Jayapura, nirmeke.com – Pengerusakan hutan terus terjadi secara masif di Papua terutama di bagian perbatasan wilayah seperti halnya terjadi di perbatasan Skouw RI-PNG.
Selain pengerusakan hutan ada juga penebangan pohon, pengambilan kayu yang di lakukan oleh masyarakat terutama warga non Papua yang sudah lama berdomisili di Skouw dan Moso.
Hal tersebut di katakan Agus Watapoa kepala kampung Moso, distrik Muara Tami, Jayapura kota. Senin, (28/01/2018).
“Kebanyakan yang rusak hutan ini warga non Papua yang sudah lama disini, mereka bekerja sama dan ada juga di ijinkan oleh kepala suku untuk bekerja,” katanya.
Lanjutnya, mereka di ijinkan bekerja di sini namun mereka merusak alam ini. Mereka tebang dan ambil kayu untuk di sengsor balok dan papan.
“Alam ini harus kita jaga dan sayang agar alam ini yang dapat menghidupkan kita namun kita sendiri dari satu atau dua kepala suku yang kasih ijin untuk mereka berarti sudah hancur,” katanya.
Akibat ulah ini, kata Agus, aktifitas di hutan seperti berburuh dan meramuh akan berkurang dan hilang karena hutan termpat berlindungnya binatang liar dan tumbuh-tumbuhan obat juga ikut musnah karena di hancurkan oleh mereka yang melakukan penebangan dan pengerusakan hutan.
“Kalau dibilang hutan adat seharusnya yang bekerja masyarakat adat (asli) bukan warga non Papua yang lebih banyak masuk keluar hutan menebang dan mengambil kayu,” katanya.
“Sesuai dengan kebudayaan kita orang yang masuk merusak hutan kami larang dan usir namun pencurian dan penebangan kayu tersebut terus terjadi,” katanya.
Sementara itu Kalvin, warga Skouw Sae menambahkan penebangan, pencurian kayu dan pengerusakan hutan di wilayah ini terjadi secara terang-terangan namun tidak ada tindakan tegas dari Pemkot Jayapura, dinas kehutanan dan TNI/Polri yang berjaga di bagian perbatasan.
“Hal seperti ini terjadi di depan mata namun ada semacam proses pembiaran oleh instansi terkait, kami harap ada tindakan tegas terhadap mereka yang merusak hutan tanpa alasan yang jelas,” katanya. (*)
Editor : Agus Pabika