Jayapura, nirmeke.com – Berdasarkan isu yang sedang viral saat ini mengenai penambangan emas liar di wilayah Korowai yang ternyata berada di kepala sungai Deiram, ternyata hal serupa pernah terjadi di wilayah Danowage. Kejadian ini terjadi tiga tahun yang lalu, kurang lebih pada tahun 2015. Hal ini kami ketahui berdasarkan laporan yang kami terima dari anak-anak murid di sekolah kami. Mereka bercerita kepada guru di tempat kami. Guru kami Alwin langsung melakukan investigasi dengan menanyakan kepada mereka.
Murid pertama Nerik Moul (Yacob) bercerita bahwa dia bekerja kepada penambang emas di daerah Tanah Longsor, arah selatan dari Danowage yang dapat ditempuh selama 15 menit menggunakan ketingting. Kepada guru kami Yacob menceritakan bahwa dia bekerja pada penambang orang rambut lurus (sebutan untuk pendatang, non-Papua), berasal dari daerah Bugis. Dia bertugas untuk membangun base camp, membawakan peralatan, membelah kayu bakar dan pekerjaan umum lainnya. Namun Yacob ikut menyaksikan bagaimana proses penambangan tersebut dari awal hingga akhir. Yacob bekerja untuk orang yang biasa dipanggil Koprak.
Berikut kutipan percakapan antara guru Alwin Felix (AF) dengan Yacob (Y)
Y: “Mereka menggunakan alat alkon, karpet, saringan kain, kuali dan juga air perak. Untuk air perak itu berat sekali, hanya setengah jerigen (minyak goreng) itu berat sekali sampai saya tidak bisa angkat” seru Yacob. Air perak itu dia kalau ada air segala bentuk bulat-bulat macam di luar angkasa.
AF: Apakah seberat tabung Elpiji? (27 kg)
Y: Tidak pak guru, macam baterai kemarin itu. (baterai aki solar panel seberat 48 kg)
Dari percakapan diatas dapat dianalisis, setengah jerigen minyak goreng kira-kira sebanyak tiga liter. Berat baterai untuk solar panel sebesar pc komputer namun seberat 48kg. Air perak yang dimaksud Yacob adalah air raksa atau merkuri yang merupakan logam berat. Lalu pertanyaan diperjelas lagi, apakah merkuri tersebut dibuang kedalam kali? Yacob menjawab tidak, mereka menggunakan kembali untuk memproses emas lainnya.
Namun kami masih belum puas terhadap jawaban itu, kami bertanya lagi kepada Yacob. Bagaimana cara menggunakan merkuri tersebut. Yacob pun menjawab, “Air perak digunakan untuk memisahkan emas dengan pasir hitam, dengan cara campuran pasir hitam dan emas dituangkan air sedikit dan merkuri kemudian diaduk-aduk, lalu secara otomatis emas akan berpisah dengan pasir, lalu emasnya diambil sedangkan sisa air, pasir hitam dibuang, merkuri dituangkan ke botol, lalu disaring dengan kain untuk memisahkan air dengan merkuri, lalu merkuri ditampung untuk dipakai lagi sedangan air sisa hasil penyaringan dibuang.” Air sisa yang terkandung merkuri yang dibuang itulah yang berbahaya bagi kelestarian lingkungan. Lebih lanjut Yacob menyatakan bahwa air sisa tersebut diabuang sembarangan, dibuang ke semak-semak, ke tanah bahkan ke sungai.
Hal tersebut sangat berbahaya bagi kehidupan masyarakat Korowai mengingat sungai Deiram merupakan tempat masyarakat Korowai menggantungkan hidupnya, mulai dari transportasi, sumber makanan, sampai sumber air bersih. Dari hasil kerja tersebut Yacob menerima 900 ribu rupiah selama bekerja 12 hari kepada penambang tersebut. Selama dua belas hari tersebut mereka menambang emas, namun hasil didapatkan oleh mereka sangat sedikit, sehingga setelah dua belas hari mereka menghentikan proses penambangan di titik tersebut dan berpindah ke Yaniruma sambung Yacob, mereka pun mengajak Yacob untuk ikut ke yaniruma, namun Yacob menolak dengan alasan Yacob ingin beribadah, karena waktu itu hari Sabtu.
Lain cerita lagi murid lainnya Samuel. Samuel bekerja kepada orang yang berbeda, biasa dipanggil Jimi, dan berasal dari Kendari. Namun Samuel tidak terlalu banyak terlibat karena Samuel bertugas untuk melakukan pekerjaan umum, dan tidak diijinkan ikut langsung dalam proses penambangan emas. Namun Samuel membenarkan bahwa penambangan tersebut menggunakan merkuri. Samuel bertugas untuk membawa merkuri, beberapa peralatan menambang. Samuel mendapatkan bayaran sebesar 300 ribu untuk bekerja selama lima hari. Samuel bekerja di kali sebelah utara Danowage kearah Abiowage. Ada sebuah daerah bernama bundaran Lazarus, dinamakan bundaran Lazarus karena ada sebuah pulau ditengah sungai dan pemilik atau tuan tanah daerah tersebut bernama Lazarus.
