Oleh: Imelda Hendrieta
HARGA DIRI TERKOYAK :
(Konspirasi ala Pemburu )
Alkisah di suatu hutan yang terpencil terdapat suatu perkampungan monyet yang sangat besar. Di kampung monyet itu di pimpin oleh seorang Monyet yang bijaksana. Warga monyet sangat menghormatinya dan memberikan gelar Sang Raja Monyet padanya. Warga selalu menuruti perintah Sang Raja.
Pada suatu kali, secara misterius keberadaan kampung monyet ini diketahui oleh para pemburu yang berasal dari kampung-kampung yang lain. Para pemburu berhasil mendapati lokasi keberadaan para monyet dan memutuskan untuk menguasai seluruh kampung monyet tersebut dan membunuh warganya.
Sang Raja mengetahui berita misterius itu dari para pembantu Raja, tanpa menunggu lama Sang Raja mulai berpikir cara yang efektif untuk mengelabui dan mengalahkan para pemburu.
Apa staregi raja ?
Raja memerintahkan seluruh warga monyet untuk berlatih menghindari perangkap para pemburu dan selalu berjaga-jaga setiap saat.
Perubahan besar terjadi di Kampung Monyet setelah rencana para pemburu telah terungkap.
Masing-masing warga Monyet mulai sadar bahwa hidupnya dalam bahaya alias tinggal tunggu waktu diserbu. Alih-alih bersantai, para warga Monyet bekerja keras. Dari pagi hingga petang, para warga Monyet berlatih.
Latihan-latihan yang diperintahkan Sang Raja antara lain, menghindar dari tembakan senjata, mengelabui pemburu, mempertahankan diri saat di serang , dan menciptakan perangkap bagi para pemburu. Latihan-latihan ini diwajibkan untuk semua warga monyet tanpa terkecuali dan diawasi langsung oleh pembantu-pembantu Raja.
Keadaan kampung monyet sekarang telah berubah total. Masing-masing anggota kampung itu mulai bekerja keras, dan berlatih utuk mempersiapkan diri menghadapi serangan pemburu. Tidak ada waktu bersantai-santai, karena para warga Monyet fokus mempersiapkan dirinya menghadapi para pemburu.
Tanpa disadari, hari peperangan telah tiba. Para pemburu telah siap untuk menyerbu kampung Monyet.
Namun, sangat disayangkan. Ada sekelompok warga Monyet yang membocorkan strategi Sang Raja kepada Para Pemburu. Tanpa di sadari Raja, telah terjadi pemberontakan di dalam kampungnya sendiri. Seperti virus penyakit, pemberontakan itu telah meluas dan mempengaruhi seperempat warga monyet yang lain.
Strategi para pembelot ini sangat efektif, mereka menyamar seperti Monyet yang patuh pada Sang Raja padahal hati mereka sudah terbalik. Mereka merasa Sang Raja telah merampas kesenangan pribadi mereka dengan mengganti waktu bersantainya dengan latihan-latihan yang berat. Para pembelot tidak suka bekerja keras, mereka lebih menginginkan pisang runtuh dari pada berusaha memanjat pohon pisang.
Apa harga tukar yang ditawarkan pemburu kepada para monyet pembelot itu ?
Mereka akan mendapatkan kesenangan mereka kembali, yaitu bersantai-santai sambil dihujani pisang runtuh, alias mereka tidak perlu bekerja keras dan pada waktu penyerbuan mereka tidak akan dibunuh.
Tawaran yang sangat pas dihati para pembelot. Mereka meloncat kegirangan tanda setuju pada ide pemburu.
Demi pisang runtuh, para monyet pembelot telah menjual harga diri bangsanya kepada pemburu.
Hari yang dinyatakan dalam berita misterius telah tiba. Seluruh warga monyet telah siap sedia menghadapi para pemburu. Perangkap telah disiapkan dan latihan-latihan telah dihafal.
Sang Raja tampil di tengah-tengah warganya dengan rasa optimis bahwa para warganya akan berhasil mengusir bahkan menangkap para pemburu yang akan menyerbu kampung mereka.
Tanpa menunggu lama, terdengar derap kaki langkah para pemburu mendekati kampung tersebut. Para Warga monyet semakin waspada . Peperangan telah didepan mata mereka dan hanya menunggu aba-aba Sang Raja Monyet yang bijaksana.
Peperangan telah didepan mata mereka dan hanya menunggu aba-aba Sang Raja Monyet yang bijaksana saja, maju atau bertahan.
Namun, sesuatu terjadi.
