Dear . . .
Nama saya Jimmy Weya, sekretaris koordinator penginjilan suku Korowai di Papua Selatan. Saya melaporkan tentang masalah pangan, kelaparan dan kematian yang dialami seluruh masyarakat asli Papua Suku Korowai.
Suku Korowai adalah salah satu suku yang 90 persen penduduknya baru mengenal gereja dan pemerintah di tahun 2000. Kami masih hidup dengan makan makanan langsung dari alam yaitu sagu. Dan sampai sekarang persediaan infrastruktur pangan oleh pemerintah Indonesia itu samapai sekarang tidak ada di Korowai.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kami suku Korowai semakin punah adalah banyak penyakit antara lain penyakit gizi buruk. Tidak ada perhatian dari pihak manapun. Ibu-ibu hamil melahirkan anak-anak tapi hanya untuk mati. Suku kami mati di dusun-dusun karena tidak ada pelayanan kesehatan. Setiap tahun angka kematian begitu tinggi, baik anak– anak maupun orang tua.
Masalah kedua adalah masuknya pengaruh dari luar. Yaitu penambangan emas liar oleh warga non-Papua bekerja sama dengan anggota TNI. Mereka gali emas berkilo-kilo dan hanya ditukar dengan rokok, supermie dan beras dan pembayaran sedikit. Masyarakat kami telah kecanduan dengan makanan instant seperti supermie mentah dan rokok, menyebabkan timbulnya berbagai penyakit. Dan sekaligus mereka menjadi manja dan tidak bisa mencari makanan dari alam seperti dulu.
Masalah ketiga adalah dibangunnya bandar udara besar di Korowai Batu oleh pemerintah pusat dimulai dari tahun 2014 – 2018 sekarang. Ketika dilakukan pembongkaran lapangan, telah digusur sejumlah rawa sagu dengan kebun buah merah, pengambilan pasir dan batu untuk penguatan landasan lapangan tanpa ganti rugi kepada pemiliknya.
Pemerintah telah menipu masyarakat kami dalam proses pelepasan tanah adat dengan merekayasa tandatangan dari orang-orang tua yang tidak tahu baca tulis dan disuruh cap jari di atas pernyataan pelepasan tanah bermeterai 6000. Tanah masyarakat, tanah gereja, tanah yang dikuasai misionaris semuanya dikapling menjadi milik bandara.
Tenaga yang kerja lapangan di bawa masuk dari luar Papua semua dan mereka juga bawa minuman keras dan membagi serta megajarkan masyarakat konsumsi minuman keras, berikan rokok, berikan supermi. Akibat dari itu, masyarakat tidak bisa masuk hutan untuk memanen sagu sehingga terjadi kelaparan berulang-ulang. Para pekerja migrant ini juga menyebarkan foto-foto dan video porno.
Tanah kami juga mulai jadi perebutan pihak luar untuk pembukaan tambang emas, batu bara, untuk buka perusahan kelapa sawit. Dari semua ini, ada satu pertanyaan yang selalu timbul di hati kami, adalah mengapa pemerintah tidak peduli dengan kami orang Papua lebih khususnya kami Suku Korowai tentang masalah pangan, masalah kesehatan, masalah pendidikan dan ekonomi? Namun lapangan terbang terbesar dibuka di tengah hutan suku Korowai, sebetulnya untuk kepentingan siapa? Kami mengalami krisis terus-menerus. Tidak ada perlindungan, penyelamatan, keadilan dan kejujuran.
Dengan alasan-alasan di atas, maka mewakili masyarakat Suku Korowai, kami minta kepada semua orang yang berniat untuk segera memperhatikan, melindungi dan menyelamatkan kami. Jika tidak, kami akan punah, baik kami manusia maupun alam kekayaan kami. Akhir kata, kami terus ingat dan berdoa untuk semua pembaca surat ini. Tuhan memberkati. (*)
Oleh : Jimmy Weyato,
Seorang Penginjil sekaligus guru di Danowage dan sekitarnya. Ia juga turut ambil bagian dalam misi pelayanan kesehatan bersama misionaris Trevor di pedalaman Korowai.