Selamat jalan, Mgr. John Philip Saklil, Pr. Mgr. Saklil adalah Uskup Timika. Dia adalah satu-satunya Uskup yang merupakan orang asli Papua. Tidak begitu heran dia sangat memperhatikan gereja lokal. Dia berusaha menjadikan gereja Papua sebagai gereja yang berurat akar dalam kebudayaan Papua.
Saya selalu sangat sedih bila ada tokoh atau aktivis Papua yang meninggal. Jumlah mereka tidak banyak. Bulan lalu, Pater Dr. Neles Tebay, Pr. meninggal dunia. Tidak terhitung anak-anak muda yang meninggal entah karena apa.
Umur itu pendek di Papua. Sementara penderitaan itu panjang. Dunia luar juga tidak terlalu peduli dengan nasib bangsa yang selalu dirundung duka, bencana, serta tuna akan keadilan ini.
Berapa banyak dari kita yang mendengar tentang Nduga, dimana ribuan orang harus mengungsi karena operasi yang dilakukan oleh pihak militer Indonesia? Yang diberitahu kepada kita adalah bahwa tentara kita sedang melakukan penumpasan terhadap kaum separatis.
Yang tidak pernah diungkap adalah cerita-cerita pedih rakyat sipil. Orang seperti saya masih beruntung karena saya membacai koran-koran lokal yang memberitakan apa yang terjadi. Sementara media nasional memberitakannya dengan distorsi habis-habisan.
Umur itu pendek di Papua. Sementara penderitaan itu panjang.
Beristirahatlah dengan Damai Mgr. Saklil. Mudah-mudahan muncul putra Papua yang benar-benar berani bersuara atas penderitaan bangsa Papua. Ketika menjadi Uskup, Anda memilih semboyan Parate viam Domini! (Persiapkanlah jalan untuk Tuhan.)
Sesungguhnya, Monsinyur, Anda sudah mempersiapkan jalan untuk Tuhan …