Jayapura, nirmeke.com – Kamar Adat Pengusaha Papua atau KAP Papua menyatakan orang asli Papua tidak boleh menjadi boneka bagi para pemilik modal dari luar Papua dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah di seluruh tanah Papua. Hal itu dinyatakan Ketua Umum KAP Papua Musa Haluk menanggapi informasi bahwa banyak orang asli Papua meminjamkan nama dalam pendirian perusahaan yang dimodali pemodal dari luar Papua.
Haluk menegaskan, perusahaan yang didirikan pemodal dari luar Papua dengan meminjam nama orang asli Papua yang diakui sebagai pemilik sebagai perusahaan abal-abal. “Kami peringatkan bahwa yang menjadi bagian pengusaha orang asli Papua [adalah orang asli Papua yang menjalankan perusahaan yang benar-benar dimilikinya sendiri,” kata Haluk di Jayapura, Senin (15/7/2019).
KAP Papua hanya dapat menerima pengusaha orang asli Papua sebagai anggotanya. Haluk menyatakan yakin KAP Papua akan mampu menyeleksi perusahaan yang mendaftarkan diri untuk menjadi angota KAP Papua.
“Kami akan mudah mendeteksi mana perusahaan benar, dan [mana perusahaan] abal-abal. Sekali kami temukan [ada perusahaan pemodal dari luar Papua yang memakai nama orang asli Papua sebagai pemiliknya], akan kami black-listselamanya,”ungkap dia.
Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2019 (Perpres 17/2019) tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah untuk Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Aturan baru itu melonggarkan ketentuan lelang dan penunjukan langsung pengadaan barang dan jasa pemerintah di Papua, sebagai bentuk kebijakan afirmasi untuk membesarkan pengusaha orang asli Papua.
Pasal 12 ayat (1) huruf c. angka 2 Perpres 17/2019 itu mengatur bahwa pelaku usaha orang asli Papua bisa mendapatkan tender atau penunjukan langsung dalam paket pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa Lainnya yang bernilai paling sedikit di atas Rp1 miliar dan paling banyak Rp100 miliar. Pasal 12 ayat (1) huruf c. angka 3 Perpres itu menyatakan para pelaku usaha orang asli Papua juga berhak diseleksi dan ditunjuk langsung dalam paket pengadaan jasa konsultansi yang bernilai paling sedikit di atas Rp200 juga dan paling banyak Rp10 miliar.
Haluk menghimbau para pengusaha orang asli Papua tidak mudah tergoda berbagai upaya pemodal dari luar Papua untuk dijadikan “perusahaan bendera” dalam memenangkan berbagai tender pengadaan barang dan jasa pemerintah di Papua. “Pengusaha orang asli Papua jangan mudah dirayu hanya untuk mendapatkan Rp10 juta atau Rp20 juta. Tegakkan harga diri kita dengan mengatakan tidak kepada segala hal yang tidak benar,”ungkapnya.
Haluk berharap para pengusaha asli Papua yang memenangkan lelang atau mendapat penunjukan langsung pengadaan barang dan jasa pemerintah di Papua akan bekerja dengan tuntas dan profesional. Mereka harus menjaga nama baik para pengusaha asli Papua dengan menghindari pelaksanaan kerja yang tidak profesional atau tidak tuntas, dan menghindari pembuatan laporan fiktif.
“Kami KAP Papua tegaskan, mulai sekarang stop dengan mental [tidak profesional dan asal-asalan] seperti itu. Papua negeri kami, kami tidak akan diakui di negeri orang lain. Berbuatlah yang baik dan benar bagi negerimu, negeri kami, agar anak cucu kita dapat mengenangnya dan menikmatinya,” ungkap Haluk.
Dominikus Surabut, ketua Dewan Adat Papua mengatakan para pengusaha asli Papua harus membangun komitmen dan motivasi yang kuat untuk mandiri dan profesional. “Kalau [orang asli Papua] mendirikan perusahaan untuk membangun Papua, pasti mereka akan bekerja profesional dan tuntas. [Akan tetapi, jika mereka mendirikan perusahaan hanya untuk mengumpulkan uang, mereka hanya akan meminjamkan namanya untuk memenangkan tender di Papua], dan merasa cukpu dengan uang Rp10 juta atau Rp20 juta,” kata Surabut di Jayapura, Senin.(*)
Sumber: Jubi.co.id