KUBA merupakan negara yang sangat dihormati di banyak negara Asia dan Afrika. Pasalnya, sosok Fidel Castro dianggap sebagai pemimpin yang sangat tegas dan berani terhadap AS yang selama era Perang Dingin merupakan negara adidaya. Castro selama era Perang Dingin saat dunia terbagi menjadi blok AS dan blok Uni Soviet, Castro menjadi satu-satunya pemimpin yang berani melawan dua kekuatan tersebut.
Kendati Kuba adalah negara komunis, hubungan dengan Soviet diwarnai banyak masalah. Bahkan, pada tahun 1960-an, Castro sempat membuat Soviet sangat marah karena pemimpin revolusioner tersebut menuding Soviet menjadikan Kuba sebagai bidak catur untuk mengalahkan AS.
Castro memang pemimpin yang sangat berani. Hal ini telah terlihat sejak dirinya masih menjadi mahasiswa fakultas hukum di universitas terbaik di Kuba. Saat masih mahasiswa, Castro yang sebenarnya adalah anak orang kaya, lebih memilih menjadi aktivis dan membela hak-hak warga termarjinalkan.
Dia tak bisa terima dengan kondisi mayoritas warga Kuba yang tak bisa sekolah dan mendapatkan layanan kesehatan. Hanya orang kaya yang bisa menyekolahkan anaknya. Selain itu, orang miskin juga dilarang sakit.
Bagi Castro, situasi ini sangat mengganggu pikiran dan jiwanya yang membuatnya berani mempertaruhkan nyawa demi terciptanya perubahan di negaranya. Bahkan, Castro juga tak memedulikan keluarganya, termasuk anak dan istrinya demi fokus untuk mencapai pembebasan Kuba dari rezim korup dan otoriter yang hidup bergelimang kemewahan, sementara rakyat sendiri hidup dalam kesengsaraan.
Perjuangan Castro dibantu adiknya dan revolusioner sejati asal Argentina, Che Guevara, tak sia-sia. Akhirnya pada 1959 setelah berjuang hampir selama dua dekade, termasuk perang gerilya di bukit Sierra Maestra melawan penguasa, Castro berhasil mewujudutkan revolusi.
Castro pun mulai mempraktikkan ajaran Lenin-Marx ke dalam semua sendi kehidupan warga Kuba, yang bisa dilihat dari gratisnya layanan pendidikan dan kesehatan. Tak heran, seperti dilaporkan The Guardian yang mengutip data terbaru Unicef, menunjukkan bahwa di dunia, Kuba adalah negara yang sukses dalam mengentaskan buta huruf dan juga berbagai penyakit.
Tingkat literasi warga dewasa Kuba mencapai 100 persen baik di kalangan perempuan dan laki-laki, artinya di negara pantai tersebut tak ada orang yang buta huruf. Selain itu, bagusnya pelayanan kesehatan di Kuba membuat usia harapan hidup warga Kuba sangat tinggi. Data PBB menunjukkan, usia harapan hidup bagi perempuan di Kuba mencapai 81 tahun, sedangkan laki-laki 77 tahun. Ini hampir sama dengan usia harapan hidup di negara-negara maju, seperti Inggris, wanita 83 tahun dan pria 79 tahun.
Bagusnya layanan kesehatan di Kuba membuat banyak negara maju mengirimkan dokter mereka ke sana karena takjub dengan kondisi ekonomi Kuba yang relatif miskin, tetapi punya sistem kesehatan yang bagus. Banyak negara iri dengan kemampuan Castro yang bisa menggratiskan pendidikan dan kesehatan. Soalnya APBN Kuba realtif kecil dibandingkan dengan APBN di negara-negara maju. Namun Kuba sampai saat ini berhasil mempertahankan layanan gratis untuk pendidikan dan kesehatan.
Anggaran minim tak menjadi hambatan bagi Castro. Terlihat dari tingginya rasio dokter dan pasien di Kuba. Sesuai ajaran komunis yang dipraktekkan Castro, fokus terhadap layanan kesehatan dan pendidikan yang gratis membuat warga Kuba kendati miskin, dikenal sehat, panjang umur dan berpendidikan.
Tak heran Castro dianggap pahlawan dan jadi panutan di banyak negara, kendati bagi warga anti-Castro dan pegiat HAM, Castro adalah pemimpin otoriter yang brutal.
***