*Oleh; Soleman Itlay
Anak-Anak Pertiwi di Korowai Papua
Sungguh perilaku anak-anak sangat mengecewakan. Menganggu keutuhan alam dan manusia. Sebagian besar keindahan hilang di tangan anak-anaknya. Paruh buah keturunan ibu segala yang hidup dihabiskan oleh singa, harimau dan serigala buah hatinya. Lihat saja satu kenyataan di Korowai. Anak-anaknya curi emas secara terang-terangan.
Pikir disini tidak ada tuan tanah? Sehingga datang dengan bersenang-senang. Mendarat diam-diam. Jalan menutupi niat dan target. Menyembunyikan identitas dengan label masyarakat sipil. Menyamar sebagai tukang bangunan dan wisatawan lokal. Membayar petugas bandara dan orang asli untuk amankan alat-alat perusak tanah, hutan, sungai, kali dan rumah-rumah hewan dan binatang liar.
Pikir disini tidak ada pemerintah daerah? Dinas yang mengurus surat menyurat. Mengontrol perutnya ibu kehidupan yang mengandung emas, tambang, batu bara, uranium, gaharu dan lainnya. Nafas-nafas yang memiliki kewenangan penuh diatas akar rumput. Ciptaan Tuhan yang mengatur kebijakan tentang pepohonan dan beserta segenap keindahannya. Sehingga menginjak kaki tanganmu.
Masuk dengan bekal beras, super mie, garam, veksin, parang, linggis, sekop, handphone dan uang. Semua ini dijadikan sebagai alat dan bahan untuk memberikan kepada masyarakat yang tidak tahu menahu dengan harga dan nilai emas, tambang, dan gaharu di pasar. Mereka bermain dihadapan masyarakat seperti Soekarno dan Soeharto yang bikin gunung Nemangkawi hari ini.
Bertingkah seperti orang baik dan tulus. Mengeluarkan kata-kata yang manis hingga masyarakat merasa nyaman. Menipu dengan bahasa kering. Memberikan janji untuk membangun sekolah dan membiayai anak-anak asli. Mengulurkan tawaran untuk bangun rumah untuk masyarakat. Menawarkan pembangunan rumah sakit, seolah-olah benar.
Mereka menipu kaum pemilik tanah air dan hutan seperti Soeharto dan Alen Dulles (mantan pimpinan CIA) menipu orang Amungme dan Kamoro, pemilik gunung yang hingga detik ini PT. Freeport Mc Moran eksploitasi tambang, emas dan uranium. Gaya anak-anak Pertiwi ini sama dengan leluhur Indonesia. Mereka memanfaatkan keterbatasan pengetahuan dan informasi masyarakat.
Semua tipu muslihat mereka diucapkan di alam raya Korowai. Mereka meniru permainan busuk alah Soekarno dan Soeharto. Menipu di muka umum alam kehidupan. Cara menipu mereka seperti Joko Widodo menipu orang Papua di stadion Mandala pada tanggal 27 Desember 2014. Jokowi berjanji untuk menyelesaikan pelanggaran HAM (Paniai berdarah), tetapi kini tak kunjung nyata.
Bedanya, Jokowi berjanji ruang terbuka. Sementara anak-anak pertiwi di Korowai membuat janji di hutan. Perbedaan lain, Jokowi berjanji untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM. Namun mereka ini berjanji untuk bangun sehata, rumah sakit, sekolah hingga menyekolahkan anak-anak di tempat pendulangan emas secara illegal.
Ibu Pertiwi membina anak-anak ini bagaimana? Soalnya, perilaku mereka busuk. Mereka masuk diam-diam di tanah air kehidupan dunia. Tunas harapanmu kesini memang persis gengster pencuri. Bila dicerna baik? Mereka bukan lagi seperti itu. Tetapi perilaku mereka lebih dari pencuri. Juluki saja perusak dan pembunuh. Julukan itu tepat untuk anak-anak Pertiwi.
