Kebadabi artinya orang yang membuka jalan atau pembuka jalan, itulah nama yang diberikan oleh Masyarakat Adat Suku Mee dalam Tahbisan Imamatnya puluhan tahun lalu di Wakeitei (kini Kabupaten Deiyai), itulah nama adat Pater Neles Kebadabi Tebai, Pr.
Sebagai seorang Imam Katolik, Kebadabi seperti halnya Imam yang lainnya, telah bertugas di beberapa Paroki dengan tugas yang berbeda beda, pernah bertugas di Wakeitei, Epouto dan lainnya. Selain tugas sebagai imam Kebadabi juga membina umat dan para pewarta serta katakis.
Pertama kali berjumpa Pater ini pada tahun 1993 saat saya duduk di bangku SMA, beliau orang yang sederhana dan penuh senyuman, kami cerita hanya sebentar saja, sebagai anak Mee yang lahir di Wamena, saya kenal beliau dari seorang sahabat yaitu Jufri Bobi (Kini menjadi seorang Polisi di Nabire), yang kampungnya sama dengan Pater, yaitu Lembah Hijau Moanemani (LEHIM) di situ saya kemudian kenal orang yang oleh masyarakat adat Mee diberikan nama dalam upacara adat Gaupe (upacara adat pemberian nama dalam suku Mee).
Kebadabi
nama Kebadabi yang artinya pembuka jalan, kemudian menjadi nyata dengan satu jalan pertama Pater merupakan seorang Imam asal Suku Mee bahkan imam asal Papua, yang dikirim study keluar negeri oleh Keuskupan Jayapura, Strata duanya di Manila dan Strata tiganya di Roma, Italia. Kalau pastor awam sudah ada beberapa, yang dikirim sebelum Pater Neles, yaitu, Alm. Obeth Badii di Amerika Serikat dan Agus Alua di Belgia.
Situasi politik Papua berubah sejak tahun 1998, telah muncul berbagai kelompok saat itu, awalnya Kebadabi lebih memilih melanjutkan pendidikan namun tulisan tulisan tentang papua selalu ditulis di berbagai media baik media lokal, media nasional dan media luar negeri. karena itu kebadabi bukan hanya seorang pewarta tapi juga seorang wartawan.
Sepulang dari sekolahnya, terkait dengan situasi politik Papua, kebadabi mulai memaknai namanya kebadabi, dengan menjadi seorang pembuka jalan untuk terjadinya Dialog antara Papua dan Jakarta, bersama dengan Muridan, kemudian mendirikan Jaringan damai papua (JDP) kemudian telah menetapkan Juru Runding antara Papua dan Jakarta, yang sampai hari ini Jakarta belum mau berunding dengan Papua, dalam hal ini, Kebadabi telah membuka satu jalannya.
Pilihan dialog adalah pilihan yang penuh resiko, resiko yang saya lihat ada dua, pertama, dicurigai oleh Jakarta yang kedua adalah dicurigai oleh orang Papua sendiri. Terhadap Orang Papua, adalah resiko karena harus berhadapan dengan kelompok Papua lain yang mempunyai arah dan metode perjuangan yang berbeda tapi juga karena ego kelompok yang merasa kelompoknya yang benar dan paling hebat serta perasaan kelompoknya yang akan menghantarkan bangsa Papua untuk memecah sebuah kebuntuan politik. Resiko kedua adalah dicurigai oleh Jakarta, patut diduga Jakarta mencurigai bahwa dialog yang dimaksudkan oleh Kebadabi adalah hanya selimut sutra saja untuk membicarakan masalah politik, yaitu bicara Papua ingin merdeka secara politik menjadi sebuah negara merdeka, walaupun kebadabi telah menulis berbagai buku tentang sejumlah akar masalah dan solusi yang harus dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, TNI/POLRI serta swasta lainnya di Papua.
Konsistensi Kebadabi
Sebagai seorang Imam sangat menyadari akan resiko pilihannya, namun sebagai Murid Yesus, Kebadabi, dengan mencontoh Tokoh Yesus yang sabar menghadapi kaum farisi dan saduki, imam imam kepala serta pemerintah, Kebadaby tetap tenang serta konsisten dan menjalankan misinya yaitu Dialog Damai.
