Jayapura, nirmeke.com – Cuaca Jayapura, Papua panas pada Selasa, 15 Oktober 2019. Hari yang panas itu sangat cocok untuk menikmati es jeruk peras, es cendol, dan minuman segar lainnya yang dijual di pertigaan Jalan Kemiri-Doyo dan Kemiri Genyem, Kabupaten Jayapura, Papua.
Di sana ada belasan pedagang kaki lima yang berjualan aneka minuman. Hari yang panas membawa peluang keuntungan kepada mereka. Terlebih keberadaan tempat usaha di sana strategis karena berjualan di bawah pepohonan yang rindang.
Sael Amohoso yang akrab dipanggil Raymond, 36 tahun, putra asli Papua asal Yahukimo salah satu pedagang kaki lima orang Papua yang berjualan di sana.
Kebanyakan pedagang yang berjualan di sana adalah warga pendatang dari Jawa, Buton, Makassar, Toraja, Manado, dan daerah lainnya.
Sael orang pertama yang membuka usaha es jeruk peras di Jalan Kemiri-Genyem tersebut. Ketika wartawan Jubi menghampiri ia sedang melayani pembeli yang memesan es jeruk. Raymond sedang memeras jeruk untuk pesanan seorang perempuan sebanyak empat buah. Perempuan itu bersama dua anaknya.
Setelah menunggu beberapa menit, Jubi berbincang dengan Amahoso tentang usahanya.
Amohoso menceritakan, ia mulai membuka usaha pada 2017. Saat itu pedagang yang berjualan di lokasi tersebut hanya dia sendiri. Bermodal Rp10 juta ia membuka usaha.
Dengan berjalannya waktu, ada warga pendatang yang ikut berjualan bersama di sana dan semakin hari semakin bertambah hingga belasan orang yang berjualan dengan beragam usaha kaki lima.
“Usaha seperti ini PKL, Usaha Kaki Lima, ini dunianya orang Jawa, selama ini faktanya begitu, bagi orang Papua itu ‘malu, malas, dan gengsi’ membuat kita tidak bisa maju,” kata Amohoso.
Ia menjelaskan semua orang memiliki kemampuan sejak lahir. Jadi semua orang mengenyam pendidikan formal sudah ada memiliki kemampuan, tinggal orangtua bisa lihat kemampuan anak dan mengembangkan hingga jadi dewasa. Setelah besar SMP, SMA, dan kuliah seorang anak bisa mengembangkan diri.
“Adik-adik saya semua saya sudah kasih tahu bahwa menjadi generasi muda itu jangan ada gengsi, malu, malas, ketiga ini dibuang atau dikubur jauh, kalau ini masih ada pemikiran gengsi, malu, malas maka kita bisa hidup di atas kaki orang lain, kita tidak bisa maju,” katanya.
Raymond menceritakan ihwal memberikan nama “Gerakan Papua Bangkit” kepada usaha es jeruk originalnya.
“Papua Bangkit ini adalah orang Papua bangkit dari mindset-nya dan pola pikirnya yang gengsi, malu, malas, yaitu kita harus bangkit, ilmu yang kita terima formal itu harus disinkronkan dengan sumber daya alam yang ada di kita dan di sekolah,” kata lelaki yang akrab dipanggil “Kaka Rayon” ini.
Ia mencontohkan, sumber daya alam yang ada di Papua seperti singkong yang bisa dijadikan keripik, pisang dijadikan kue, dan lainnya.
“Tapi jarang orang Papua kelola itu, lalu memberi makan kepada teman-teman pendatang mereka, tapi malahan kita selalu dikasih makan dari mereka padahal kalau mencoba kita orang Papua sebenarnya bisa, kita bisa,” katanya.
Jika ditekuni, kata Rayon, pasti menguntungkan. Ia mencontohkan usaha es jeruk perasnya yang dalam sehari bisa berpenghasilan lebih Rp1 juta.
“Saya biasanya membawa jeruk satu karung dengan modal Rp280 ribu dua sak, tapi bisa memperoleh keuntungan Rp800 ribu sampai Rp1,2 juta sehari dengan menjual segelas es jeruk Rp5 ribu dan jeruk murni Rp10 ribu,” katanya.
Lulusan Universitas Kristen Indonesia di Jakarta ini bermimpi bisa membuat asosiasi pedagang kaki lima di Kabupaten Jayapura. Ia berharap pemerintah daerah bisa mendukungnya.
“Kami di sini sering ada orang yang tidak bertanggung jawab datang dan kadang ada ancaman maka kami bercita-cita membuat asosiasi pedagang kaki lima di sini, saya berharap pemerintah mendukung dan buat relokasi taman supaya seperti Taman Imbi, orang datang minum dan kita juga bisa berdagang,” katanya.
Ia juga menyampaikan terima kasih kepada AURI di Sentani yang memberikan kesempatan kepada para pedagang kaki lima di sana berjualan.
“Kita punya tempat jualan ini kalau AURI kembali buat pagar, kita yang jualan ini cari makan di mana? Maka kami harap ada tempat khusus bagi kami berjualan,” ujarnya.
Menurut Rayon untuk membuat perubahan dalam hidup datangnya dari diri sendiri. Untuk membuat perubahan lima orang saja cukup asal seiya-sekata dan ada kemauan.
“Kunci dalam berusaha adalah sabar, itu kunci utama,” katanya melanjutkan kerja memotong dan memeras jeruk.
Amohoso sudah mempekerjakan lima orang dengan berjualan di lima tempat, yaitu di Holandia, Jalan Kemiri Sentani, dan Genyem.
Pelanggan warga pendatang dari Wamena, Yopi, mengapresiasi usaha Rayon, karena menjadi motivator kepada orang lain, termasuk orang Papua dalam berdagang kaki lima.
“Beliau adalah motivator, kita belajar dari beliau, daripada kita membuat kegiatan-kegiatan yang tidak membawa keuntungan, beliau sudah memberikan contoh yang baik, walaupun usahanya sederhana tapi ini positif,” ujarnya.
Dengan kerja seperti itu, kata Yopi, membawa keuntungan buat dia dan keluarga. Selain itu juga berdampak kepada orang banyak.
“Ke depan bagus seperti ini dikembangkan, jarang orang Papua seperti ini,” katanya. (*)
Sumber : Jubi.co.id