Jayapura, nirmeke.com – Front Persatuan Rakyat dan Mahasiswa Anti Militerisme mengelar aksi di taman Aspirasi depan Istana Merdeka ( Monas) menyikapi peristiwa yang menimpah warga masyarakat di Nduga akibat kekejaman militer Indonesia terhadap warga sipil.
Aksi yang di lakukan di depan Monas tersebut dengan tema“Militerisme Adalah Pelaku Utama Pelangaran HAM Di Nduga-West Papua” yang di ikuti aktivis dan mahasiswa sebagai bentuk solidaritas mereka terhadap warga Nduga. Senin, (21/01/2019).
Peserta aksi Ikonius Waker menyatan Kami mahasiswa yang tergabung dalam Front Persatuan Rakyat dan Mahasiswa Anti Militeris telah, melakukan aksi di taman aspirasi depan istana Merdeka (Monas) karena banyak foto-foto dan video beredar di media sosial, dan informasi keluarga kami di Nduga menelpon bahwa posisi mereka sedang sekarat di hutan karena penyisiran, pengeboman yang dilakukan oleh aparat.
“akibat penyisiran di tiga Kampung sebagian rakyat sipil meninggal dan kami yang masih hidup sudah satu bulan di hutan untuk melindugi diri dari aparat yang melakukan operasi DOM besar-besaran dari tanggal 2 Desember 2018 hingga sekarang tahun 2019, masih berlangsung,” ceritanya.
aktifitas dan keadaan rakyat sipil di Nduga sangat memprihatinkan, semakin memburuk di hutan karena tidak ada makanan.
Sementara itu perwakilan mahasiswa Papua se-Jawa dan Bali Ambrosius Mulait menambahkan setelah bakar ban dan kardus peti mayat depan Istana presiden Kami melanjutkan aksi kami depan Komnas HAM sekaligus memfollow up laporan pengaduan pada tanggal 19 Desember terkait pengeboman di kampung Mbuah, Yigi karena waktu itu Komnas HAM berjanji akan membentuk tim independent namun tidak dilaksanakan sesuai janji 30 hari, padahal rakyat sipil di Nduga sedang sekarat di hutan membutuhkan pertolongan tim Independent, untuk mengatarkan sembako dan lainnya.
“Komisioner Komnas HAM menerima kami punya pengaduan terubdute terkait Mapenduma dan kami sedang menanyakan pengaduan awal namun Komisioner komnas HAM menyatakan kami sedang komunikasi dengan Komnas HAM di Jayapura dan aktifis HAM di Wamena untuk memastikan semua informasi yang beredar,” ceritanya.
Lanjutnya, dari Komnas HAM mengatakan dalam bulan Februari akan ke Wamena untuk mengecek informasi yang di sampaikan oleh kami. Dan kami menekan juga kepada komnas HAM segera menyurati Presiden Jokowi dan Kapolri Tito untuk segera menarik Militer dari Nduga karena diNduga bukan daerah DOM.
“Kami juga meminta kepada Komnas HAM segera menarik kembali stagmen pernyataan pada tanggal 5 Desember 2018 bahwa kejadian pembantaian pekerja di Nduga merupakan pelangaran HAM padahal Komnas HAM sebagai lembaga Independent tidak seharusnya melegitimasi pernyataan aparat dan pemerintah,” katanya. (*)
Editor : Aguz Pabika