Oleh; Soleman Itlay
Sebanyak 3000 orang non Papua menguasai Korowai. Mereka mendulang emas hingga merusaki lingkungan. Hutan sagu dan pepohonan sekitar ditebang habis-habisan. Hewan dan binatang melarikan diri jauh-jauh. Kali dan sungai berubah warna. Kesehatan masyarakat mulai terganggu. Sedikitnya 5 orang telah meninggal dunia.
Ratusan orang yang disebutkan diatas adalah rambut lurus, pedatang dari luar Papua. Mereka berasal dari Tanger, Bugis, Buton, Makasar, Toraja, NTT dan Jawa. Ada juga orag asli Papua. Namun sebanyak 95 persen didominasi oleh orang non-Papua. Orang Papua hanya 5% saja. Usia mereka berbeda-beda. Muda sampai tua ada semua disini.
Peran Halus Pemerintah Pusat
November 2017 lalu, mereka sudah mendapatkan informasi akan emas di Korowai. Dari situ mereka mulai ancang-ancang untuk datang. Sebelum datang ke wilayah ini mereka sudah pantau segala hal. Baik itu jalan masuk, kali dan sungai sekitarnya. Mereka masuk melalui tiga jalur, yakni; tranportasi darat, udara dan sungai.
Jalur darat mereka mengikuti jalan trans Yahukimo – Seradala, yang dibangun oleh pemerintah pusat. Jalan sungai mereka ikut dari Tanah Merah, masuk ke Yaniruma dan naik mengikuti sungai Dairam melalui Suator. Yang lain menggunakan Helipkoter Hevilift dan pesawat terbang Dominom.
Mereka yang menggunakan Helikopter Hevilift ini diturunkan di tengah-tengah hutan. Bakal di pinggir-pingir kali dan sungai, yang jauh dari pemukiman warga. Sementara mereka yang menggunakan pesawat, masuk dari Tanah Merah dan Dekai. Mendarat di bandara udara Danowage, di pinggir rumah pendeta Trevor Jhonson.
Infrastruktur yang dibangun oleh pemerintah pusat tersebut sangat memudahkan orang –orang ini. Mereka sangat beruntung dengan jalan trans dan bandara yang dibangun oleh SBY dan dilanjutan oleh Jokowi sekarang. Secara tidak langsung disini pemerintah berperan aktif. Pemerintah bermain halus untuk menghancurkan alam dan manusia Korowai.
Area Pendulangan Emas Korowai
Arena pendulangan emas sendiri secara geografis terletak di persimpangan antara Kabupaten Asmat, Boven Digoel, Mappi, Yahukimo dan Pegunungan Bintang. Tempat-tempat tersebut antara lain di sekitar Suator (Asmat), Yaniruma, Siriwage dan Danowage (Boven Digoel). Sementara untuk di Mappi di sekitar Amasu (Mappi).
Selain itu di Seradala, Brukmakot, Omakot, Siniburu (Yahukimo) dan Kawei (Pegunungan Bintang). Kondisi ini membuat masyarakat sulit mengantasi sendiri. Basis pendulangannya di kali-kali dan sungai, yakn; sungai Dairam, Kawe dan Brukmakot. Sebenarnya ada banyak tapi sementara itu saja dulu. Data lebih lengkapnya akan menyusul dari belakang.
Semua pihak perlu ketahui baik. Bahwa tempat-tempat tersebut adalah tempat dimana masyarakat sering mengonsumsi airnya. Dalam keseharian hidup, masyarakat minum air, mandi dan cuci pakai dari situ. Tetapi apa boleh buat? Kali dan sungai yang menjadi sumber kehidupan mereka kini berubah warna.
Warna air berubah orens. Atau sama dengan warna kali Buper Waena yang keluar di jembatan II, kuburan China baru kesana sedikit. Kejernian tempo dulu hilang sama sekali. Sekarang semakin bauh. Tentu sudah tercemar dengan racun kimia. Racun itu pendeta Trevor sebut “Merkuri”. Hari ini masyarakat sulit mendapatkan air bersih.
Debit air kehidupan pun makin kering. Makin kering karena pepohonan dan rerumputa pun anak-anak Pertiwi babat tanpa ampun. Sebagian minum dari kali dan sungai tersebut. Namun mereka cari air yang kelihatan jernih. Yang lain lagi minum dari telaga-telaga kecil dan kali-kali yang tidak layak minum.
Akibat dari ini, perlahan masyarakat pun mengalami kesehatan di samping kesulitan untuk mendapatkan air bersih. Amat berbahaya! Kalau minum disitu, masyarakat batuk-batuk dan gatal-gatal. Kulit-kulit mereka mulai berubah. Kehidupan, terutama kesehatan anak-anak kecil disana mulai buruk. Sangat memprihatinkan.
