Jayapura, nirmeke.com – Jika dunia adalah pangung, kebudayaan adalah perkakas yang memenuhi panggung itu, (Kevin J. Vanhoozer) kutip Esther Haluk dalam membawakan materi tentang posisi perempuan Papua di antara adat dan gereja dalam seminar sehari yang di lakukan oleh komunitas gerakan perempuan Papua beberapa waktu lalu.
Lingkungan ekologi dan pola kehidupan di Papua juga ikut mempengaruhi masyarakat di Papua diverifikasi dari kebudayaan tidak bisa di lepaskan dari lingkungan alamnya. Hal tersebut juga berdampak bagi perempuan Papua.
Hal tersebut di katakan Esther Haluk Direktur iWaTaLi Papua yang membidangi Peningkatan Kapasitas Masyarakat Orang Asli Papua. Selasa, (9/10/2018), Jayapura, Papua.
“Zona ekologi juga mempengaruhi karakter perempuan Papua. Contohnya mama-mama Papua yang berjualan di pasar di dominasi oleh mereka yang dari pegunungan karena mereka pekerja keras itu itu cara mereka untuk bertahan di banding mereka yang ada di bagian pesisir karena mata pencaharian mereka meramu atau di sediakan oleh alam,” kata Haluk.
Ia mengatakan filosofi di kebudayaan di Papua juga mempengaruhi seperti halnya “Hiki awolok halok, hape awolok” yang artinya bila tangan bergerak untuk berkerja anda tidak akan kelaparan namun sekarang beras bantuan Raskin di Papua membuat orang untuk malas bekerja.
Hal yang sama juga terjadi pada posisi perempuan dalam adat karena dulu perempuan di jadikan sebagai alat (perdamaian) dan perempuan juga di lihat sebagai harta atau tabungan dari si orang tua.
“Perempuan juga masuk dalam kategori ekonomi politik bagi beberapa suku di Papua. Ini juga menyebabkan pengertian maskawin sudah menyempit seiring waktu serta tingkat pendidikan menjadi patokan banyaknya maskawin yang akan di minta oleh pihak keluarga perempuan,” kata Esther.
Kata Esther, perlakuan terhadap perempuan dalam masyarakat Papua khususnya dalam ranah teologis (keimanan) lebih banyak di pengaruhi oleh para Misionaris yang membawa injil ke Papua. Setiap misionaris membawakan injil sesuai dengan pemahaman dan interpretasi serta di pengaruhi oleh nilai budayanya.
“agama yang di terapkan oleh pemikiran-pemikiran orang Yahudi dan para Teologia sekarang mempengaruhi perempuan Papua akibat dari intrepresentasi yang salah. Maksud yang di tulis dalam Alkitab lain namun terjemahkan lain pula sehingga perempuan Papua harus mengali kearifan lokal tentang posisi dan peran perempuan serta melestarikan nilai yang positif.”
Sementara itu wakil ketua tim Pengerak PKK provinsi Papua Theresia Dosinaen mengatakan Pembangunan nasional merupakan kewajiban pemerintah dan masyarakat dengan tujuan meningkatkan taraf hidup dalam kehidupan masyarakat serta kesempatan untuk berperan aktif dalam pembangunan.
“Artinya siapa saja punya peran aktif dalam pembangunan termasuk kelompok perempuan. Perempuan Papua harus berperan aktif dalam pembangunan di dukung oleh para senior sehingga dapat mengali potensi dan kapasitas mereka masing-masing perempuan untuk menjaga keimanan pemikiran dari generasi senior ke generasi junior,” katanya.
Untuk mengali kapasitas perempuan, harus di lakukan saling berbagi, saling belajar dan saling mengali potensi dan kapasitas perempuan.(*)