Karena mereka merusak tanah, hutan, sungai, kali dan masih banyak lagi. Mereka telah menghilangkan segala jenis hewan dan binatang. Ruang gerak burung-burung, ikan-ikan, ular-ular, kus-kus, dan lainnya makin sempit. Pohon-pohon tebang tanpa ampun-ampun. Rerumputan dibabat habis-habisan. Pohon-pohon sagu yang menjadi makanan utama bagi penduduk setempat, satu per satu mulai musnah.
Bukan termakan bencana alam, seperti longsor atau banjir bandang. Tetapi sagu beserta makanan pelengkap lainnya, seperti pisang dan pohon-pohon yang menghasilkan buah-buahan pun ikut dibabat atau ditebang habis-habisan. Selain itu, sumber air minum semenjak anak-anak Pertiwi masuk mulai kabur. Kali dan sungai di dataran rendah, Korowai makin hari tidak layak dikonsumsi.
Telaga dan kolam-kolam alam rentan tercemar karena aktivitas illegal logging tambang, emas dan gaharu. Rumah pohon atau rumah tinggi orang Korowai yang dikenal di dunia terancam, akibat pohon-pohonnya ditebang oleh perusahan-perusahan. Sumber makanan dan protein suku Korowai berapa tahun ke depan bisa hilang, karena eksploitasi sumber daya alam ini.
Tanah air dan hutan Korowai adalah sumber kehidupan. Suku-suku di wilayah Korowai bergantung pada tanah, hutan dan air. Mata pencaharian mereka disitu. Tetapi kalau anak-anak Pertiwi merusak tanah air dan hutan, berarti sama saja mereka membunuh orang-orang di rimbah Korowai. Operasi illegal logging itu, sama dengan anak-anak Pertiwi memutus harapan hidup orang asli Papua di wilayah ini.
Hingga hari ini, aktivitas anak-anak Pertiwi masih berlanjut. Sementara itu, pendapatan sagu dan hasil buruan di hutan semakin berkurang. Tidak hanya itu. Sekarang, masyarakat adat di wilayah persimpangan kabupaten Asmat, Boven Digoel, Yahukimo, dan Pegunungan Bintang ini mulai mengeluh. Karena sumber mata air tertentu perlahan tercemar bahan-bahan kimia.
Aktivitas illegal logging ini memiliki dampak besar. Ancamannya pada tanah, air, hutan manusia. Khalayak setempat bisa mendapatkan sakit. Tanah menjadi kering. Air dapat tercemar. Sementara manusia rentan terserang berbagai penyakit. Semua ini berpotensi menimbulkan penderitaan panjang bagi suku-suku di Korowai. Dampak paling berbahaya adalah kalau pribumi Korowai meninggal gara-gara aktivitas illegal logging dari anak-anak Pertiwi.
Oleh karena itu, semua orang harus berperan aktif untuk mengatasi persoalan di Korowai. Anak-anak Pertiwi, yang melakukan operasi tambang, emas dan gaharu di Korowai segera diatasi. Selain itu, rencana masuknya kelapa sawit di Korowai harus diproteksi segera. Bila perlu pemerintah daerah dan masyarakat adat setempat bersatu.
Kemudian selamatkan sumber daya alam kehidupan di Korowai. Para illegal logging harus diarahkan keluar sampai bersih dari tanah, air dan hutan Korowai. Hal ini perlu dilakukan demi kehidupan dan keselamatan suku-suku Korowai. Semua perusahan yang melakuan aktivitas tidak memiliki ijin. Jadi, pemerintah perlu menertibkan penambangan liar di area Brukmakot, Omakot, Dairam, Danowage dan sekitarnya.
*Penulis adalah Anggota Aktif Perhimpunan Mahasiwa Katolik Republik Indonesia 9PMKRI) St. Efrem Jayapura, Papua.