Oleh: Mr. Nomen
Malam yang basah. Jalanan kota ini terlihat lebih sendu dari biasanya. Aku berangkat menuju tempat ketika janji telah disepakati. Malam itu malam Jumat, entah kenapa kami memang lebih suka bertemu di malam Jumat. Kata kekasihku. Dia tidak suka kencan di malam Minggu. Dia memang agak lain dari perempuan kebanyakan. Itu juga yang menjadi sebab membuat aku menyukainya.
“Kau datang terlalu cepat,” ucapnya. Dia belum dandan sama sekali. Namun, aku tidak peduli bagiku, mencintainya adalah kesenangan. Menikmati waktu dengannya selalu menjadi kegiatan yang menyenangkan. Aku tidak peduli apakah dia sedang cantik atau tidak, bagiku dia tetaplah perempuan cantik.
“Tak apa kamu duduk saja di sini menemani ku.” Aku memang hanya ingin menikmati hari libur dengannya. Seminggu belakangan aku sibuk sekali dengan pekerjaanku. Sibuk dengan kehidupan ku yang selalu lupa padanya. Dia tidak pernah mengeluh apalagi menuntut lebih. Dia percaya saja kepadaku. Baginya, aku lelaki yang dia cintai. Tak peduli apa pun yang terjadi, dia hanya ingin cintai aku.
Sekarang, dia bahkan telah ku ubah menjadi perempuan yang tak seperti dulu. Bukan perempuan seperti awal kami bertemu. Dia mengikuti apa pun yang aku mau. Dan, aku juga tak mengerti kenapa aku menjadi lelaki yang seperti itu. Aku suka hal-hal aneh, mungkin terkesan ekstrim.
Aku suka membayangkan mencintai satu perempuan yang berbeda. Karena itu aku mencintai dia melakukan apa pun yang aku mau. Dengan alasan dia mencintai ku. Aku mengubahnya dari sebotol bening menjadi ukiran. Aku meminta Dia membuat tato.
“Ini tidak akan mengubahmu, cintaku akan tetap saja sama.” Aku menyakinkan Dia, sebab beberapa menit lalu dia masih terlihat ragu akan pintaku. Hingga akhirnya, dia menyerahkan seluruh tubuhnya untuk ditato. Aku sendiri yang melukisnya. Itu syarat yang dia ajukan.” jika aku harus di tato, kamulah yang harus melakukannya. Karena tubuhku hanya untukmu.”
Aku mengecup keningnya lembut. Sebagai jawaban atas keresahannya. Aku tahu, saat perempuan merasa takut, dia hanya butuh dipeluk dan dikecup lalu yakinkan padanya bahwa kau selalu ada. Aku melakukan hal itu.
Aku mulai melukis tubuhnya, Aku menyukai punggung. Dan, punggungnya adalah kanvas yang paling menarik untuk kulukis. Dia menyukai pohon yang meranting. Aku melukis sebatang pohon yang meranting di punggungnya. Sesekali kudengar suaranya mendesak sakit. Namun, dia tetap memintaku melakukannya.
“Hanya sakit sedikit,”ucapnya.
Aku melukiskan lagi. Menikmati setiap goresan yang menjalari punggungnya yang mulus. Aku senang dan bahagia. Dia terlihat sedikit kesakitan. Namun, Dia juga menikmatinya. Di kamar kecil ini semuanya berlalu dengan menyenangkan.
Mulai dari tato pertama di punggungnya itu, lalu disusul oleh tato lain di bagian tubuh yang lainnya. Sepanjang tahun aku melukis tubuhnya. Kini dia tak lagi gadis dengan kulit mulus. Dia adalah perempuan yang tak telanjang bahkan saat telanjang.
****