Jayapura, nirmeke.com – Bicara Papua Merdeka itu bagian dari hak berekspresi dilindungi udang-undang pasal 28 tahun 1998 tetang menyampaikan pendapat. Koruptor dan Kelompok radikal dilindungi, hanya bicara Papua merdeka yang dijamin oleh hukum nasional tentang hak sipil dan hak politik di tangkap dan di tahan.
Hal tersebut di sampaikan Ones Suhuniap Sekjen Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Pusat kepada Jubi. Senin, (24/9/2018), Jayapura, Papua.
Kata Ones, Pemerintah dan Kepolisian takut kepada Pimpinan kelompok radikal seperti, FPI, koruptor, bisinis minuman keras, perampasan tanah adat, pencuri kayu ilegal dan kasus Paniai berdarah 8 desember 2014.
“Polisi tidak pernah mengusut tuntas pembunuhan orang Papua melalui metode tabrak lari dilakukan oleh OTK terus berkeliaran di Papua. Namun hanya memposting video anak kecil bicara Papua Merdeka bagian dari hak berekspresi dijamin oleh undang-undang anak umur lima tahun itupun ikut ditangkap di Timika,” katanya.
Ia mengatakan penangkapan, pengerebekan dilakukan pada malam hari seperti teroris. Dimana undang-undang perlindungan anak, polisi harus tau aturan hukum jangan seperti preman.
“Tindakan kepolisian tidak dapat dibenarkan. Ini negara demokraai, Indonesia sudah mereformasi tentang hak setiap orang berekspresi, sekarang bukan lagi jaman orde baru dan orde lama,” tegasnya.
Sebelumnya, Polres Mimika mengamankan seorang warga berinisial AY, yang merupakan pelaku pembuat video Papua Merdeka dan menjadikan seorang anak kecil sebagai objek dalam video yang dibuatnya tersebut. Akibat perbuatannya, AY dikenakan pasal 45a ayat 2 UU ITE Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU ITE Nomor 11 Tahun 2018, yang mana menyebutkan, setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayal 2.
Sementara itu Orgenes warga kota Abepura mengatakan berani orang asli Papua kibarkan bendera Bintang Kejora, Berarti Langsung dikejar, ditangkap, dipenjarakan tanpa proses Persidangan, bahkan banyak yang langsung dibantai.
“Kebebasan berekspresi untuk orang asli Papua benar-benar di bungkam. Tapi untuk Bendera “Taulid” ada pengecualian ya? Sudah ada saksi, sudah ada barang bukti, kenapa ada pembiaran?,” katanya.
Sebelumnya anggota komisi bidang politik, hukum dan HAM DPR Papua, Emus Gwijangge kepada jubi mengatakan aksi penangkapan pada mahasiswa Papua yang hendak melakukan aksi demontrasi dan penangkapan-penangkapan lainnya akan memberikan tekanan psikologis bagi orang asli Papua (OAP).
Gwijangge memahami kepolisian memiliki tugas untuk menjaga keamanan dan ketertiban, tapi ia meminta setidaknya saat melakukan tugas sesuai aturan UU yang berlaku dan SOP.
“Jangan semua masalah dilihat dari sisi politik,” kata Emus.(*)
Editor : Admin