Jayapura, nirmeke.com – Perhubungan perintis di tanah Papua bukanlah sesuatu yang baru. Pasalnya hubungan antara daerah pesisir dan pegunungan harus terhalin komunukasi yang baik sehingga perubahan tak merugikan semua pihak. Pasalnya jika hubungan geografis menjadi sulit jelas komunikasi terhambat dan program mandek.
Kucuran dana untuk perhubungan penerbangan perintis di Papua terus mengalir. Bukan dari pemerintah daerah tetapi juga suntikan dana dari pemerintah pusat di Jakarta. Penerbangan maupun pelayaran perintis jelas untuk menumbuhkan ekonomi masyarakat terutama membuka isolasi yang selama ini terjadi.
Persoalannya ketika kucuran dana tak seimbang sebagian besar dari pusat, sedangkan daerah belum turun. Apa yang menyebabkan sehingga instansi terkait tak kunjung mencairkan dana penerbangan perintis. Bayangkan kucuran September 2017 lalu, Pemprov mengangarkan Rp35 Miliar untuk subsidi penerbangan perintis dalam APBD Papua.
Pihak legislator masih menanyakan kemana angaran subsidi penerbangan perintis itu digunakan? Bolehlah digunakan sesuai petunjuk pelaksana di lapangan. Pasalnya pencairan dana ini sampai sekarang lembaga legislatif masih bertanya-tanya.
Penerbangan perintis di Papua di awali dengan misi keagamaan dan kemanusiaan. Namun sesuai dengan perkembangan jaman dan pemekaran kabupaten dan wilayah semakin terbuka, kampung-kampung jadi wajah kota sehingga penerbangan perintis bisa saja berubah jadi komersial. Asal jangan masyarakat dikorbankan demi mengejar keuntungan dan mengabaikan misi kemanusiaan. (*)
Sumber : www.tabloidjubi.com