Derap-gegap langkah pemburu yang telah mengepung seluruh kampung warga Monyet tiba-tiba terhenti. Sunyi senyap seketika. Beberapa menit kemudian terdengar huru-hara di kubu para pemburu. Sesuatu terjadi pada komplotan pemburu itu. Suara teriakan mereka terdengar jelas. Itu suara ketakutan bukan sorak-sorai keberhasilan. Sungguh para pemburu yang banyak itu sedang merasa takut. Apa yang terjadi di depan sana, tak ada satu pun warga Monyet yang tahu.
Dalam hitungan detik, “ssssalllliiiiinnggg”,
Sang Raja telah berpindah tempat dan sudah berada di lokasi para pemburu. Sang Raja terkejut bukan main.
Para pemburu telah lari meninggalkan kampung Monyet. Mereka lari terbirit-birit hingga melupakan senapan mereka.
Sang Raja lebih terkejut lagi ketika mengetahui sebab ketakutan para pemburu. Seakan ini mimpi siang bolong bagi Sang Raja.
Rasa bangga bercampur rasa heran, Sang Raja menyalami seperempat warga Monyet yang gagah berani dihadapannya. Merekalah alasan ketakutan para pemburu. Merekalah pahlawan bangsa Monyet. Hanya dengan seperempat warga Monyet, para pemburu telah lari pontang panting meninggalkan kampung Monyet.
Pujian dan pujaan mengalir dari bibir Sang Raja kepada para pahlawan hari itu. Sejarah baru dicatat dalam kampung. Seperempat warga monyet mengalahkan segerombolan pemburu begis. Luar biasa. Sang Raja Monyet menyatakan rasa terima kasihnya atas keberanian para pahlawannya.
Perasaan bahagia melingkupi hati Sang Raja.
Ia sangat kagum dan memahkotai seperempat warga itu gelar khusus, yaitu penasihat perang.
Sejarah kedua yang dicatat pada hari yang sama adalah para pemburu telah gagal menguasai kampung Monyet. Kini, semua warga Monyet dapat hidup kembali dengan tentram dan aman.
Beberapa waktu berlalu sudah dan warga kampung Monyet telah kembali pada kebiasaan lama mereka, yaitu hidup dalam kesenangan memanjakan diri dan bersantai-santai. Semua latihan-latihan menghadapi para pemburu yang telah diajarkan oleh Sang Raja telah dilupakan oleh warga.
Sang Raja Monyet merasa kampung mereka telah aman karena memiliki para pahlawan dengan gelar khusus sebagai penasihat perang. Ia jadinya jarang bertemu warga kampung sejak ada para penasihatnya.
Sang Raja mulai lalai menjalankan tugasnya. Ia lebih sering menghabiskan waktu dengan bersenang-senang memanjakan dirinya. Ia memilih buah pisang yang paling terbaik dan segar menjadi makanan hariannya. Ia mendirikan istana yang megah untuk melindungi dirinya sendiri. Ia memilih pakaian-pakaian kebesaran untuk membungkus dirinya. Ia hanya memikirkan kesenangan dirinya dan fokus pada kebahagiaan hatinya.
Sang Raja yang dulunya bijaksana telah terlena dengan kesenangan dirinya sendiri dan mulai melupakan keadaan warga kampungnya.
Ketika Sang Raja sedang terlena dengan urusan pribadinya, warna asli dari para penasihatnya terlihat. Keaslian mereka muncul seperti terang pagi hari. Monyet pembelot yang menyamar menjadi pahlawan perang segera menunjukan tabiat aslinya. Mereka menjalankan pemerintahan tangan besi. Menjadikan warga kampung sebagai budak. Tidak ada kebebasan dan keamanan bagi para warga kampung itu. Hak warga dirampas, dan kewajiban warga ditambah berlipat-lipat. Warga kampung sangat menderita dan mulai bersungut-sungut kepada Sang Raja. Namun, sungutan para warga tidak pernah sampai ke telinga Sang Raja karena selalu dimanipulasi menjadi berita manis oleh para penasihat raja yang tentu sangat menguntungkan mereka. Seringkali, Sang Raja memberikan hukuman keras kepada warganya akibat berita racun para penasihat raja.
Warga kampung mulai menyadari Sang Raja telah berubah. Kebijaksanaan Sang Raja telah luntur. Sang Raja tidak lagi mendapat simpati warganya, ia telah terkurung dalam lingkaran berita racun para penasihatnya.
Para warga berembuk, mengirimkan satu wakil mereka bertemu Sang Raja agar dapat mengutarakan rasa keanehan terhadap Sang Raja yang telah berubah itu.
