Jayapura, nirmeke.com – Komunitas Papua Pecandu Damai (PAPEDA) meskipun belum memiliki legalitas hukum atas keberadaan komunitas, mereka selalu aktif melakukan pendampingan terhadap pecandu narkoba, pekerja seks dan ODHA di kota Jayapura.
Dessy Manggaprouw mengatakan meskipun Komunitas Papeda ini sudah berjalan hampir tiga tahun sejak aktif kembali tahun 2017, namun belum memiliki legalitas hukum. Sabtu, (24/8/2019).
“kami komunitas yang tidak memiliki legalitas hukum pastinya kami susah untuk mengakses permohonan bantuan atau apapun, karena kami tidak memiliki legalitas hukum,” kata Dessy.
Ia menjelaskan sejauh ini komunitas Papeda berjalan secara mandiri, namun kami terus berjuang untuk mendapatkan legalitas hukum agar dapat diakui keberadaan kami oleh masyarakat luas.
“kendala kami karena belum memiliki legalitas hukum untuk memperkuat komunitas dalam aktivitas kami dalam hal ini pendanaan, terutama kami belum punya wadah untuk menampung teman—teman kami,” katanya.
Lanjutnya bila kami memiliki pendanaan yang jelas seperti komunitas lain di kota Jayapura, kami bisa mengakses permohonan bantuan atau apapun kepemerintah.
Ia menambahkan di mata masyarakat, komunitas Papeda di stigma dan mendapat perlakuan diskriminatif dengan label buruk (negatif) atau orang tidak benar.
“Banyak sekali di mata masyarakat pada umumnya pecandu buruk, ODHA buruk. pekerja seks buruk, namun kami tidak seburuk itu. Kami juga ingin diterima dan juga kami sama seperti mereka pada umumnya,” katanya.
Sementara itu Hiswita Pangau sebagai vokal point Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI) nasional di Jayapura mengatakan kedepan media juga bisa menjadi bagian dari penurunan stigma dan diskriminasi terhadap komunitas maupun ODHA di Papua melalui pemberitaan sehingga media dapat mengedukasi masyarakat terhadap pemahaman mereka kepada komunitas.
“banyak pemberitaan-pemberitaan tentang komunitas yang negatif, sehingga dengan diskusi seperti ini kita harap kedepan pemberitaannya lebih positif dengan mengangkat aktifitas seperti yang dilakukan kawan-kawan dari Rojali dimana mereka membersihkan kali Acai dan mereka juga akan lakukan pembersihan sampah di pantai Ciberi, dan kerajinan tangan daur ulang plastik menjadi gaun dan itu bisa menjadi satu isu menarik untuk di angkat terkait komunitas agar membangun pemahaman masyarakat tentang komunitas ke arah yang lebih positif,” katanya.
Ia menambahkan kawan-kawan dari ODHIV atau ODHA, banyak masyarakat yang berfikir bahwa mereka itu yang sudah sakit atau sudah sekarat (menderita) yang tidak bisa berbuat apa-apa namun sebenarnya orang dengan HIV itu bisa melakukan aktifitas bahkan masih bisa lebih sehat mungkin dari pada kita yang tidak terinfeksi.
“diskusi hari ini kami melibatkan komunitas Rojali, Iwaja, ODHIV, komunitas pekerja seks, dan LSM yang terlibat hari ini bersama kawan-kawan media,” katanya. (*)
Editor : Agus Pabika