Jayapura, nirmeke.com – Salah satu mahasiswa asal Paniai yang sedang mengenyam pendidikan di kota Gudeg, Yogyakarta telah memiliki bakat berbahasa Inggris sejak ia masih duduk di kursi SMA di Mimika itu telah mendirikan sebuah tempat belajar bahasa Inggris, Kamasan English Club (KEC).
Laki-laki itu namanya Yanuarius Toupapa Tatogo, mahasiswa jurusan Sastra Inggris pada sebuah perguruan tinggi swasta Yogyakarta. Pada tahun 2014 ia mulai mengajar bahasa Inggris dasar untuk organisasi mahasiswa Meepago yang bernama Ipmanapandode se Jogja-Solo di asrama Mahasiswa Dogiyai. Namun ini terhenti setelah satu bulan berlangsung.
Yanuarius menceritakan, saat itu tidak hanya dirinya akan tetapi Agustian Tatogo, alumni mahasiswa yang saat itu ambil jurusan Matematika pada sebuah perguruan tinggi swasta di Yogyakarta pun mengajar Matematika Dasar bagi mahasiswa Papua. Selanjutnya, tahun 2015 ia sering mengajak para mahasiswa untuk berdiskusi percakapan berbahasa Inggris di asrama Deiyai Woogada Wookebadaa Yogyakarta.
“Saat itu saya juga mengajar anak-anak SD di Kalasan, kompleks Universitas Gadja Madah (UGM). Juga saya pun ikut membantu Ronald Gwijangge saat dia mengajar mahasiswa Lapago di asrama Baliem Yogyakarta,” ujar Yanuarius Toupapa Tatogo saat berbicara dengan wagadei.com di balik selularnya, Minggu, (20/1/2019).
Atas sejumlah pengalaman tersebut, ia terpanggil untuk mendirikan sebuah tempat belajar bahasa Inggris bernama KEC. Menurut dia, Papuan English Club khusus speaking dipimpin oleh Bryan Sevianus Kasipka di Universitas Sanata Dharma kurang lebih satu tahun selama 2016-2017.
“Melihat banyak mahasiswa yang ingin belajar bahasa Inggris, maka muncul lah sebuah ide membuka komunitas belajar bahasa inggris dasar dengan diberi nama Kamasan English Club (KEC),” imbuhnnya.
Pemberian nama ini, lanjut Tatogo, mengandung makna tersendiri yaitu rumah kumpul para lelaki karena ia membuka tempat belajar itu di asrama Papua Kamasan I Jl. Kusumanegara 1.19 Yogyakarta.
Ia menjelaskan, dalam setiap pertemuan anggota KEC yang datang minimal lima dan maksimal 21 mahasiswa dan mahasiswi. Memang mahasiswa mau itu, hanya karena mereka memiliki kesibukan di kampus dan kegiatan ekstra kulikuler sehingga tidak selalu datang pada setiap pertemuan,” imbuhnya.
“Kami selalu belajar dua kali dalam seminggu . Biasanya hari Senin dan Selasa pukul 19.00 sampai 21.00 WIB di Aula atas Asrama Papua Kamasan I,” katanya.
Dirinya melaksanakan pembelajaran di asrama tersebut karena banyak pihak menganggu asrama itu tempat berkumpul orang-orang ‘kelompok merah’.
Ia mengaku , dalam melakukan pembelajaran itu, dirinya tidak pernah meminta biaya bahkan tidak punya syarat, asalkan hanya untuk membagi ilmu yang dimiliki kepada rekan-rekannya di tempat rantauan.
“Saya membuka ini hanya untuk membantu siapapun yang ingin belajar bahasa Inggris dasar. Dan sangat membantu bagi anggota karena tidak pernah meminta uang. Ini buka secara gratis saja,” tegasnya.
“Setelah saya mengajar hampir satu tahun, sekarang saya dibantu oleh Bryan Sevianus Kasipka, salah satu mahasiswa Pegunungan Bintang yang sedang menekuni jurusan Sastra Inggris di STB LIA di Yogyakarta dan Soruh Mahasiswa dari Timor Leste yang juga sedang mempelajari jurusan Sastra Inggris di Sanata Dharma,” ujarnya.
Ia menilai, dalam proses belajar tersebut para mahasiswa di daerah itu tidak memiliki semangat untuk belajar. “Hanya saja belum memiliki percaya diri, kefokusan dan berkomitmen,” ucapnya.
“Tetapi ada beberapa mahasiswa yang mulai memahami dasar-dasar bahasa Inggris. Tapi saya menyadari, seorang guru harus hadir menginspirasi dan memotivasi di banding mengajar teori bagi muridnya agar tidak patah semangat dan semakin hari semakin meningkat kepercayaan diri,” bebernya.
Ia berharap, peserta didiknya bisa meningkatkan dan memperaktekkan skill bahasa Inggrisnya di lapangan secara nyata. Sebab kelancaran berbicara bahasa Inggris tergantung pada setiap keaktifan praktek listening, writing, reading, speaking. Semakin banyak praktek maka semakin lancar pula.
“Bahasa Inggris itu alat komunikasi internasional sehingga di tuntut perlunya menguasai English menjadi hal yang mau tidak mau harus. Belum lagi kita sedang dan akan menghadapi berbagai masalah,” ungkapnya.
Maka ia merasa semua pihak yang masih di bangku kuliah dan yang pelajar perlu membekali skill bahasa Inggris. “Jika kita merasa bahwa Bahasa Inggris itu sangat sulit untuk dipelajari, ya benar tetapi kapan dan berapa lama anda mempelajarinya,” katanya seraya menambahkan seorang profesor saja masih belajar terus setiap harinya.
Ia melakukan hal itu lantaran siswa dan siswi di Papua sangat kelaparan bahasa Inggris sebab mereka ingin keliling dunia. “Mereka tak mampu bergerak tanpa uluran tangan yang iklas dan peduli dari kita, kita yang pernah sapa dunia luar,” katanya.
Ia meyakini bahwa kelak tempat belajar yang ia dirikan itu bisa bawa ke Papua agar menyegarkan generasi muda di Papua.
“Semoga ada para kelompok peduli pendidikan di bidang bahasa Inggris yang muncul sehingga kita bisa bangkitkan bersama,” pungkasnya.(*)
Sumber: Wagadei.com