Jayapura, nirmeke.com – Massa yang berasal dari Mahasiswa Anti Militerisme dan warga Papua yang tergabung dalam Front Persatuan Rakyat (FPR) Papua mendesak Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk turun tangan menuntaskan kasus di Nduga Papua.
Tuntutan ini disampaikan FPR dan Mahasiswa di depan Monas dan depan kantor Komnas HAM RI. Koordinator aksi, Ambrosius Mulait mengatakan, kondisi di Nduga saat ini sudah sangat memperihatinkan. Sehingga perlu langkah nyata untuk menuntaskan berbagai kasus kekerasan dan pelanggaran HAM di Nduga.
“Kami mendesak Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk melakukan intervensi penyelesaian kasus kemanusiaan di Nduga West Papua untuk menyelamatkan rakyat Nduga yang sedang mengungsi di hutan belantara, sejak 4 Desember 2018. Kami juga mendesak Pemerintah Indonesia segera mencari solusi daripada melakukan pendekatan militer yang hanya mengorbankan masyarakat sipil di Kabupaten Nduga pada Umumnya di Papua,” kata Amborisius Mulait.
Disamping itu, massa aksi juga menuntut kepada Presiden Joko Widodo untuk memerintahkan Kapolri Tito Karnavian dan Kapolda Papua agar menarik aparat gabungan TNI & Polri dari Nduga dan segera membuka akses jurnalis independen asing maupun nasional Ke Kabupaten Nduga dan Papua.
“Kami juga minta kepada aparat gabungan TNI/Polri untuk menahan diri dan menjamin hak hidup masyarakat sipil Papua di Nduga. Kami mengencam sseluruh tindakan represif aparat yang menembak mati ternak masyarakat, membongkar pintu gereja hingga merusak fasilitas perumahan warga sipil di Kabupaten Nduga,” lanjutnya.
Tak sampai di sana, massa aksi juga kembali menyinggung pernyataan Menkopolhukam Wiranto yang mengatakan tak ada pengeboman di Nduga. Wiranto dianggap telah melakukan pembohongan publik dengan mengatakan tak ada pengeboman. Padahal, aparat Militer menggunakan empat helikopter untuk melakukan pengeboman di distrik Mbua dan Yigi di Kabupaten Nduga.
Massa yang berorasi juga mengancam akan memboikot pelaksanaan Pilpres dan Pileg 2019 di West Papua jika Pemerintah Indonesia tidak segera menarik aparat militer dari Kabupaten Nduga. Dalam tuntutan ini, massa juga meminta Pemerintah menghentikan segala proses pembangunan infrastruktur di Nduga yang dianggap hanya membuat warga asli Papua mendapatkan tindakan kekerasan.
Sementara itu Pdt. Benny Giyai selaku Ketua Sinode Kingmi Papua mengatakan, ada pihak – pihak yang bermain dalam krisis di Nduga ini. Aksi yang digelar kali ini untuk mengingatkan pemerintah bawah mayoritas warga Papua trauma dengan kehadiran TNI/Polri di tahan Papua.
“Sebelumnya bulan Januari tahun 1996 terjadi operasi militer di Mapenduma penyanderaan, Presiden Soeharto dan Prabowo perintah untuk Operasi Militer maka banyak masyarakat yang melarikan diri ke hutan dan mati disana dan kejadian tersebut terulang di Nduga dan trauma tersebut muncul lagi di tengah masyarakat sipil,” kata Pdt. Benny saat dihubungi Jubi, Senin (21/1/2019). (*)
Sumber: tabloidjubi.com