Jayapura, nirmeke.com – Mahasiswa Papua dan rakyat Papua menolak secara tegas permohonan maaf yang di sampaikan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, walikota Malang dan Walikota Surabaya dan Gubernur Jawa Timur terkait persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya.
“kata permohonan maaf, oleh Presiden Jokowi itu kami tidak terima, dan kami mau mahasiswa Papua yang ada di luar Papua harus dipulangkan,” kata Beni Murib mewakili mahasiswa Papua khususnya dari Nduga ketika di temui wartawan. Rabu, (21/8/2019).
Lanjutnya, atas nama seluruh mahasiswa Papua terutama mahasiswa Nduga sesuai dengan situasi yang terjadi di Papua maupun di luar Papua (Jawa) akan tidak aman bagi mereka di tanah orang.
“situasi tidak akan aman, dan inipun akan berlanjut terus sehingga apabila pemerintah tidak ambil langkah tegas untuk mahasiswa yang kuliah di luar Papua. Bila tidak ada solusi lain, maka harus dipulangkan,” katanya.
Ia menambahkan bila tuntutan pernyataan sikap mahasiswa dan rakyat Papua di depan kantor gubernur provinsi Papua, Senin, (19/8/2019) lalu tidak diindakan dalam waktu dekat kami akan turun aksi lagi.
“para bupati se Papua harus sepakati bersama untuk fasilitasi mereka (mahasiswa Papua) untuk dipulangkan karena situasi tidak aman dan masalah rasisme ini tidak akan berhenti, apalagi di seluruh tanah Papua baik Jayapura, Manokwari, Sorong, Timika, Nabire, Merauke, Yapen, Bintuni dan beberapa kabupaten lainnya di Papua Barat sedang tidak aman,” katanya.
Kata Beni, soal pendidikan dan lainnya semua ada di Papua, bukan hanya ada di Jawa sana sehingga dengan tegas kami ingin adik-adik kami dipulangkan segera yang ada di luar Papua.
Sementara itu Alexander Gobai Presiden Mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (BEM USTJ) mengatakan melihat kondisi dan dinamika yang terjadi dalam aksi rakyat Papua tentang intimidasi dan rasisme terhadap rakyat Papua dan mendapatkan sorotan tentang minta maaf terhadap rakyat Papua adalah ungkapan yang tidak wajar.
Karena kata Aleks, ungkapan minta maaf dengan ungkapan monyet terhadap rakyat Papua tidak sebanding dan tidak ada harga yang dibayarkan, karena menyangkut harkat dan martabat orang asli Papua.
“Saya tidak terima dengan minta maaf, apalagi hanya diungkapkan di TV ataupun media masa yang segelintir orang tahu, sementara Rakyat Papua tidak terima dengan ungkapan itu. Mohon maaf. Pejabat daerah setempat yang harus datang ke Papua dan meminta maaf kepada rakyat Papua. Itu saja,” kata Alex Gobai.
Kata Gobai, sebutan monyet bukan baru kali ini, namun sudah berulang-ulang kali, baik di dunia sepak bola sampai pada dunia pendidikan. Oleh karena itu, ungkapan minta maaf, akan lebih elegan, bila pejabat datangi di Papua dan Papua Barat dan menyatakan sikap untuk lindungi rakyat Papua dan mahasiswa Papua dan minta maaf.
“Karena hari ini rakyat Papua diinjak-injak dengan sebutan rasisme. Ini bahaya, ” kata Gobai.
Kami berharap, sebutan maaf, tak boleh dilakukan di TV dan media masa. Lebih baik datang ke Papua. Lalu nyatakan sikap. Itu baru pas. (*)
Sumber: Suara Papua (www.suarapapua.com)