Dalam hal ekonomi, Kuba memang hanyalah negara kecil. Tapi, dalam urusan pembangunan manusia, Kuba kejar-kejaran dengan negara maju.
Negara kecil di kepulauan Karibia itu sangat maju pesat dalam urusan pendidikan. Banyak pujian yang sudah disandang, termasuk dari Bank Dunia dan Unesco.
Bank Dunia menyebut sistim pendidikan Kuba sebagai yang terbaik di Amerika latin dan Karibia. Dalam Education Index, yang dikeluarkan oleh PBB sepaket dengan Human Development Index (HDI), Kuba masuk 50 besar.
Oleh Unesco, Education For All Development Index (EDI) Kuba mencapai 0,983, merupakan yang tertinggi di Amerika latin dan Karibia.
Apa yang membuat pendidikan Kuba melaju sangat pesat? Ini dia jawabannya:
Pertama, memberantas buta huruf hanya dalam 2 tahun
Begitu revolusi menang di tahun 1959, pemerintahan revolusioner di bawah Fidel Castro mewarisi sebuah negara yang tingkat melek hurufnya di bawah 60 persen. Artinya, hampir separuh penduduk Kuba saat itu belum melek huruf.
Sembilan bulan kemudian, tepatnya di tahun 1961, Fidel Castro memimpin kampanye pemberantasan buta-huruf. Tahun 1961 dikampanyekan sebagai “Tahun Pendidikan”.
Lebih dari 1 juta orang, umumnya anak-anak muda, dimobilisasi ke berbagai pelosok negeri untuk mengajar rakyat membaca dan menulis. Di tahun yang sama, 707 ribu orang mulai belajar membaca dan menulis.
Di akhir 1961, melek huruf meningkat menjadi 96 persen. Dan hanya 2 tahun kemudian, Kuba memproklamirkan diri sebagai negara yang merdeka penuh dari buta huruf.
Kedua, pendidikan gratis untuk semua jenjang pendidikan
Sebelum revolusi, tepatnya di bawah rezim diktator Fulgencia Batista yang sangat loyal kepada Amerika Serikat (AS), pendidikan merupakan sesuatu yang mahal di Kuba. Penyebabnya, pendidikan dijadikan ajang bisnis untuk menumpuk keuntungan.
Tahun 1961, Fidel Castro memutarbalik semuanya. Ia menasionalisasi semua sekolah, universitas dan lembaga pendidikan lainnya di Kuba. Semuanya dijalankan oleh Negara. Setiap anak di Kuba dijamin hanya untuk mendapatkan pendidikan gratis dan berkualitas.
Angka partisipasi sekolah meningkat drastis. Walhasil, hanya dalam tahun pertama revolusi, ada 300 ribu anak yang berhasil menyentuh bangku sekolah untuk pertama kalinya.
Tahun 2015, hampir semua anak usia sekolah dasar bisa mengenyam pendidikan dasar di Kuba. Dan karena biaya pendidikan gratis, tingkat putus sekolah di pendidikan dasar kurang dari 1 persen. Kemudian, 98,2 lulusan sekolah dasar melanjutkan pendidikannya ke sekolah menengah.
Untuk usia pendidikan usia dini (0-6 tahun), Kuba juga sukses luar biasa. Menurut UNICEF, 99,5 persen anak usia di bawah 6 tahun mengikuti pendidikan pra-sekolah.
Ketiga, fasilitas dan sistim belajar yang bagus
Di Kuba, karena diurusi langsung oleh Negara, ketersediaan ruang kelas tidak pernah jadi masalah. Setiap ruang kelas sekolah dasar di Kuba hanya di isi maksimum 25 murid. Rata-rata hanya 20 anak murid. Sedangkan untuk kelas di sekolah menengah, rata-rata hanya 15-20 murid.
Di Kuba, dari urusan seragam hingga buku gratis bagi semua anak-anak sekolah. Tidak hanya itu, setiap murid juga akan mendapat sarapan pagi dan makan siang yang bergizi, tanpa dipungut biaya sepeser pun.
Rata-rata sekolah di Kuba di buka jam 06.30 pagi dan ditutup 12 jam kemudian. Biasanya, 90 menit pertama akan dipakai untuk sarapan pagi dan bermain-main. Pelajaran baru dimulai pada pukul 8.30 sampai 12.30 siang. Kemudian, sebelum pulang, ada makan siang. Antara jam 14.00 sampai jam 16.00, murid-murid biasanya diperkaya pengetahuannya soal musik, kesehatan dan olahraga.
