Jayapura, nirmeke.com – Derektur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Provinsi Papua Aiesh Rumbekwan mengatakan banjir bandang yang terjadi berturut turut hingga menelan korban jiwa karena kurang adanya perhatian tentang isu lngkungan dari Pemerintah terkait.
Dalam surat Rilis Resmi WALHI Papua yang diterima oleh nirmeke.com pada Rabu (20/03/2019) tertulis Perubahan iklim global sedang melanda dan mengancam keberlanjutan kehidupan manusia dan species dimanapun di dunia, termasuk di Tanah Papua.
Karena laporan Panel Perubahan iklim (08/10/2018), menyatakan bahwa tahun 2017 Perubahan Iklim telah berada mencapai 1 derajad celcius dan akan terus melaju hingga melebihi target ambang batas (1,5 derajad celsius),” tegasnya.
Katanya, jika manusia belum merubah pola hidup dengan mengabaikan lingkungan. Salah satu penyebab yang akan terjadi perubahan iklim adalah deforestasi, kerusakan dan hilangnya tutupan hutan, dikarenakan perubahan alih fungsi hutan dan eskploitasi sumber daya alam, seperti usaha perkebunan, pembalakan kayu, pertambangan dan penggunaan energi kotor.
“Sehingga Aktifitas yang membahayakan manusia dan spesies ini ditimbulkan dari kebijakan negara dan kepentingan kelompok tertentu untuk memanfaatkan kekayaan alam secara tidak bijaksana dan tidak adil,” Tambahnya dalam tulisan.
lanjutnya, Dampak ekstrim dari perubahan iklim adalah terjadinya kelangkaan air, kekeringan yang ekstrim, atau sebaliknya terjadi curah hujan yang tinggi hingga terjadi banjir besar.
Dampak lainnya, meningkatnya konflik antara masyarakat dengan perusahaan dan pemerintah, pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia), meningkatnya konflik antara masyarakat dan satwa.
“Hari ini Papua terdampak dari adanya perubahan iklim dengan peristiwa banjir di beberapa daerah di Jayapura, Nabire dan Merauke. Peristiwa banjir bandang terjadi di Sentani, Kabupaten Jayapura, mengakibatkan korban jiwa meninggal lebih dari ratusan orang, korban, terjadi kerugian harta benda dan ribuan penduduk mengungsi, serta membawa dampak terhadap ekosistem setempat,” sambungnya.
Rumbekwan menyampaikan, Dampak tersebut pada gilirannya menjadi bencana bagi manusia.”Kami memandang peristiwa Banjir Bandang (BB), yang terjadi di Kabupaten Jayapura – Provinsi Papua (15/03/2019), adalah bukan peristiwa alam biasa,” terang Direktur WALHI Papua.
Menurutnya, Melainkan diduga adanya para pihak yang tanpa sadar bahkan sengaja mengabaikan lingkungan dengan alih fungsi lahan dan pembalakan untuk berbagai kepentingan.
“Dugaan ini ditandai dengan jumlah dan jenis kayu yang terbawa banjir serta dugaan lain adalah “17 tahun hilangnya tutupan pohon”, di wilayah Cagar Alam Cyclops.
Walhi Papua mengingatkan dan mendesak pemerintah saat ini agar nantinya / segera mengambil langkah mitigasi dan adaptasi untuk mengantisipasi bencana susulan atau yang bakal terjadi di kemudian hari.
“Sebab bencana seperti ini sudah pernah terjadi. Jika kembali terjadi (saat ini), memperlihatkan para pihak tidak sangat peduli menjaga dan memelihara lingkungan bahkan sebaliknya telah merubah fungsi pokok lingkungan ,”
Walhi Papua menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat agar ikut melestarikan dan melindungi lingkungan sehingga dapat terhindar dari ancaman perubahan iklim global – pemanasan global dan bencana (Banjir Bandang) yang meningkatkan kerugian yang sulit dipertanggungjawabkan oleh setiap kita.
Sementara beberapa waktu yang lalu, Jerat Papua dalam acara diskusi untuk mengadvokasi lahan yang dikuasai perusahaan menyimpulkan, telah membentuk tim Advokasi lahan
“Kegiatan kami sudah berjalan selama di hari, dan telah membentuk tim advokasi untuk 3 kelaster yang sekarang perusahaan sedang perusahaan melakukan kerja Tampa harga hak hak adat,” ujarnya
Tim tersebut terbentuk dengan tujuan, untuk mendesak pemerintah dan pihak perusahan harus ditegakkan kesepakatan-kesepakatan yang diambil
“kami mau desak untuk keadilan di tegakan, tidak bisa pemiliknya jadi tamu diatas tanah sendiri,” katanya.
Reporter : Teba Hisage
Editor : Agus Pabika