“Telaga biru ini berjarak sekitar 12 kilometer dari Kota Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya, sehingga belum terlalu populer. Untuk itu kelestariannya harus dijaga karena bernilai sejarah bagi suku Dani. Telaga Biru ini perlu dikelola tapi juga harus dilestarikan dan pengelolaannya melibatkan masyarakat setempat.”
Wamena, nirmeke.com – Telaga Biru atau Kali Biru merupakan salah satu destinasi wisata alam di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua.
Lokasinya di sekitar 2 kilometer dari kota Wamena atau ditempuh dengan perjalanan darat sekira dua jam lamanya. Danau mungil dengan air berwarna biru Toska itu tepatnya berada di Distrik Maima.
Di sekitarnya masih terdapat pepohonan yang rindang dan masih alami. Sayangnya objek wisata ini belum diperhatikan sehingga keberadaannya tidak begitu popular. Dinas Pariwisata Jayawijaya diminta mengembangkan dan melestarikan ojek wisata alam Telaga Biru. Apalagi trend kunjungan wisatawan lima tahun terakhir di Papua meningkat.
Dalam Papua Dalam Angka yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua Tahun 2018 menyebutkan, tahun 2013 sebanyak 315 wisatawan (hanya mancanegara atau wisman). Begitu pun tahun 2014, hanya hanya 622 wisatawan (wisman), 2015 sebanyak 6.601 wisman dan 3.158 wisatawan domestik dengan total 9.759 wisatawan, sedangkan tahun 2016 sebanyak 6.231 wisman dan 4.285 wisatawan domestik dengan total 10.516 wisatawan, dan tahun 2017 sebanyak 10.276 wisman dengan total 10.276 wisatawan.
Peneliti dari Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto, bahkan meminta kepada warga setempat untuk melestarikan telaga biru. Bentuk pelestarian yang harus dilakukan yakni harus selalu menjaga keberadaan pohon-pohon di sekitar telaga agar tidak ditebang.
Selalu menjaga kearifan lokal setempat. Para pengunjung telaga tidak boleh membuang sampah plastik sembarangan.
Telaga biru ini merupakan salah destinasi wisata yang masih sangat alami dan jauh dari keramaian, terletak di Distrik Maima, Kabupaten Jayawijaya.
Telaga biru ini berjarak sekitar 12 kilometer dari Kota Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya, sehingga belum terlalu populer. Untuk itu kelestariannya harus dijaga karena bernilai sejarah bagi Suku Dani.
“Telaga Biru ini perlu dikelola tapi juga harus dilestarikan dan pengelolaannya melibatkan masyarakat setempat,” kata Hari Suroto di Jayapura, Sabtu, 15 Juni 2019.
Menurut dia, perlu pemberdayaan masyarakat sekitar telaga, yakni dengan menggali potensi produk kerajinan khas atau kuliner khas setempat yang harus dipasarkan di sekitar telaga.
Menurut dia, Dinas Pariwisata setempat perlu mempromosikan telaga ini, baik dalam event-event pameran wisata maupun promosi melalui media daring atau online.
“Pelatihan sadar wisata dan pelatihan bahasa Inggris juga diperlukan untuk masyarakat setempat. Penataan lokasi dan penyediaan fasilitas pendukung, ini harus dikelola oleh Dinas Pariwisata setempat,” katanya.
Para pengunjung telaga juga diimbau agar tidak membuang sampah plastik sembarangan. Telaga biru ini merupakan salah destinasi wisata yang masih sangat alami dan jauh dari keramaian.
Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa pengunjung tidak boleh berenang di telaga, sebab kawasan ini disakralkan oleh penduduk setempat. Warga setempat meyakini orang pertama di Papua berasal dari tengah danau tersebut. Konon di dasarnya terdapat honai.
Pemerintah setempat belum menjadikan Telaga Biru sebagai salah satu tujuan wisata. Pemerintah daerah disebut sedang membenah empat tempat wisata di Jayawijaya, terutama dalam rangka Festival Budaya Lembah Baliem (FBLB) 2019 dan persiapan PON 2020. Lokasi-lokasi yang dibenahi, di antaranya, tempat pemandian umum, Goa Kotilola, Pasir Putih dan Mumi, serta persiapan menuju lokasi Danau Habema. Di Sogokmo terdapat pemandian dan goa di Wosi. (*)
Sumber: Jubi.co.id