Jayapura, nirmeke.com – Kami masyarakat adat Papua, penguasa dan pemilik tanah adat, yang berdiam dan hidup sangat tergantung dari hasil tanah, hutan, rawa, dan kekayaan alam lainnya, sedang mengalami tekanan dan permasalahan dikarenakan adanya aktifitas pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah adat kami.
Hal tersebut di katakan Amelia Puhile selaku kordinator perwakilan masyarakat adat Papua, melalui rilis yang di terima nirmeke.com. Kamis, (7/11/2019).
Dalam rilisnya mengatakan pemanfaatan SDA masyarakat adat Papua diantaranya investasi usaha perkebunan, usaha pembalakan kayu (HPH, HTI), usaha pertambangan, program Kawasan Ekonomi Khusus, yang berlangsung dalam skala luas dan melibatkan pemilik modal besar.
“Demikian pula, program pembangunan infrastruktur, pembangunan bendungan besar dan konektifitas ekonomi lainnya, serta Tanah Objek Reforma Agraria (TORA),” tulisnya.
Lanjutnya, kebijakan program dan investasi industri ekstraktif skala luas tersebut dilakukan dengan cara tidak adil, mengabaikan dan melanggar hak asasi manusia, serta mengancam keberlanjutan daya dukung lingkungan, sebagaimana diatur dalam konstitusi UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut dan keinginan mendapatkan keadilan, maka kami menyatakan dan menuntut Pemerintah Pusat dan Daerah:
- Segera mengakui, menghormati dan melindungi hak-hak dasar Orang Asli Papua, hak untuk bebas berekspresi, hak atas tanah adat dan hutan adat, hak atas pangan, hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat;
- Segera menghentikan pemberian izin dan ekspansi usaha perkebunan, usaha pembalakan kayu, usaha pertambangan; program transmigrasi dan program TORA, yang merampas dan mengancam hilangnya hak-hak kami atas tanah adat;
- Segera menyelesaikan konflik dan keluhan masyarakat adat Papua terkait perampasan tanah adat, kekerasan dan pelanggaran HAM;
- Segera melakukan upaya penegakan hukum dan pemberian sanksi atas permasalahan kerusakan dan hilangnya hutan, hilangnya mata pencaharian dan sumber pangan, serta melakukan pemulihan dan rehabilitasi kawasan hutan dengan melibatkan masyarakat adat setempat;
- Segera dan pro aktif melaksanakan, mengakui dan menetapkan keberadaan dan hak-hak masyarakat adat Papua atas tanah dan hutan adat;
Sementara itu Frengky Hendrikus Woro mewakili Suku Awyu, Distrik Fofi, Boven Digoel yang menandatangani surat pernyataan tersebut menambahkan pernyataan sikap di atas dibuat oleh semua komponen di antaranya perwakilan masyarakat adat Papua Suku Marind dari Kampung Muting, Kampung Tagaepe, dan Suku Wambon Tekamerop dari Kampung Selil, di Kabupaten Merauke.
“Suku Wambon Tekamerop dari Kampung Subur dan Dusun Kali Kao, Kabupaten Boven Digoel; Suku Awyu dari Kampung Meto, Kampung Anggai, Kampung Yare, Kabupaten Boven Digoel. Suku Moi dari Kampung Siwis, Klaso, Kabupaten Sorong. Suku Awee dari Kampung Benawa; Suku Maybrat dari Kampung Ikana, Kabupaten Sorong Selatan.”
Dan juga Suku Mpur dari Kampung Anjai, Kabupaten Tambrauw; Suku Wondamen dari Kampung Rasiyei, Kabupaten Teluk Wondama; serta pembela HAM (Hak Asasi Manusia) dan Lingkungan, kami menyampaikan Surat Pernyataan terkait Kebijakan Program dan Perijinan Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah dan Kekayaan Alam yang berlangsung di Wilayah Masyarakat Adat Papua. (*)
Editor : Aguz Pabika