Sewaktu Sang Wakil warga masuk menghadap Raja, seperempat pahlawan kampung itu telah berbaris mengellingi Sang Raja. Sang wakil telah diberi isyarat untuk menyampaikan isi pesannya di hadapan Sang Raja. Tanpa membuang waktu, sang wakil mulai menceritakan suatu perumpamaan yang mengisahkan ketidakadilan yang dialami warga kampung monyet. Kalimat-kalimat mengalir begitu deras dari mulut Sang Wakil dan mengelisahkan hati Sang Raja. Ia tidak tahan mendengar ketidakadilan yang didalam cerita tersebut. Dengan penuh gusar dan rasa ingin tahu, Ia meminta Sang Wakil untuk memberitahu siapa yang melakukan ketidakadilan tersebut. Tanpa ragu ataupun takut. Sang Wakil mengangkat jarinya dan menunjuk pelaku ketidakadilan tersebut yang sedang berada dalam ruangan itu.
Jari telunjuk Sang Wakil terangkat lurus dan dengan perlahan-lahan mengarah ke depan wajah Sang Raja.
Sang Raja sangat terkejut. Tudingan dari Sang Wakil kepadanya bagaikan pisau yang menembus jantungnya. Sang Raja jatuh terduduk dan merobek pakaian kebesarannya. Hatinya terkoyak. Sungguh, ia tak menyangka perbuatannya telah membuka ruang bagi ketidakadilan merajalela di kampungnya itu. Sang Raja yang bijaksana telah diubah menjadi Sang Raja tidak adil. Memikirkan hal itu membuat Raja merinding dan lari meninggalkan istana itu. Raja terus berlari dan berlari hingga ia tiba dipinggir kolam yang jernih airnya bagikan sebuah cermin.
Sang Raja melihat ke dalam air jernih itu dan tertunduk malu. Tanpa baju kebesaran atau istana yang megah, ia adalah Monyet. Dengan baju kebesaran dan istana yang megah, ia tetaplah Monyet. Sang Raja begitu malu, ia menutup mukanya sendiri dan tidak berani lagi memandang wajahnya sendiri di cermin air itu.
Refleksi cermin air itu sepertinya berhasil menyadarkan Sang Raja Monyet tentang kelalaiannya yang besar itu.
Sang Raja Monyet bergegas kembali menyusuri jalanan yang membawanya kembali ke Kampungnya. Ia telah mendapatkan kekuatan dan semangat baru di dalam dirinya untuk membela rakyatnya. Langkah kakinya tegap dan mantap meski ia seorang diri menyusuri jalan kembali itu. Tak lama berselang tanpa ia duga sebelumnya, seperempat warga monyet pembelot itu telah menghadangnya di tengah jalan yang sedang ia lalui. Mereka dibakar amarah karena melihat Sang Raja masih hidup dan akan kembali membebaskan warga kampung Monyet. Tanpa membuang waktu para warga pembelot itu menyerang Sang Raja Monyet itu. Mereka menghajarnya, merobek bajunya, melukai dirinya dan terus memukulnya hingga ia jatuh terjerembab berlumuran darah dan hampir mati. Warga pembelot itu tak merasa sayang sedikit pun pada pimpinan kaum mereka yang selama ini menjaga hidup mereka di dalam kampung. Setelah selesai melampiaskan kemarahan mereka pada Sang Raja, mereka meninggalkannya dan bergegas pergi. Jalan yang dilalui Sang Raja adalah jalanan yang sunyi dan jarang dilalui para Monyet sehingga mereka beranggapan bahwa Sang Raja akan mati karena kehabisan darah dan mereka memiliki dalil kuat untuk menghindar dari tuduhan menghabisi Sang Raja Monyet. Dalil yang terpikirkan oleh para Monyet pembelot adalah sewaktu Sang Raja hendak kembali menjumpai warganya ditengah jalan ia diserang binatang buas dan akhirnya mati. Wow dalil yang sangat sempurna untuk menutupi perbuatan jahat para monyet pembelot itu. Mereka bersorak girang dan kembali ke dalam kampungnya.
Lihatlah, Sang Raja Monyet sedang terbaring tak berdaya seperti seonggok bangkai dipinggir jalan itu. Beberapa menit telah berlalu setelah kejadian penyerangan itu, tetapi tak ada seekor monyet pun melintas jalan itu.. Sang Raja semakin kesulitan bernafas karena harus berlomba menahan sakit luka-lukanya. Setiap kali ia bernafas, rasa perih dan nyeri menusuk kulitnya hingga ia Tak tahan lagi, akhirnya Sang Raja Monyet kehilangan kesadaran diri alias pingsan.
Ketika membuka matanya kembali, Sang Raja Monyet sangat kaget. Ingatan terakhirnya ia sedang berada di pinggir Jalan, tetapi saat ini ia berbaring ditempat tidur yang nyaman dan luka-lukanya sudah diobati. Ia merasa kuat kembali dan telah sembuh dari luka-luka yang ia alami. Namun, ini bukan kampungnya. Ini bukan warganya. Siapa yang sudah menolongku, Sang Raja Monyet mulai waspada. Namun, ia kaget karena pundaknya di tepuk oleh seekor Orang Utan. Ia yang telah menyelamatkan Sang Raja dan merawat luka-lukanya. Sang Raja Monyet tak bisa menahan air matanya lagi, ia menangis dan memeluk Orang Utan tersebut. Ia sangat berterima kasih karena Orang Utan sudah menyelamatkan nyawanya.