Sebuah pengalaman bersama Kebadabi adalah Pada tanggal 15 Agustus 2017, ketika saya ikut bersama Kebadabi beberapa Tokoh Papua kami bertemu dengan Presiden Republik Indonesia di Istana Merdeka. Kebadabi menjadi juru bicara kami saat itu, tidak ada hal lain yang ditekankan oleh kebadabi, beliau konsisten menyampaikan kepada Presiden bahwa perlu ada dialog antara Papua dan Jakarta.
Dialog haruslah dimulai dengan dialog sektoral, saya kemudian teringat sebuah diskusi dengan Kebadabi pada tahun 2015 di Nabire saat JDP mengadakan sebuah pertemuan, saya ingat betul tahapan tahapan dialog yang dimaksud oleh Kebadabi. Saat itu Kebadabi ditunjuk sebagai seorang moderator bersama dengan Wiranto dan Teten Masduki (Saat itu Kepala Kantor Sekretariat Kepresidenan). Dalam hatiku saya bangga karena orang Mee dan anak gunung yang ditunjuk untuk tugas penting ini, namun dalam hati saya juga bertanya ini maksudnya apa ini, ketika keluar ruangan pertemuan dengan bahasa Mee saya ungkapkan perasaan saya kepada Kebadaby, nauwai udoo gagano, aki kawitokegaikouko, (kaka saya rasa berat mereka tunjuk kaka itu) namun kebadabi sampaikan kepada saya itu pilihan Anepa (sebutan saudara bagi marga Gobai dengan Tebai), saya harus kerja demi orang Papua, supaya orang Jakarta paham benar kondisi dan permasalahan Papua, nanti orang Papua yang bicara saya hanya mediator saja.
Sepulang dari pertemuan Tim ini mendapatkan kritikan yang luar biasa dari berbagai pihak di Papua, namun Kebadabi tetap konsisten dengan pilihannya, disini jelas bahwa orang benar akan tetap jalan konsisten dengan pilihannya. Beberapa kali saya diundang Pater sebagai pembicara dalam dialog dan diskusi tentang beberapa bidang yang menjadi permasalahan yang dihadapi oleh Orang Papua disini saya paham bahwa Kebadabi orang yang konsisten, namun sayang janji yang diucapkan oleh Presiden Joko Widodo belum terealisasi sampai dengan Kebadabi meninggalkan kita menuju ke Lembah Hijau yang suci dan kudus.
Disisi lain konsistensi Kebadabi adalah mempersiapkan sejumlah orang yang adalah Anggota JDP dengan berbagai pelatihan agar mereka dapat menjadi juru damai dan dialog di daerahnya masing masing dan kelompoknya masing masing.
Kebadabi, Telah Memaknai Namanya
Saya memahami kaka Kebadabi telah menunjukan dirinya sebagai Yohanes yang berseru seru di padang gurun, untuk menunjukan jalan perdamaian atau jalan dialog, adakah orang di Indonesia yang akan mendengarnya dan yang penting adalah menjalankan seruan dari kebadabi seperti yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka.
Nauwai jadilah malaikat bagi kami agar mampu memilih apakah kami harus melanjutkan jalan yang telah engkau buka atau kah kami memilih jalan yang lain, Nauwai engkau telah menunjukan dirimu sebagai seorang kebadabi, nauwai koyaa uwi noo, bokai kouka edaya agiyo nako edaya kodoya, aki wagi wagi koka, ini utoma bokai doutote bage ka koya uwinoo nauwai (kaka selamat jalan, kalau meninggal itu bisa ditawar kami bisa bayar supaya jangan kami meninggal tapi masing masing punya waktu, kami semua orang yang menunggu waktu untuk kembali kepada sang khalik).
Persis di hari Pinggu palma kaka Pater kembali kepada Sang Khalik jadi selamat jalan, kaka pasti disambut dengan daun palma seperti Yesus di Yerusalem baru. (*)
Catatan, John NR Gobai.