Buka itu saja. Hutan sagu yang menjadi pemasok makanan utama mereka terancam hilang. Hari ini, hutan-hutan sagu di pinggir-penggir kali dan sungai mulai dibabat habis-habisan. Anak-anak Pertiwi sangat biadab. Tidak berperikemanusian. Menentang sila-sila Garuda dan UUD 1945. Sungguh mematikan orang Korowai.
5 Orang Korowai Meninggal Dunia
Per Agustus 2018 ini, 5 orang penduduk asli Korowai dipastikan meninggal dunia. Mereka yang meninggal ini adalah kepala suku dan pemiliki dusun di sekitar area pendulangan emas. Penyebab kematiannya belum terindentifikasi baik. Keluarga korban melaporkan, para korban sakit tiba-tiba.
Kemudian meninggal dunia. Gejalanya, sakit kepala, gatal-gatal di seluruh tubuh dan lemas. Keluarga korban memiliki dua dugaan. Pertama, para korban sakit karena minum air dari kali dan sungai sekitar pedulanga emas. Kedua, para korban meninggal dunia karena mendapat racun lewat rokok, beras, supermie dan barang kios lain.
Soal kios itu benar adanya. Orang-orang rambut lurus sudah membuka kios di sekitar pendulangan emas. Masyarakat sering beli dan mengonsumsi barang kios disitu. Namun apakah mereka kenah racun benar, belum bisa pastikan. Tentu untuk memastikannya butuh data berdasarkan riset atau investigasi dim lapangan langsung.
Namun untuk semua pihak ketahui, perlu menyebutkan identitas korban. Mereka adalah: (1), Niko Yarik (anak tuan dusun) dan (2), istirinya, (3), Karolina Yarik (anaknya tua dusun), (4), Anaknya Yeremias Tembub dan (5) Kepala Suku. Publik perlu ketahui nama-nama mereka berdasarkan kenyataan hidup.
Orang Korowai pada umumnya tidak memiliki nama sejak lahir. Sebagian memiliki nama, tetapi itu kebanyakan orang-orang besar. Anak-anak kecil rata-rata tidak memiliki nama. Setelah misionaris, penginjil dan relawan kemanusiaan masuk belakangan ini baru bisa dikasih nama masing-masing.
Jadi, nama-nama korban diatas ditulis berdasarkan laporan di lapangan. Laporan yang dimaksud sudah ditulis dan disebarkan di media masa, anatara lain WhattAPP dan Facebook. Lebih jelasnya lihat dan baca dii dalam laporan yang dibuat oleh Pendeta Trevor Johnson. Beliau sudah shar di media sosial.
Jika tidak keberatan ataupun butuh informasi lebih lanjut, silahkan hubungi dia lewat Facebook bernama Trevor Jhonson. Bisa juga menghubungi Yan Akobiarik, ketua Komunitas Peduli Kemanusiaan Daerah Terpecil (Kopkedat Papua). Yan bisa dihubungi lewat Facebook dengan nama akun yang sama. Bisa juga hubungi penulis untuk melanjutkan informasinya.
Membentuk Tim Investigasi Terpadu
Tetapi kalau LSM atau instansi pemerintah memerluhkan data lebih akurat? Lebih baik membentuk tim investigasi terpadu. Lalu pergi turun lapangan. Setelah itu mengumpulkan data-data guna memastikan kebenaran informasi. Tim investigasi terpadu sangat penting untuk memastikan semu hal mengenai persoalan Korowai.
Bila perlu tim investigasi tersebut melibatkan aparat kemanan dan militer. Hal ini sangat penting untuk memastikan informasi yang diduga ada keterlibatan aparat keamanan dan militer (Kopassus) dalam pendulangan emas di Korowai. Investiigasi terpadu amat penting untuk meminimalisir “hoax”.
Mr. Trevor dkk sudah berbicara berdasarkan data. Jika semua pihak tidak puas, lebih baik membentuk tim investigasi segera. Berbicara berbasis data harus dibalas dengan berbicara berbasis data. Pendeta Trevor dkk sudah mulai bicara dengan data. Mana data kalian yang berkunjung ke Danowage?
Atau hadir untuk mengintimidasi saja. Kalau tidak ada data memilih diam saja. Jangan mengundang tawa di tanah air Papua. Nanti ketawa semua orang bisa menampar nama baik instansi. Jujur itu sakit kah? Tahunya menjadi “Mata-Mata” di balik “Tangan Besembunyi” alias “Bos Poroh Theo” di Tanah Merah.
*Penulis adalah Anggota Aktif Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) St. Efrem Jayapura, Papua.