Sementara itu murid ketiga yang berhasil kami wawancarai adalah Yohanis. Yohanis berasal dari Abiowage, dan Yohanis bekerja pada orang yang sama dengan Yacob bekerja, yaitu Koprak. Kepada kami Yohanis menceritakan bahwa dia bertugas hampir sama seperti Yacob, yaitu melakukan pekerjaan umum, termasuk membawa merkuri. Ternyata penambangan emas tersebut dilakukan oleh Koprak dimulai dari Abiowage terlebih dahulu, kemudian Koprak memecah tim menjadi dua, sebagian dari tim tersebut bekerja di daerah Tanah Longsor, sebagian lagi bekerja di Abiowage. Yohanes bekerja selama 6 hari dan mendapatkan bayaran sebesar 600 ribu.
Sementara anak-anak yang lainnya seperti Timotius, hanya main-main saja kedaerah pertambangan, terkadang membantu sedikit dan menjadi pekerja harian lepas. Timotius mendapatkan bayaran 50ribu rupiah untuk bekerja satu hari. Namun Timotius menguatkan pernyataan teman-temannya mengenai penggunaan merkuri. Murid lainnya Wahyu hanya membantu angkat-angkat barang saja, mendapatkan bayaran juga sebagai pekerja harian lepas. Mengenai penggunaan sarana transportasi mereka hanya menggunakan perahu dan ketingting saja, tidak ada penggunaan helikopter.
Dari kesaksian anak-anak Danowage tersebut dapat kami ambil kesimpulan bahwa penambangan tersebut kami yakinkan dilakukan diberbagai titik, tidak hanya di Danowage saja, kebetulan yang kami ketahui hanya di tiga titik saja. Bisa saja penambangan tersebut dilakukan di sepanjang hulu sungai Deiram Hitam, mengingat penambangan yang baru-baru ini terungkap berada di kepala kali Deiram.
Hal ini sangat disesalkan, mengapa bisa terjadi? Sekelompok orang asing datang dan menjarah emas milik orang Korowai, setelah mereka membodohi orang-orang Korowai. Mereka datang menemui tuan dusun, meminta ijin, memberikan sejumlah uang, dan mengiming-imingi akan mendapat kekayaan yang besar. Mereka mengambil banyak Rupiah, dengan mendulang emas milik orang Korowai, bahkan mereka menggunakan orang Korowai sendiri bekerja untuk mengambil emas milik mereka sendiri, namun menjual hasil emas tersebut untuk mereka pribadi. Sementara itu anak-anak serta orang Korowai yang bekerja bersama dengan mereka hanya dibayar murah saja.
Ditambah lagi penggunaan merkuri yang dikhawatirkan dapat merusak ekosistem sungai, dan sangat membahayakan bagi orang Korowai sendiri. Kali Deiram merupakan tempat bagi orang Korowai untuk “hidup” mereka menggunakan kali Deiram untuk transportasi, mandi, mencari ikan atau udang, mencuci, bahkan sumber air bersih dan air minum bagi orang Korowai.
Bayangkan jika dari tahun 2015 atau bahkan sebelumnya hingga sekarang tahun 2018 sudah paling tidak (kira-kira) 4-5 tahun mereka menambang di sungai Deiram dan menggunakan merkuri, berapa konsentrasi merkuri yang ada di air kali Deiram? Barangkali ada pihak lain yang berminat untuk meneliti kandungan merkuri pada air kali Deiram. Dan juga kandungan merkuri apabila berada didalam air, dapat bereaksi dengan bakteri menjadi metil merkuri yang berakibat dapat terpapar pada makhluk hidup lainnya, dan dapat terakumulasi pada rantai makanan yang dapat mengakibatkan terakumulasi pada tubuh manusia. Hal ini dapat mengakibatkan kejadian seperti di teluk Minamata Jepang beberapa dekade silam. Tentu sangat berbahaya, kandungan metil merkuri dapat mengakibatkan kerusakan rantai makanan, manusia keracunan logam berat, mengakibatkan kelumpuhan pada manusia, kerusakan otak, oragn tubuh, penyakit syaraf hingga kematian. Pada ibu hamil metil merkuri juga berbahaya karena dapat mengakibatkan kecacatan pada bayi yang baru lahir, atau kematian bayi.
Kami berharap kiranya para pihak terkait segera memikirkan masalah ini. Mari kita bersama-sama memikirkan yang terbaik untuk masyarakat Korowai. Memberikan edukasi kepada mereka jangan mau jika ada pihak yang memperalat mereka untuk menambang emas. Emas tersebut adalah milik orang Korowai, biarkan orang Korowai yang menikmati hasilnya. Namun juga perlu kita pikirkan bagaimana menambang yang ramah lingkungan, menghindari penggunaan logam berat atau zat beracun lainnya. Demikian laporan yang saya buat. Terima kasih.
Trevor Johnson
SAVE THE KOROWAI. SAVE THE DEIRAM RIVER!
Editor : Agus Pabika