Jakarta, nirmeke.com – Sanggar Seni Nafas Danau Sentani (NDS) dari Kampung Yokiwa Distrik Sentani Timur, menjadi peserta Konser Karawitan Anak Indonesia 2019 mewakili Provinsi Papua, yang digelar di Gedung Kesenian Jakarta, Jumat, 18 April 2019, pekan kemarin.
Sanggar NDS menampilkan perfomance bencana banjir bandang yang terjadi Kabupaten Jayapura, 16 Maret 2019 lalu.
Penampilan diramu dalam bentuk bunyi-bunyian serta lagu dan tari yang mengajak penonton mengetahui bagaimana bencana terjadi hingga evakuasi warga ke posko pengungsian.
Konser Karawitan Anak Indonesiai ini bertujuan mendorong generasi muda mengembangkan imajinasi dan kreativitas seni, terutama minat, untuk lebih mengenal, memahami, dan menghargai seni musik.
Sanggar NDS, yang berada dibawah binaan Aliakha Art Center (AAC), memberangkatkan timnya dari Sentani pada Kamis 18 April, terdiri dari 4 orang official, 2 penata musik dan 12 pemusik. Mereka yakin apa yang akan dipentaskan dapat menjadi sumber inspirasi bagi anak-anak di seluruh Indonesia.
Penampilan yang baru dua minggu dipersiapkan ini, kata Markus Rumbino sebagai penata musik, mengambil tema “Suara dari Timur“ dengan pengembangan bunyi-bunyian yang ada di sekitar lingkungan keseharian.
Misalnya, menirukan bunyi daun sagu yang tertiup angin, bunyi sungai yang mengalir, suara burung, serta nyanyian tradisional sejumlah daerah di Papua yang digabungkan dengan unsur gerak tari tradisional.
Memanggungkan banjir
NDS mendapat nomor urut ketiga setelah DIY dan Kalsel. Sebelum pentas, suasana riuh penonton sudah menggebu saat pembawa acara mempersilahkan tim Papua naik ke pentas.
Di atas panggung berukuran 8 X 12 meter itu, dibantu lighting yang redup, semilir bunyi dedaunan ditiup angin terdengar jelas. Diikuti bunyi reruntuhan bangunan, teriakan orang kesakitan, satu persatu penari memasuki pentas sambil merebahkan tubuh mereka.
“ Woiiii…..kam ada lihat sa bapa ka? “
“ Woiiii…..kam ada lihat sa mama ka? “
“ Woiiii…..kam ada lihat sa ade ka?
Demikian Abraham Deda, Flora Awoitauw, dan Kamasan Septinus berteriak. Tiga orang penari berputar–putar di arena pentas. Seakan mencari sesuatu.
Suasana makin mencekam oleh teriakan sejumlah penari, ditambah bunyi air dan reruntuhan bangunan seakan membawa bencana banjir bandang ke depan penonton.
Sayup-sayup terdengar alunan lagu oleh salah seorang penari diikuti oleh 12 penari lainnya. Semakin lama semakin keras membawa para penonton masuk dalam kekalutan drama pentas banjir bandang itu.
“ Wooo…. robhung phu, khuba-khua akhonye
Nau, fei, jo, wili, pha, phonye
Nau, fei, jo, wili, pha, phonye
Nau, fei, jo, wili, pha, phonye
Wla, hai, jo, hai mamphua, phonye
Wooo….huba nibhi randa hilomiyeunya
Aebheale phu, phu meayounye
Aebheale phu, phu meayounye
Aebheale phu, phu meayounye
Man, nibhi ronda ere meayeuwe
Khada fau, phu yearuyewiyewe ”
Yang bila diartikan bermakna: “Di gunung Cycloop air mengalir sangat deras, dari ujung timur guntur berbunyi dan kilat menyambar dan langit gelap gulita, kilat menyambar lagi akhirnya Cycloop mengeluarkan air sangat deras sehingga bencana alam terjadi di Kabupaten Jayapura khususnya di Sentani. Masyarakat adat pemilik wilayah adat melihat bencana alam yang terjadi di Sentani, air menghancurkan apapun yang ada di kota Sentani, sehingga semua yang telah hancur karena air terbuang ke danau Sentani dan mengakibatkan air danau meluap dan menenggelamkan rumah-rumah masyarakat yang tinggal di pinggiran danau Sentani”.
Dan gemuruh tepuk tangan penonton mengakhiri pertunjukan itu.
Saat pembawa acara menanyakan kepada salah satu penari pesan yang terkandung dari materi pementasan itu, Mikael Felix Awoitauw, mengatakan mereka hendak mengajak semua orang peduli lingkungan.
“Pesan yang ingin kami sampikan dari timur Indonesia adalah mari kita sama-sama jaga lingkungan dan alam sekitar kita dengan baik sehingga tidak lagi terjadi bencana alam,” ucapnya.
Yusuf Ohee, penata musik, mengaku sangat puas dengan penampilan anak didiknya. Karena dalam waktu singkat dan dengan keterbatasan fasilitas akibat kampung mereka terdampak banjir, anak-anak tetap berlatih dan menampilkan yang terbaik.
Koordinator AAC, Markus Rumbino, mengingatkan “Suara dari Timur” bukan hanya soal infrastruktur, fasilitas, dan pembangunan, “tetapi perilaku dan kebiasaan dalam tatanan budaya lokal yang penting diperhatikan oleh kita semua sebagai warga negara,” ujarnya.
Pesan Dirjen Kebudayaan
Acara konser dibuka oleh sambutan Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan.
Dalam pidato pembukaan Hilmar mengatakan perlu ada upaya pembinaan, pengembangan, perlindungan, dan pemanfaatan kebudayaan dengan dukungan seluruh masyarakat, secara berkelanjutan.
“Kita berharap anak-anak dapat bermain musik, mengembangkan karakter mereka sebagai anak pemberani, bangga, mengasah kehalusan budi, mampu menumbuhkan rasa tanggung jawab dan mandiri, mudah berinteraksi, serta membina ekspresi artistik,” ujarnya di hadapan ribuan anak-anak peserta Konser Karawitan Anak Indonesia yang datang dari 28 provinsi se-Indonesia itu.
Oleh sebab itu, menurut dia, dibutuhkan kerja sama di antara pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan berbagai instansi dan masyarakat. Salah satunya melalui penyelenggaraan kegiatan Konser Karawitan Anak Indonesia. (*)
Sumber : Jubi.co.id