Orang Utan meminta Sang Raja Monyet menceritakan apa yang dialami Sang Raja Monyet yang bijak berakhir di pinggir jalan dan hampir mati. Tanpa membuang waktu Sang Raja Monyet, menceritakan kembali peristiwa menyakitkan itu. Setelah mendengar cerita Sang Raja Monyet yang Bijak itu, hati Orang Utan tergerak oleh belas kasihan untuk menolong Sang Raja Monyet. Tanpa membuang waktu Orang Utan mengumpulkan warganya untuk ikut berperang dan membantu Sang Raja Monyet membebaskan warga kampung Monyet yanh sedang tertindas oleh kaum monyet pembelot.
Hari yang ditentukan telah tiba, tanpa menunggu lama Sang Raja Monyet dan saudaranya Orang Utan telah siap berperang untuk pembebasan warga Monyet. Jalan pintas diambil, supaya tidak membuang waktu.
Sang Raja Monyet telah kembali ke kampungnya, tetapi ia tidak kembali sendiri melainkan bersama saudara-saudaranya yang siap berperang bagi warganya.
Seluruh kampung Monyet gempar mendengar berita kembalinya Sang Raja Monyet. Seakan tidak percaya, Sang Raja masih hidup. Namun, saat ini mereka sedang berada dalam penjajahan para pemburu dan para Monyet pembelot. Tentu para warga tidak akan mudah dibebaskan dari belenggu penjajah yang sudah mengikat mereka sekian lama. Mereka menanti keputusan Sang Raja Bijak.
Sungguh perang tak dapat dielakkan lagi. Tanpa menunggu lama Sang Raja Monyet meminta pasukanannya menyerbu dan menangkap para pemburu yang telah bekerja sama dengan para warga monyet pembelot. Perang berkecamuk. Kubu Sang Raja Monyet bersama Orang Utan sangat kuat dan dapat mengalahkan kubu para pemburu dan kawanan pembelotnya. Menyadari kekuatan Orang Utan yang begitu dahsyat, Para pemburu dan seperempat warga pembelot tidak berani melawan lagi.
Mereka mengangkat tangan mereka dan berseru dengan nyaring mengakui kekalahan mereka.
Sang Raja menangkap dan mengikat para pemburu beserta komplotan monyetnya. Ia menginginkan hukuman yang sangat berat bagi mereka. Hukuman yang Ia berikan pada mereka adalah para pemburu harus dikembalikan ke perkampungan mereka dan diadakan perjanjian antara Warga Monyet dan Pemburu. Isi perjanjian itu adalah apabila dikemudian hari Para pemburu mendekati atau memasuki wilayah kampung Monyet lagi, maka warga Monyet akan langsung membunuh mereka seketika itu juga. Perjanjian ini berlaku selamanya dan harus diceritakan kisah ini pada keturunan pemburu yang akan datang sebagai peringatan atas kesalahan para orang tua pemburu. Selanjutnya, apa hukuman bagi warga monyet pembelot ? Sang Raja Monyet mengeluarkan sebuah ultimatum yang berisi hukuman bagi para Monyet pembelot. Mereka tidak mendapatkan hak sebagai warga kampung Monyet. Mereka harus diusir dari Kampung Monyet dan diasingkan di hutan belantara selama sepuluh tahun. Mereka terpisah dari keluarga dan juga kampungnya. Mereka dikenal sebagai Warga Monyet pembelot dan tidak boleh menjalin komunikasi lagi dengan warga hutan lainnya. Selama menjalankan masa hukuman dari Sang Raja Monyet mereka tidak boleh bertemu atau mengunjungi keluarga mereka.
Hari itu menjadi sejarah baru bagi kampung Monyet di tengah hutan rimba. Sang Raja Monyet kembali kepada posisinya yang semula yaitu menjadi pemimpin yang sangat dihormati dan disayangi warga kampungnya. Ia mendapat gelar kehormatan dari Sang Raja Hutan karena keberaniannya dan ketulusan hatinya memimpin kampung serta menjaga warganya. Ia dijadikan suatu teladan bagi warga hutan rimba itu.
Sejak peristiwa itu, Hutan rimba tempat tinggal para warga hutan selalu diberkati dengan berkat alam yang melimpah dan tidak lagi mengalami ganguan dari para pemburu maupun para pembelot.
Di tulis oleh
Imelda Hendrieta.
(Ilustrasi sebuah harapan untuk masa depan Papua)