Oleh : Maiton Gurik
WACANA Pembuatan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) tentang Kartu Tanda Penduduk (KTP) lokal ala Orang Asli Papua (OAP) oleh Pemerintah Provinsi Papua (Gubernur Papua; Jumat/26/11/), didukung oleh salah satu anggota Fraksi Demokrat DPR Papua, Thomas Sondegau; Selasa, 30/10/).
Secara filosofis wacana pembuatan perdasus KTP lokal ala orang asli Papua ambigu dan absurd, tidak berdasar pandangan hidup dan kesadaran hukum masyarakat Papua. Secara sosiologis perdasus KTP lokal ala orang asli Papua dilihat tidak memenuhi semua kebutuhan masyarakat Papua — masyarakat yang penulis maksud adalah masyarakat orang asli Papua dan non-Papua yang ada diwilayah hukum Pemerintah Provinsi Papua.
Disegi yuridis wacana pembuatan perdasus KTP lokal ala orang asli Papua tidak mempertimbangkan aturan yang telah ada (baca: UU Nomor 23 tahun 2006 tentang Adminitrasi Kepedudukan). Undang-undang nasional tersebut, tidak ada pasal yang mengiakan untuk pembuatan KTP lokal ala Kabupaten/Kota Provinsi yang ada di Indonesia, termasuk Provinsi Papua.
Sementara, UU Nomor. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua juga tidak ada pasal yang berbicara tentang pembuatan KTP lokal ala orang asli Papua (mengikat). Yang ada hanya Pemerintah Daerah diijinkan untuk membuat Perda dan Perdasus sesuai dengan kebutuhan daerah, tetapi tidak disebut lebih spesifik kepada objeknya (baca: Perda Provinsi Papua Nomor. 9 Tahun 2009 tentang Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Khusus).
Pertanyaannya? KTP lokal ala Provinsi Papua itu buat siapa? Kalau dibuat untuk hanya mengetahui berapa jumlah orang asli Papua? Dimana kerja-kerja Dinas Cacatan Sipil dan Kepedudukan, selama ini? Bagaimana dengan nasib warga non-Papua yang lama dan hidup lahir besar disana? Sementara disatu sisi, “..saudara-saudara para pendatang melayu/migran, anda tidak dilawan dan anda tidak diusir.
Anda sahabat kami. Anda sudah kami terima untuk hidup dan tinggal bersama kami diatas Tanah milik dan leluhur bangsa West Papua..” (Socratez Yoman: Artikel; 26/10/2018). Penulis mengutip tulisan Socratez Yoman ini sifatnya mengikat terhadap wacana Pemerintah Provinsi Papua membuat Perdasus KTP ala Orang Asli Papua.
Oleh karena itu, bagi penulis wacana pembuatan produk politik tentang KTP ala orang asli Papua merupakan wujud kegagalan Pemerintah Provinsi Papua mengimplementasikan aturan nasional yang telah ada. Membuat peraturan daerah (Perda) atau Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) diluar dari aturan nasional merupakan pemerintahan yang “menyimpang”.
Kekuasaan yang dikelola oleh pemerintahan yang “menyimpang” adalah wujud kegagalan berpikir. Semakin banyak peraturan daerah itu dibuat, masyarakat semakin tidak percaya dengan eksistensi pemerintah dalam menjalankannya. Semakin banyak berwacana, semakin terlihat kedunguan Pemerintah dipelihara. Pemerintah itu hadir untuk memproduksi produk politik yang benar-benar berpihak dan tidak absurd.
Pemerintah ada untuk mendidik masyarkat melaui aturan yang sifatnya menolong dan bukan membuat masyarakat dijajah dengan perbanyak produk politik. Salah satu, pemerintah yang baik adalah pemerintah yang konsisten mengoptimalkan sensus penduduk melaui dinas terkait (capil). Barulah, didata dan dilihat identitasnya melalui KTP yang ada (KTP nasional).
Entah, itu dari namanya, marga dan tempat tanggal lahir bisa dapat dilihat dengan jelas. Jadi, bagi penulis saran kepada DPR Papua dan Pemerintah agar optimalkan kerja-kerja Dinas Cacatan Sipil dan Kependudukan di seluruh Kabupaten/Kota Provinsi Papua.
Oleh karenanya, bagi penulis wacana pemembuatan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) tentang KTP ala Orang Asli Papua, sebaiknya dibatalkan dan eksistensi secara filosofis tidak ada sama sekali justru malah membuat sebagian masyarakat Papua tidak konsisten dengan produk politik yang dibuat tanpa riset secara defacto.* Semoga!
Sumber: www.kompasiana.com