Jayapura, nirmeke.com – Gerakan 1998 berhasil mengulingkan sang diktator Soeharto, namun gagal membendung terkosolidasinya kembali kekuatan militer. Militerisme tetap hidup aman, secara ekonomi maupun politik. Tak heran bila praktek-praktek premanisme juga tumbuh subur di indonesia karena aparat kepolisian, militer, beserta pemerintah, membiarkan keberadaannya.
Tak pernah sanggup tegas menuntaskan kasus-kasus yang melibatkan militer malahan pemerintah turut membiarkan atau membenarkan tindakan-tindakan mereka. Sehingga wajar jika para jenderal pelangar HAM tidak tersentuh oleh hukum namun mereka seleluasa terlibat berpolitik.
Politik militer indonesia di Papua tumbuh subur, semenjak 1967 pemerintah Soeharto memberikan ijin operasi tambang kepada Freeport McMoran. Semenjak itu, militer indonesia terlibat full membekap kepentingan bisnis di Papua. Tahun 1970 transmigasi di datangkan ke Papua, sejak itu militerpun memainkan perannya membangun bisnis di sektor kehutanan.
Mulai perlahan-lahan militer membangun group-group bisnis perusahaan kayu, setelah hutan di babat habis, mereka mengantikan bisnis kayu log, menjadi bisnis kelapa sawit dan tambang. Semua dengan mudah mereka lakukan, dengan kekuatan militer sebagai penjaga bisnis mereka (penjagaan di areal perusahaan), mereka dengan aman membabat jutaan hektar kayu log, ribuan ton Emas, Nikel, Batu Bara di produksi oleh perusahaan mereka.
Demi kepentingan politik bisnis militer, mereka membunuh rakyat Papua. Di stikma dengan Separatis, Makar, Gerakan Penganggu Keamanan (GPK), Gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM), Teroris, di lontarkan oleh militer bagi rakyat Papua yang menentang dan menghalangi bisnis mereka. Tahun 1977, operasi militer berskala besar di lakukan di daerah pegunungan tenggah rakyat Papua adalah targetnya.
Tahun 1980-an TNI mendeklarasikan Papua sebagai Daerah Operasi Militer atau sering di sebut DOM, akibatnya lebih dari 10.000 orang Papua melarikan diri ke Papua Niew Guinea (PNG), Wasior berdarah, Wamena berdara, penembakan misterius di areal tambang Freeport, kasus Degeo, kasus puncak Jaya adalah bukti nyata aksi politik militer dalam mengamankan bisnis mereka sehingga rakyat Papua menjadi tumbalnya.
Bersambung,….