Jayapura, nirmeke.com – Solidaritas peduli rakyat Nduga dan Mahasiswa Nduga kota studi Jayapura mendesak kepada pemerintah republik Indonesia untuk membuka akses terkait kondisi terakhir di wilayah Ndugama yang dikuasai oleh pihak keamanan TNI/Polri.
Eir Gwijangge selaku ketua Tim solidaritas kemanusiaan peduli rakyat sipil Nduga kepada wartawan mengatakan situasi penembakan yang dilakukan di distrik Digi terhadap karyawan oleh TPNPB pada 2 Desember 2018 hingga saat ini darurat sipil. Selasa, (11/12/2018), Abepura, Papua.
“Tangapan intruksi yang datang langsung dari pemerintah pusat, presiden dan wakil presiden republik Indonesia dan mentri pertahanan untuk menumpas kelompok TPNPB hingga saat ini operasi militer masih terus terjadi terhadap warga sipil,” katanya.
Sehingga Gwijangge berharap Pemda Nduga dan pemerintah pusat duduk kembali dan mempertimbangkan kembali cara-cara yang dilakukan tidak sesuai dengan nilai kemanusiaan oleh kebrutalan pihak TNI/Polri yang melakukan operasi militer.
“Kami harap semua pihak untuk melihat kembali situasi Nduga terutama pemerintah pusat untuk menarik TNI/Polri yang melakukan operasi disana.
Pemerintah pusat dan Pemda Nduga harus melihat situasi dengan melakukan dialog sehingga ada solusi lain terkait masalah di Nduga karena korban sipil hingga saat ini terus bertambah 12 orang meninggal dunia akibat operasi militer yang dilakukan pihak TNI/Polri.
“Mereka ini ditembak melalui serangan udara di 6 distrik. Seharusnya pemerintah indonesia sudah melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap warga sipil yang tidak tau apa-apa, karena serangan yang di lakukan tersebut tidak mengarah kepada kolompok TPNPB Egianus Kogoya dkk namun mengarah ke warga sipil yang tidak berdosa,”
Akibat ulah ini masyarakat Nduga harus mengungsi ke hutan-hutan hampir 150 ribu orang, sehingga dengan tegas mengecsm tindakan anarkis yang di lakukan pemetintah republik Indonesia melalui TNI/Polri saat ini.
“Kami juga berharap ada kesepakatan Pemda Nduga dan pemerintah pusat agar membuka akses ke 6 distrik supaya kami bisa bertemu dengan mereka. Disana ada orang tua kami, adik-adik kami jadi kami tidak bisa tidur,” katanya.
Pemerintah pusat diminta cabut semua operasi militer di kabupaten Nduga, kalau mau berhadap sama Egianus Kogoya dan pasukannya ambil medan tempur dan selesaikan bukan membombardir sembarang di tengah penduduk sipil.
Sementara itu Remes Ubruangge ketua DPC se Indonesia Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Nduga kota studi Jayapura dengan tegas menyampaikan kepada Jokowi dan pimpinan TNI/Polri yang masih melakukan operasi militer di 3 distrik induk dan 9 distrik pemekaran kabupaten Nduga untuk menghentikan segala aktifitas yang hanya membuat trauma masyarakat sipil.
“Pemprov Papua, DPR Papua, MRP, Komnas HAM Papua dan pemerintah kabupaten Nduga segera ambil kangkah untuk segera membuka akses ke distrik yang sedang terjadi serangan demi penyelamatan warga sipil yang terjebak di wilayah pertempuran,” tegasnya.
Ia menambahkan sampai saat ini akses untuk mengetahui keadaan mereka sangat sulit sekali dan tertutup sehingga kami tidak bisa memastikan mereka tidur dimana, bagaimana kondisi orang tua kami, mereka makan apa? Karena dari pantauan kami belum ada satupun bantuan logistik berupa makanan yang di berikan kepada warga sipil.
Sementara itu perwakilan perempuan Feronika Nirigi berharap pemerintah Nduga dan pemerintah pusat harus tutun tangan untuk melihat langsung kondisi lapangan memastikan tidak ada korban warga sipil yang terjadi lagi dan menambah trauma masyarakat Nduga dengan sikap arogan pihak keamanan.
“Kami mohon kumpulkan semua warga sipil pada satu tempat jangan menambah trauma kepada orang tua dan adik-adik kami disana yang tidak tau apa-apa,” harapnya sambil mencucurkan air mata. (*)