Jayapura, nirmeke.com – Puluhan mahasiswa Papua asal kabupaten Puncak Ilaga kota studi Makasar yang tergabung dalam Forum Solidaritas Mahasiswa Peduli Rakyat Puncak meminta kepada pihak PT. Dabi Nusantara dan PT. Puncak Mandiri untuk menurunkan harga tiker pesawat yang merugikan masyarakat.
“awalnya harga tiket normal pesawat Dabi Air Rp1,5 juta namun sekarang naik menjadi Rp2,5 juta per tiket dan untuk pesawat Puncak Mandiri yang awalnya Rp300 ribu sesuai anjuran bupati sekarang naik menjadi Rp2,5 juta hingga Rp3 juta,” katanya.
Hal tersebut disampaikan penanggung jawab aksi Nenggerek Kiwo melalui pers rilisnya kepada nirmeke.com. Kamis, (7/2/2019).
Dengan demikian, kata Nenggerak, mahasiswa asal kabupaten Puncak Ilaga menyampaikan tuntutannya kepada Pemerintah Daerah kabupatenPuncak Ilaga untuk segera menurunkan harga tiket dengan berkordinasi pihak-pihak yang terkait di penerbangan.
“Segera fungsikan Dinas Perhubungan agar transportasi udara dan darat agar punya legalitasnya jelas dan kami juga minta dengan tegas TNI-Polri stop menjual tiket illegal (Calo) dan memanfaatkan rakyat kabupaten Puncak Ilaga,” katanya.
Ia juga meminta kepada Pemda dan dinas perhubungan untuk segera prioritaskan putra daerah yang sudah selesai dalam berbagai bidang perhubungan untuk bekerja di instansi sesuai profesi mereka.
“Kami minta kepada bupati Wilem Wandik untuk menurunkan harga tiket pesawat penerbangan (perintis) lokal Papua yang di kelola oleh PT. Dabi Nusantara dan PT. Puncak Mandiri,” kata Nenggerak.
Sementara itu Demis Tabuni mahasiswa kota studi Makasar ini juga meminta kepada pemerintah kabupaten Puncak Ilaga diharapkan mengelola keuangan APBD 2019 dengan baik untuk kesejahteraan masyarakat terutama transportasi udara dan darat.
“Kami Mahasiswa Papua di Makassar berpandangan harusnya dengan adanya transportasi udara di kabupaten Puncak Ilaga bisa memudahkan masyarakat namun pada kenyataannya harga tiket yang ada saat ini sangat tinggi dan cenderung mempersulit masyarakat untuk menjangkau kabupaten Puncak Ilaga,” harapnya. (*)
Editor : Agus Pabika