Jayapura, nirmeke.com – Denis Koibor kembali lagi menegaskan bahwa perahu Wairon yang disebut-sebut juga sebagai perahu dagang oleh masyarakat Biak adalah salah persepsi dan di pengaruhi juga dengan bacaan literatur Belanda.
Hal tersebut di katakan Denis Koibor pemimpin pelayaran perahu Wairon yang juga sejarawan Papua lulusan Antropolog Universitas Cendrawasih Jayapura angkatan 2003. Senin, (8/10/2018), Jayapura, Papua.
Ia mengatakan dalam literatur Belanda juga yang mengatakan tentang perahu Wairon. Padahal yang di maksud dengan perahu Mansusu adalah perahu yang memiliki dua muka atau haluan perahunya ada dua baik depan dan belakang multi fungsi.
Kata Denis, orang semua terhanyut dalam persepsi bahwa perahu Wairon itu perahu dagang. Wairon itu lama di dalam kebudayaan Biak baru orang mulai menghadirkan perahu Mansusu karena di lihat dari mite-mite orang Biak tidak mengenal perahu yang lain selain perahu Wairon karena Wairon menceritakan tentang adat, budaya perang, membunuh, mambri itu semua ada dalam kisah Wairon itu.
“Sama halnya dengan orang Biak punya parang pendek dan parang panjang saat di ancam pasti akan mengunakan apa yang ada di tangannya baik itu parang pendek atau parang panjang, sama halnya dengan perahu Wairom dan perahu Mansusu bisa pake berdagang dan bisa pakai untuk berperang,” katanya.
Kata Denis, perahu Mansusu itu orang lebih cenderung pakai karena tingkat efektifitasnya lebih dari Perahu Wairon hanya dalam hal memutar perahu saja. Dia efektif hanya karena bisa memutar, bukan dia punya kelebihan lain.
“Contohnya saat perang Wairon tidak bisa putar karena akan terkena ombak sehingga mudah di serang lawan, tidak dengan perahu Mansusu yang bisa di gunakan dari dua arah sehingga bisa cepat lolos dari para musuh sehingga orang lebih cenderung melihat Mansusu sebagai perahu perang dari tingkat kegunaan lebih banyak sehingga terkesan Mansusu sebagai perahu Perang.”
Ada orang yang mengatakan bahwa perahu Wansusu perahu perang itu keliru karena perahu Wairon itu memiliki ukiran yang menceritrakan asal mula peperangan tersebut dan menyimpan misteri di dalam adat dan di gunakan sebagai perahu perang.
“Mereka kaya akan referensi sehingga bisa mengatakan perahu Wairon itu perahu dagang sebenarnya itu salah pemahaman. Jangan masuk ke buku baru keluar lihat adat karena ko akan rubah adat sesuai buku itu. Ini yang tidak di pahami, ketika kita sudah tidak memahami konteks agama adat itu baru kita mau berbicara tentang kesakralan adat tentu tidak bisa dapat,” kata Denis.
Sebelumnya pendapat antropolog JR Mansoben menyebutkan dalam melakukan perdagangan orang Biak mengunakan perahu Wairon. (*)