Jayapura, nirmeke.com – Acara Bakar batu sebagai simbol perdamaian di Papua untuk meredam konflik horizontal pasca demo ricuh warga Papua di Jayapura pada Kamis (29/8/2019) lalu, di lapangan Hawai, distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura dinilai tidak melibatkan pihak korban yang berkonflik dan tidak menyelesaikan masalah di tanah Papua.
Alius Asso, selaku senior mewakili mahasiswa Jayawijaya kota studi Jayapura menilai acara bakar batu tersebut bukan solusi untuk menyelesaikan akar persoalan yang terjadi akhir-akhir ini di tanah Papua. Selasa, (10/9/2019).
“acara bakar batu yang digelar lalu itu yang mau didamaikan siapa? Atau hanya makan-makan saja terus masalah selesai, itu salah besar,” kata Alius.
Ia menjelaskan, tidak semua acara bakar batu itu bisa dikategorikan sebagai simbol perdamaian. Ada aturan dalam prosesi tersebut, terutama pihak yang bertikai dilibatkan dan bersama-sama bersepakat untuk berdamai.
“kita bilang damai tapi bagaimana dengan nasib teman-teman kami yang ditahan? Bagaimana solusi penyelesaian dari masalah ini terutama nasib korban masyarakat sipil ini akan diapakan? Atau hanya dibiarkan begitu saja,” katanya.
Ia menambahkan bagaimana dengan mereka yang masih trauma hingga saat ini, terutama asrama-asrama mahasiswa di Jayapura yang selalu di teror dan di geledah oleh aparat keamanan yang membuat mahasiswa tidak nyaman di atas tanah mereka sendiri.
“beberapa pihak mendesak kami untuk terlibat dalam settingan mereka ikut acara bakat batu namun kami menolak karena kami tidak mau masuk dalam skenario mereka untuk memanfaatkan kami dan kami dengan tegas menolak itu,” kata Alius.
Sementara itu perwakilan Organisasi Kepemudaan (OKP) di kota Jayapura, Victor Tibul ketua Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Jayapura mengatakan selama negara dan pihak keamanan tidak bersikap adil terhadap rakyatnya terutama orang asli Papua, persoalan tidak akan selesai hanya dengan kata minta maaf dan bakar batu.
“kami tolak upaya perdamaian tanpa melibatkan para korban. Perdamaian yang mereka lakukan lalu, hanya di antara pihak elit (bukan korban) tanpa melibatkan korban karena merekalah yang terkena dampak,” katanya.
Lanjutnya, sekarang rakyat Papua sedang menahan diri, sekarang pemerintah punya tanggung jawab untuk pulangkan orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang memprovokasi situasi di Papua terutama Ormas Nusantara.
“kelompok Ormas Nusantara harus dipulangkan, kalau tidak bisa berarti pemerintah dan negara sengaja memelihara masalah (konflik) di sini,” katanya. (*)
Reporter : Apwakha