Hal tersebut di katakan Benediktus Bame, Ketua Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Jayapura St. Efrem. Sabtu, (1/6/2019).
Ia mengatakan Polda Papua harus perhatikan hal ini dengan baik dan serius, karena semakin banyak masalah penembakan, semakin tingginya ketidak percayaan rakyat untuk TNI-Polri di tanah Papua.
“kasus penembakan di Deyai dan juga Mappi membuat trouma rakyat sipil di Papua, bagi saya pendekatan aparat untuk menyelesaikan persoalan masih salah. Saran saya pihak aparat yang bertugas di Papua harus banyak membaca antropologi Papua biar mengetahui karakter orang Papua sehingga pendekatan untuk penyelesaian masak itu sangat mudah bukan asal main tembak,” kata Bame.
Lanjutnya, rakyat Papua juga manusia yang ingin hidup di atas tanahnya mereka, kami juga minta Polda Papua harus tegas untuk sikapi kasus ini dengan baik.
“Sampai kapan orang Papua hidup damai dan tenang, ini penembakan setiap saat selalu saja ada di Papua. Masalah yang kecil atau besar harus di tembak,” katanya.
Dengan demikian PMKRI Jayapura minta Polda Papua evaluasi kinerja Polsek dan Polres se-Papua.
Sementara itu di tempat terpisah Projo Kesukupan Timika, Papua yang bertugas di Kabupaten Deiyai, Pastor Santon Tekege Pr mengatakan sulit menciptakan kedamaian di Tanah Papua jika kekerasan masih terus terjadi di tanah Papua. Aparat keamanan di Papua diminta mengedepankan pendekatan dialog untuk menyelesaikan berbagai permasalahan di Papua.
Pernyataan itu dikatakan Pastor Santon menyikapi penembakan di Waghete, Kabupaten Deiyai pada 21 Mei 2019 dan penembakan di Distrik Fayit, Kabupaten Asmat, 27 Mei 2019. “Aparat keamanan, masyarakat dan semua yang ada di Tanah Papua ini mesti menciptakan perdamaian. Kalau ada masalah jangan diselesaikan dengan kekerasan tapi mengedepankan dialog. Ini sikap kami gereja,” kata Pastor Santon Tekege via teleponnya, Jumat (31/5/2019). (*)