerja tetapi malas. Namun kita tidak boleh menahan-nahan untuk memberikan makanan kepada wanita dan anak-anak yang lapar atau sakit. Para pria Korowai seringkali hanya mengisi perut mereka sendiri dan tidak mengurus isteri dan anak-anak mereka dengan baik. Namun para isteri dan anak-anak seringkali menjadi korban keabaian para suami.
Saya mempunyai prinsip untuk tidak pernah membiarkan wanita atau anak-anak yang kekurangan gizi meninggalkan rumah saya tanpa makanan. Saya telah dikritik untuk hal ini. Seorang yang bodoh bahkan memanggil saya “Santa Klaus” karena saya selalu memberikan makanan kepada wanita Korowai dan anak-anak. Namun memberikan makanan kepada wanita dan anak-anak yang sedang lapar adalah perintah alkitabiah. Saya dapat berkata dengan jujur bahwa saya belum pernah, sekali pun, menolak menolong wanita atau anak-anak yang sedang lapar dari pintu rumah saya, melainkan memberi mereka masing-masing sesuatu yang cukup untuk dimakan.
Di bawah ini beberapa ayat Alkitab mengenai perlunya kita memberi kepada orang-orang miskin:
Ayat yang menyadarkan dari Amsal 21:13, “Siapa menutup telinganya bagi jeritan orang lemah, tidak akan menerima jawaban, kalau ia sendiri berseru-seru.”
Amsal 11:24-28, “Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan.” Dan berlanjut ke ayat 25: “Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum.”
Amsal 28:27, “Siapa memberi kepada orang miskin tak akan berkekurangan.”
Bahkan yang lebih mengagumkan lagi dari ini adalah Amsal 19:17, “Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu.”
Perhatikanlah dengan baik di sini bahwa siapa yang memberi kepada orang miskin dikatakan sedang memiutangi Allah. Orang miskin tidak mampu membayar kepada Anda; tetapi Allah sanggup. Allah membuat diri-Nya berhutang kepada orang yang memberikan sedekah kepada orang miskin. Siapa penjamin yang lebih daripada Tuhan sendiri! Betapa bahagianya orang yang memiutangi sang Penciptanya! Saya malu untuk menyebutkan hal ini karena kedengarannya melanggar kesucian Allah, namun demikian inilah, tentunya, intisari dari apa yang sedang Allah katakan di Amsal ini — pemberi sedekah kepada orang miskin akan memiutangi Allah.
Ayub, dalam pasal 28, membela kebenarannya dengan kata-kata ini, ayat 12-15, “… aku menyelamatkan orang sengsara yang berteriak minta tolong, juga anak piatu yang tidak ada penolongnya…hati seorang janda kubuat bersukaria… aku menjadi mata bagi orang buta, dan kaki bagi orang lumpuh. Aku menjadi bapa bagi orang miskin…” Menjadi benar itu berarti bahwa kita harus menolong orang miskin.
Terakhir, bagaimana kata Yakobus mengenai praktek agama kita (Yakobus 1:27), “Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka…”
Kita juga harus mengingat perkataan Rasul Paulus dalam 2 Tesalonika pasal 3, ayat 10 mengenai orang malas, bahwa “jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan.” Namun kita tidak boleh menggunakan alasan ini untuk tidak menolong isteri dan anak-anak orang tersebut yang sedang lapar.
Kesimpulan:
Harapan saya adalah sementara kita mempraktekkan kebaikan dan amal terhadap orang-orang miskin, kita juga hendaknya mengembangkan strategi agar orang Korowai tidak hanya menjadi pengemis melainkan kita juga mengajari mereka untuk tidak bergantung kepada orang lain dan bekerja keras untuk menghidupi diri mereka sendiri.
Seperti yang dapat Anda baca di atas, kebanyakan alasan yang menyebabkan orang Korowai kekurangan gizi dapat dengan mudah dicegah dan dapat dihapuskan dalam beberapa tahun ke depan. Saya percaya bahwa pendidikan adalah kebutuhan yang paling besar. Orang Korowai tidak perlu kelaparan. Mereka dapat kenyang dan sehat dan berumur panjang. Mari kita berdoa dan bekerja bersama-sama untuk mewujudkan hal itu.
Terima kasih,
Danowage, 1 Februari, 2017