Meskipun negeri ini mengalami kesulitan ekonomi, tetapi tidak menyerah untuk menghadirkan komputer dan internet guna menunjang proses pendidikan. Di pelosok Kuba yang tidak terjangkau listrik, dibuatkan panel listrik agar komputer dan internet bisa hadir di sekolah.
Kurikulum pendidikan Kuba juga menarik. Sejak 1990, Kuba memperkenalkan sistim belajar “Dunia tempat kita hidup”, yang memadukan antara belajar di ruang kelas dan di alam raya.
Untuk pendidikan dasar, dari kelas 1-4, paling banyak adalah pelajaran menari, menulis, membaca, menjaga kebersihan, menjaga kesehatan, dan sejarah revolusioner. Setelah kelas 5 dan 6, mereka mulai diperkenalkan dengan ilmu alam, ilmu sosial, ekonomi, dan sejarah.
Keempat, pendidikan untuk semua
Sebelum revolusi, pendidikan Kuba sangat diskriminatif. Kaum perempuan, keturunan Afro-Kuba, kaum minoritas dan orang-orang desa sangat susah mendapatkan pendidikan.
Sebelum revolusi, tingkat buta huruf di kota hanya 11 persen, sedangkan di desa mencapai 40 persen. Namun, setelah revolusi, terutama setelah kampanye pemberantasan buta huruf, kesenjangan itu dihilangkan.
Di bawah slogan “pendidikan untuk semua”, pendidikan Kuba bisa diakses siapapun. Tidak ada diskriminasi dan kasta-kasta dalam pendidkan Kuba. Semua orang mendapatkan pendidikan yang sama dan berkualitas.
Kelima, tenaga guru yang melimpah
Salah satu investasi besar Kuba di bidang pendidikan yang juga menakjubkan adalah tenaga guru yang melimpah. Rasio guru-murid di Kuba terbilang yang tertinggi di dunia: satu guru untuk setiap 42 penduduk.
Anak-anak di Kuba bisa menikmati perhatian dan pengajaran terbaik dari gurunya. Sebanyak 88 persen ruang kelas di Kuba hanya diiisi oleh 20 murid. Kalau lebih, maka gurunya ada dua orang.
Untuk sekolah menengah, satu kelas maksimal 15 orang. Dan setiap guru didorong untuk menguasai semua mata pelajaran—kecuali pelajaran khusus, seperti seni, bahasa asing, dan lain-lain.
Di Kuba, ada “guru berjalan” yang akan dikirim ke rumah siswa yang tidak bisa hadir di sekolah karena sakit atau cacat.
Keenam, belanja sektor pendidikan sangat tinggi
Sejak revolusi hingga sekarang, belanja pendidikan tidak pernah rendah. Negara kecil di kepulauan Karibia ini membelanjakan 13 persen Produk Domestik Bruto (PDB)-nya untuk memajukan sektor pendidikannya.
Bahkan, ketika negeri ini dihantam krisis berat pasca runtuhnya Uni Soviet, Fidel Castro memilih memangkas belanja militer ketimbang pendidikan. Anggaran pendidikan tidak diutak-atik.
Sekedar perbandingan, AS hanya membelanjakan 5,4 persen PDB-nya untuk pendidikan. Kemudian Kanada 5,5 persen, Perancis 5,9 persen, dan Inggris 6,2 persen. Sedangkan negara-negara Skandinavia, yang menjadi kiblat kemajuan pendidikan, rata-rata membelanjakan 8,7 persen PDB-nya untuk pendidikan.
Ketujuh, keadilan gender
Di banyak negara, terutama yang masih tercekik patriarki, perempuan kurang mendapat akses pendidikan. Akibatnya, terjadi ketidakadilan gender dalam urusan pendidikan.
Tetapi Kuba tidak begitu. Sejak revolusi hingga sekarang, kesetaraan gender justru menjadi perhatian serius pemerintah. Termasuk dalam lapangan pendidikan.
Dari pendidikan dasar hingga pendidikan sekolah atas, perbandingan laki-laki dan perempuan seimbang. Pada tahun 2002, 62 persen lulusan universitas di Kuba adalah perempuan.
Sebanyak 65 persen pekerja profesional dan teknisi Kuba adalah perempuan. Sebanyak 51 persen peneliti ilmiah Kuba adalah perempuan. Dan 72 persen dokter Kuba adalah perempuan.
Sumber: berdikarionline.com