Jayapura, nirmeke.com – Ilmu jurnalistik sudah duduk dan jurnalistik itu menyampaikan fakta, pergi ke lapangan dan ada teknik-teknik tertentu yang harus di lakukan agar bagaimana supaya meningkatkan pengetahuan ilmu jurnalistik lebih lanjut karena kita tahu jurnalistik itu sendiri ilmunya sangat banyak.
Hal tersebut di katakan Syofiardi wartawan senior ketika di wawancarai nirmeke.com beberapa waktu lalu terkait pandangannya terkait jurnalistik untuk para wartawan muda Papua.
Syofiardi menambahkan dengan menambah ilmu jurnalistik lebih lagi hal tersebut akan meningkatkan hasil outputnya yang baik di media yang di kelola oleh anak-anak muda Papua sesuai undang-undang pers di Indonesia seperti halnya media Jubi dan Suara Papua.
“Disini ada dua hal terutama anak-anak Papua bisa belajar jurnalistik, dia bisa meningkatkan kualitas. Media Jubi sendiri sebagai media Papua sehingga bisa di terima oleh kalangan yang lebih luas,” ujar anggota AJI Indonesia ini.
Katanya, Isu-isu yang dimiliki Jubi memiliki kekhasan tersendiri dibanding media umum, terutama media-media yang berpikir media pada umumnya.
“media bisnis mereka akan melihat bagaimana membuat berita yang beruntung kalau di online banyak kliknya, berita yang penting menarik tetapi jubi memiliki kekhasan sendiri yaitu sebagai media untuk memperjuangkan masyarakat Papua sendiri, masyarakat adat.”
Media pro rakyat di perlukan SDM profesional
Kita tau sendiri di Indonesia ini bahkan di dunia, masyarakat adat atau masyarakat asli selalu tersingkirkan oleh pembangunan.
“pemerintah selalu pronya kepada pembangunan-pembangunan sehingga yang terabaikan itu adalah lingkungan, budaya setempat, tanah-tanah hak wilayat,”
Sehingga kata Syofiardi, masalah seperti ini tidak pernah terakomodir di media umum dan dengan adanya media seperti Jubi dapat menjadi alternatif untuk mengawal aspirasi mereka
“saya mengangapnya sebagai media alternatif yang akan lebih banyak mengakomodir pandangan-pandangan dan pendapat, kondisi masyarakat asli itu akan memberikan keberimbangan informasi dari media umum oleh media yang pro ke masyarakat asli,” kata Syofiardi yang juga redaktur cetak koran Jubi di Jayapura.
Tetapi untuk memberitakan itu, kata Syofiardi wartawan tidak bisa sembarangan, tidak mungkin memberikan opini dan itu harus di lakukan dengan profesional karena itu SDMnya harus di latih terus-menerus karena kita tau jurnalistik itu ilmunya banyak, luas pelatihannya harus terus menerus pula.
Cerita Syofiardi, Pelatihan-pelatihan seperti ini harus di lakukan dengan sangat bagus dan baik. Teknik-teknik semua di pelajari kemudian kualitas berita, kualitas foto dan kualitas pemberitaan agar semakin bagus dan itu akan memunculkan berita-berita yang bisa diperhitungkan, yang bisa mempengaruhi masyarakat, bisa memberikan pandangan kepada pemerintah juga terkait kebijakan-kebijakan pro kepada masyarakat asli.
“Saya melihatnya lebih kepada kepentingan masyarakat adat sendiri bukan kepentingan Jubi dan wartawannya tapi lebih kepada kepentingan orang Papua secara keseluruhan bahkan tidak orang Papua saja tetapi masyatakat asli di daerah-daerah lain di indonesia apakah itu Kalimantan, Mentawai, Nias mereka ini mulai tersingkirkan karena semua pro ke pembangunan dan suara-suara masyarakat asli jarang di angkat (liput) di media pada umumnya dan itu yang di lakukan oleh Jubi dan Suara Papua,” katanya.
Kehadiran media seperti Jubi dan Suara Papua ini akan sangat membantu masyarakat asli dan kuncinya adalah di SDM wartawannya sendiri. Dengan wartawan yang handal, yang bisa di percaya hasil liputannya membuat pemberitaan Jubi bisa berpengaruh juga.(*)
Editor : Admin