Jayapura, nirmeke.com – Setalah sebelumnya menjadi perdebatan panjang masyarakat Papua soal kuota IPDN yang memuat 4 anak asli Papua dari 56 peserta yang lolos, Institut pemerintahan dalam negeri (IPDN) memberikan kuota khusus bagi anak asli Papua melalui jalur Afirmtif. Sabtu, (8/9/2018), Jayapura, Papua.
Dalam pertemuan yang berlangsung di kantor Majelis Rakyat Papua, (MRP) turut serta Perwakilam IPDN Rektor III IPDN Dr Heronimus Rowa MSi, Pemerinah Provinsi Papua, Angota DPRP, Angota MRP, Paran orang tua dan ratusan siswa – siswi.
Selaku perwakilan IPDN Pembantu Rektor III IPDN Dr Heronimus Rowa, mengapresiasi inisiatif Pemerintah Papua, DPRD dan MRP yang suda menyuarahkan hak – hak anak anak asli Papua, ia menegaskan berdasarkan surat persetujuan Menpan RB (04/9) terkait dengan seleksi penerimaan calon praja IPDN setelah dilakukan seleksi nasional, yang ditutup (30/8) secara faktual untuk Papua hanya 4 orang dari 56 orang dan Papua Barat hanya 13 orang, sehingga Menpan memberikan persetujuan untuk meberikan seleksi khusus bagi putra putri orang asli Papua dengan cara afirmasi.
“Peserta seleksi calon praja yang sudah mengikuti tes kompotensi dasar diberikan penurunan nilai 20 poin dari pesenggrest dari 75 turun menjadi 55 dan 80 turun ke 60 dari 143 turunkan juga sehingga putra putri asli Papua peserta tes dalam kategori nilai itu di panggil dilakukan seleksi khusus,” ujarnya.
Sementara itu, mereka yang gugur di kesehatan dan pisikologi akan undang lagi untuk mengikuti seleksi ini, maka secara nasional 121 kuota yang tidak terpenuhi dalam seleksi nasioanl IPDN, 121 itu dengan persetujuan menpam di bagi 91 untuk afirmasi Papua dan 30 untuk Papua Barat, maka dilakukan seleksi ini yang jumlahnya peserta IPND yang tidak lolos waktu lalu mendekati 200 orang.
Ia juga mengungkapkan dalam waktu satu dua hari ini akan dilakukan tes sehingga pada tangal 10 bulan ini mereka yang terpilih sudah harus ada diakademi kepolisian Semarang untuk mengikuti tahapan selanjutnya.
Ketua MRP Papua, Timotius Murip mengatakan bahwa permasalahan penerimaan IPDN yang tidak mengakomodir hak anak – anak asli harus berangkat dari MRP sebagai lembaga representatif orang asli Papua.
“Jadi anak – anak kami mereka yang tidak lolos pada tahap pertama akan kita akomodir untuk ikuti seleksi lagi, kami sangat berharap di bawah pengawan DPRP dan MRP Kami akan kawal terus proses selanjutnya sampai di Jatinagor,” ujarnya.
Ia juga berharap agar apa yang telah diusulkan tidak terjadi perubahan ketika tiba IPDN karena ini hak anak-anak Papua.
“Kami berharap jangan sampai ada perubahan di jalan, kami minta ini jatah anak- anak kami jadi mereka harus di berikan,” ungkapnya.
Dikatakan sebelumnya untuk formasi OPDA ada 99 orang sudah mendaftar tapi yang lolos 56 orang dang yang terima hanya 4 orang OAP selebihnya bukan OAP mereka ini mewakili kabupaten kota di gunung dan Pantai dan di biayai Pemda masing masing tapi sayangnya tidak ada anak Papua.
“Jadi Tahun ini semua kepentingan rakyat Papua harus trasparan, maka nama – nama kami akan serahan ke Pemprov papua melalui BKP dan selanjutnya diproses, tetapi kami tetap kawal sampai akhir,” ujarnya.
Angota DPRP Papua Ruben Magai menegaskan MRP sedang mempertunjukan hak- hak Papua untuk diperjelas hak – hak di Pemerintah Provinai dan Pusat.
Ruben menegaskan sekolah yang dibuka negara yang memiliki ikatan dinas termasuk IPDN setiap provinsi memiliki ikatan jatah bagaimana pemerintah pusat menyiapkan kader pemimpin bangsa sudah itu dibiayai bersumber dari APBN dalam mencerdaskan kehidupan bangsa maka orang Papua mempunyai hak yang sama pula.
“Dalam mekanisme rekrutmen itu harus disesuaikan dengan kondisi daerah dan kuota yang disiapkan atas nama pemerintah pusat untuk pemimpin daerah itu sudah menjadi haknya daerah sehingga dengan alasan apapun tidak bisa diterjemahkan nomenklaturnya berdasarkan keinginan pemerintah pusat karena ini jatahnya orang Papua,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa selama ini orang Papua hidup berdasarkan stigma bahwa orang Papua tidak mampu, bodoh, dan masih terbelakang padahal banyak anak Pupua yang mampuh.
“Selama ini orang Papua hidup dalam Stigma kondisi keamanan yang tidak baik, kondisi daerah yang belum berkembang, karena Stigma separatis, OPM, GPK, tidak bisa, tidak mampu stigma ini dibuat oleh pemerintah juga atas nama negara, sehingga dalam kemudahan pemerintah tidak boleh kakuh kalau itu menjadi kuota orang papua itu suda harua masuk,” tegasnya.
Penegasan berikut ia meminta agar apa yang menjadi hak anak-anak asli Papua jangan sampai diambil oleh orang non Papua dari daerah manapun di Papua.
“Orang non Papua dari suku Jawa, suku Batak, suku Manado, Toraja, Maluku tidak boleh mengambil hak anak-anak kami orang asli Papua, karena kami selama ini termarjinal dengan cara-cara seperti itu, jadi jika ada menggunakan atas nama Papua tetapi itu orang Toraja atau suku lain itu harus di tolak, atau suku lain tolong jangan kalian ambil hak kami biarkan anak anak kami juga pintar dan memimpin daerahnya agar orang tuanya di Kampung bisa bangga dengan anak mereka sendiri bukan kalian pendatang,” katanya.
Sementara itu, masih di tempat yan sama salah satu siswa asal kabupaten Asmat Bernadus Bisi, mengaku bersyukur atas tindakan MRP telah mengakomodir anak-anak asli Papua.
“Saya bersyukur karena MRP bisa memperhatikan kami anak-anak Papua untuk ikut tes IPDN lagi kami harap harus seperti ini karena itu hak kami,” katanya. (*)
Editor : Agus Pabika