Saya harus menenangkan hati sebelum menulis kisah ini. Kisah pengabdian dua anak Batak, Andika dan Nia, bagi sesamanya orang Papua di Fuau Mamberamo Raya
Remaja Andika, masih pucuk, adalah seorang pemuda Batak. Dia ke Fuau tahun 2017 untuk menjadi guru.
Waktu itu di Fuau sudah ada gedung sekolah, ada puluhan anak murid, tapi guru tidak ada. Bukan tidak ada. Sudah ada, tetapi guru-guru tidak kuat menanggung beratnya beban hidup di pedalaman. Jadi satu per satu kembali ke kota dan tidak pernah kembali lagi ke Fuau. Sesuatu yang manusiawi.
Pada tahun 2018, seorang guru lagi tiba. Seorang nona, juga asal Batak. Namanya Nia. Nia masih sepupu dengan Andika. Mereka kemudian sama-sama mendidik anak-anak Papua di Fuau, di pedalaman terpencil Mamberamo Tengah.
♤♤♤
Fuau adalah kampung terpencil — dan terlupakan — di Mamberamo Raya, Dekat Dabra. Tidak ada sarana telepon. Hanya ada SSB. Alat transport ke sana adalah penerbangan Jayasi dari Bandara. Sentani dengan waktu tempuh 50 menit.Dan penerbangan ada 3 bulan sekali.
Dalam laporannya, Andika menulis sebagai berikut :
Memang masalah terberat dari tinggal di pedalaman adalah akses yang sulit. Kami hanya bisa komunikasi dengan bantuan radio SSB. Bila hendak belanja bahan makanan ke tempat terdekat maka kami harus ke kampung Dabra yang jaraknya 7 jam perjalanan lewat sungai Mamberamo menggunakan perahu motor.
Itupun kami. harus mempersiapkan bensin sebanyak 100 liter untuk perjalanan pulang pergi. Harga bensin juga sangat mahal 1 liter paling murah 20.000 dan paling mahal 50.000. Belum lagi di sepanjang sungai Mamberamo banyak buaya sehingga memberikan perasaan was-was.
Namun kami bersyukur karena ada masyarakat yang mau membantu kami. Kami diperlakukan seperti saudara mereka sendiri, sehingga kami banyak mengalami kemudahan selama di kampung.
Bila kami akan ke Dabra, warga kampung akan membantu kami mencari perahu, bensin dan mengantar kami ke Dabra, mencari tempat kami tinggal sampai akhirnya kami balik lagi ke Dabra.
Setiap kesulitan tersebut memiliki makna sendiri karena kami bisa merasakan bantuan dan kasih warga kampung. Dan hal itu memberikan kekuatan dan penghiburan bagi kami, bahwa apa yang kami lakukan adalah berharga dan layak untuk di perjuangkan.
B♤♤♤
Andika dan Nia disponsor oleh Trevor Johnson Ministries (TJM) untuk menjadi guru di Fuau.
Pada bulan April 2019, TJM mengevakuasi mereka ke Sentani sebab Nia sakit dan tidak ada pelayanan medis di Fuau.
Pendeta Trevor menulis tentang penderitaan Nia sebagai berikut :
Berikut adalah dua gambar Guru Nia. Di sebelah kiri dia terlihat sehat dan berwajah ceriah dan di sebelah kanan (setelah di pedalaman berbulan- bulan), dia kurus, kurus, dan lemah setelah muntah terus-menerus beberapa malam sebelum kami bisa menerbangkannya. (Note : Foto Nia dalam keadaan sakit tidak saya muat)
Malaria menyerang lagi.
Ini adalah bukti nyata dari pengorbanan banyak orang yang melayani di hutan pedalaman Papua. Pemerintah tidak menyediakan guru, jadi kami menggunakan donasi anda untuk menyediakan guru.
Nia dan sepupunya Andika bisa menjadi guru di kota dalam konteks yang jauh lebih mudah di kota kecil, tetapi mereka rela menderita demi anak-anak Mamberamo yang terabaikan.
Keduanya sakit parah dan guru ketiga (seorang wanita Papua) kehilangan anaknya tahun lalu karena malaria. Ketiga guru di Fuau telah berkorban banyak
Pengorbanan itu nyata.
Tuhan Yesus menghitung jerih payahnya. Dan anak-anak Papua sangat menghargainya.
Terima kasih Nia atas pengorbananmu! Kami akan mencarikan bantuan dan akan menyediakan untuk istirahat dan berobat di kota.
(Bersambung)
8 Juli 2019
Sahabat Margi
Cc Trevor Christian Johnson