Jayapura, nirmeke.com – Memang berat bagi ibu dua anak yang tinggal di Distrik Hinekombe, Kabupaten Jayapura ini. Ia harus mengurus anak dan mengurus dirinya sendiri yang positif HIV/AIDS. Sehari-hari perempuan 27 tahun ini mesti bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama kedua anaknya.
“Saya tidak pernah membayangkan akan seperti ini, saya bingung harus bagaimana ketika saya dengar kalau saya sudah kena ‘barang’ ini, hati sakit, tapi mau bagaimana lagi, saya harus berjuang membesarkan kedua anak saya ini,” ucap Saligwe, bukan nama sebenarnya, kepada wartawan.
Sejak suaminya meningal dunia, ia orang berikutnya yang menghadapi penyakit ini sejak dinyatakan positif pada 2014. Rasa malu dan kecewa pun menghantui dirinya. Terkadang ia malu untuk bermain bersama keluarga di sekitarnya.
“Ini terjadi karena pengaruh Pace, dia suka jajan sembarangan di luar, saya harus seperti ini sekarang, namun ada keluarga yang selalu memberikan semangat kepada saya walaupun banyak yang sudah tahu saya positif,” katanya.
Saligwe mengatakan, awalnya rumit untuk pergi mengambil obat ke rumah sakit. Namun lama kelamaan sudah terbiasa dan tidak direpotkan. Ia juga mengaku dilayani dengan baik.
“Mau ambil obat itu gampang saja, cuma saya kadang mengalami kendala biaya transportasi karena harus mengambil obat di Abepura,” tuturnya.
Wajahnya terlihat pucat. Bibirnya yang gemetar membuat dirinya seakan berat untuk menyampaikan apa yang ia mau sampaikan. Walau dalam kondisinya seperti itu, ia selalu bersemangat untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dan selalu memberikan semangat kepada kedua anaknya untuk rajin ke sekolah minggu.
“Sambil minum obat yang penting anak-anak ini bisa saya urus hingga dewasa, kalau orang lain yang urus itu memang berat dan nanti bagaimana nasib anak-anak saya ini ke depan,” katanya sedikit menahan air mata.
Tak sedikit potret ODHA (Orang Dengan HIV/ AIDS) seperti Saligwe di Kabupaten Jayapura. Mereka tertular bukan karena gaya hidup bebas, melainkan karena berhubungan dengan orang-orang yang mereka sayangi. Namun yang positif, sekarang para ODHA sudah mulai sadar untuk menanggulangi penyakitnya.
Kepala Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura Pungut Sunarto mengatakan, upaya menekan angka penderita virus menular tersebut terus dilakukan.
Data terakhir sementara per Desember 2017, kata Pungut, pengidap HIV/AIDS di kabupaten itu 2.675 orang dengan 1.258 HIV dan 1.417 AIDS.
“Tertinggi masih di wilayah Sentani Kota 40 persen dari keseluruhan, disusul Sentani Timur, Kemtuk, dan Nimboran, tapi jika digabung sebanyak 60 persen berada di Sentani,” katanya kepada Jubi di ruang kerjanya, Rabu (10/1/2018).
Program yang telah dilakukan pada 2017, jelasnya, penyuluhan di setiap puskesmas dan masyarakat agar mereka mengenal bahaya HIV/AIDS. Selain itu juga melakukan tes ke berbagai kalangan untuk menemukan ODHA yang belum terdeteksi.
“Upaya penemuan masih terus dilakukan di puskesmas, termasuk inisiatif petugas untuk melakukan tes kepada siapa pun yang datang ke puskesmas dan bagi yang terinfeksi untuk segera mendapatkan pengobatan,” ujarnya.
Dinas Kesehatan juga mendukung KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) dan LSM untuk melakukan sosialisasi dan pendampingan. Sosialisasi telah dilakukan di sejumlah tempat dengan pemutaran film dan mobile city di beberapa kampung. Di antaranya di Sinas Mas dan Depapre dengan diakhiri tes darah oleh petugas puskesmas kepada masyarakat.
“Ada juga kita berikan bantuan uang sedikit untuk memajukan sosialisasi untuk menyampaikan kepada masyarakat agar tahu status HIV, sehingga ia mau melakukan pengobatan dan mendapatkan pendampingan dari teman-teman yang sudah terinfeksi sehingga ia mau minum obat seumur hidupnya,” jelasnya.
Kewajiban meminum obat antiterroviral (ARV), kata pungut, tidak hanya sebentar, tetapi hingga ajal menjemputnya. Dengan cara itu penularan akan berkurang.
Di Kabupaten Jayapura, tambahnya, pada 2015 sebanyak 357 ODHA meninggal dunia. Pada 2016 lebih 300 dan pada 2017 sebanyak 157 orang.
“Dari segi jumlah sedikit menurun, namun akan akan dilakukan pencarian, karena fenomena penderita HIV ini makin meningkat dan dari hasil STBP pada 2012 sebanyak 2,4 persen dan sebelumnya pada 2006-2007 sebanyak 2,6 persen,” katanya.
Karena jumlah ODHA dari tahun ke tahun tidak berbeda jauh, lanjut Pungut, maka upaya mencari pengidap HIV/AIDS di Kabupaten Jayapura terus digencarkan dan diobati. Bahkan baru-baru ini ditemukan 90 orang terinfeksi dan bersedia memeriksakan diri dan diharapkan bisa diobati hingga 90 persen.
“Jika ini dilakukan maka penularan HIV itu tidak akan terjadi karena anti bodi dari pasien tersebut terus meningkat dan untuk mencapai itu tidak hanya dari KPA, puskesmas, tetapi dari mitra juga, baik LSM, komunitas, maupun orang-orang yang terinfeksi HIV/AIDS,” ujarnya.
Jika pengobatan ARV tidak dilakukan, tambahnya, maka semua orang Papua akan habis. Sebab penderita ibu rumah tangga cukup besar. Karena itu program khusus untuk ibu hamil diprioritaskan dengan penawaran tes darah. Jika positif HIV maka akan diberikan obat ARV sehingga anak yang dikandungnya tidak tertular.
“Sekarang kita tidak fokus pada orang yang beresiko tinggi, namun kita mencari siapa saja yang terinfeksi HIV,” katanya. (*)