Oleh Pendeta Trevor Johnson
Saya seorang pendeta berkewarganegaraan Amerika yang telah melayani suku Korowai Batu (dialek bagian Utara suku Korowai) di desa Danowage selama 11 tahun terakhir ini. Dua minggu belakangan ini saya dikejutkan dan sedih membaca tentang kondisi yang menyedihkan di daerah Asmat. Kami berdoa untuk semua orang yang terkena dampaknya. Sekarang saya baru mendengar bahwa di Pegunungan Bintang juga ada kasus campak dan gizi buruk. Ini sangat menyedihkan.
Ada peribahasa dalam bahasa Inggris yang artinya sama dengan, ”mencegah lebih baik daripada mengobati,” sehingga, untuk mencegah agar hal ini tidak terjadi lagi di wilayah kami, kami bekerja bersama dengan pemerintah untuk membantu mencegah penyakit campak masuk ke wilayah Korowai Utara.
Dalam rangka itu, minggu lalu, tanggal 17 dan 18 Januari kami mengunjungi 6 desa dan memberikan 330 imunisasi untuk mencegah penyakit campak masuk ke daerah kami. Desa-desa yang kami kunjungi adalah: Burukmahkot, di mana Penginjil Nataber Alia dari GJRP melayani dengan setia. Juga, Ohkmahkot, Ayak, Ujung Batu, Woman, dan Muara (sebelumnya bernama Ahmahkot).
Pos-pos ini tidak dikunjungi secara teratur oleh instansi pemerintah dan benar-benar hanya dilayani oleh para penginjil dan misionaris dari gereja GIDI dan GJRP. Baliem Missions Center di Wamena juga sering membantu desa Woman dan mereka bekerja sangat baik dalam membangun sebuah gedung gereja yang bagus di sana, dan kami sangat bersyukur atas pelayanan mereka.
Kami menaiki helikopter Helivida dari Wamena, mereka memberikan pelayanan penerbangan yang luar biasa ke daerah-daerah terpencil yang tidak mempunyai landasan udara atau jalan raya. Sebagai contoh, dengan helikopter hanya dibutuhkan waktu 8 menit untuk tiba di Burukmahkot dari Danowage, sedangkan dengan berjalan kaki akan diperlukan waktu 10 jam untuk jarak yang sama. Hampir sama, perjalalanan heli dari Danowage ke Ujung Batu memakan waktu 10 menit sedangkan dengan berjalan kaki akan memakan waktu 12 jam. Organisasi misi Mission Aviation Fellowship (MAF) dan Helivida menyelamatkan ratusan penduduk Papua pedalaman setiap tahunnya dan kami sangat bersyukur atas pelayanan mereka.
Selain melakukan vaksinasi terhadap 330 orang Korowai kami juga membagi-bagikan makanan dan pakaian yang disumbangkan oleh berbagai kelompok di Indonesia, termasuk dari organisasi sosial Kita Bisa dan juga dari berbagai kelompok mahasiswa Papua. dr. Silwanus Sumule dan dr. Yusuf Wona juga mengatur pengiriman 1 ton biskuit sekolah dan makanan untuk ibu hamil ke Danowage tiga bulan sebelumnya dan kami membagi-bagikan sebagian makanan tersebut untuk orang-orang sakit dan kekurangan gizi setiap kali kami berjalan ke suatu desa untuk melayani di sana. Dalam minggu ini saja kami telah menyampaikan sumbangan-sumbangan tersebut ke 9 desa.
Setelah krisis kesehatan di wilayah Korowai menjadi viral di bulan Oktober yang lalu, Tim Save Korowai mengunjungi Danowage dan berjanji memberikan imunisasi di daerah-daerah sepanjang sungai Deiram Hitam. Oleh sebab itu, meskipun saya tinggal di desa Danowage, kami tidak melakukan imunisasi bagi penduduk di sana karena kami telah menerima janji bahwa pemerintah akan memberikan imunisasi di sepanjang Sungai Deiram, yang mana meliputi Sinimburu, Waina, dan Danowage di wilayah Korowai Utara. Kami menunggu janji-janji ini ditepati.
Sejauh ini kami sangat senang atas tanggapan pemerintah pada bulan Oktober yang lalu. Namun, kami agak khawatir mereka kehilangan minat dan segera melupakan kami. Pada hari-hari setelah kejadian krisis kesehatan di wilayah Korowai kami memperoleh banyak bantuan dari pemerintah. Namun yang kami butuhkan bukan kunjungan-kunjungan sementara, melainkan tenaga tetap untuk jangka panjang. Kami membutuhkan pekerja-pekerja permanen untuk tinggal di sini, tidak hanya mengunjungi selama seminggu. Mempunyai tenaga tetap di lokasi-lokasi terpencil ini adalah satu-satunya cara yang nyata untuk memperbaiki kesehatan di daerah ini. Tolong kirimkan tenaga-tenaga permanen!
Segera setelah mendengar kabar krisis kesehatan di wilayah Korowai pada bulan Oktober lalu, Gubernur Lukas Enembe datang dan mengunjungi kami di Danowage, dan hal ini sangat berarti bagi orang-orang Korowai. Gubernur Enembe mengatakan dua hal yang saya ingat dengan baik, (1) Pertama, beliau mengingatkan para hadirin bahwa di daerah-daerah Papua yang paling terpencil, gereja dan misionaris-misionaris selalu menjadi yang pertama masuk ke sana dan mendirikan sekolah-sekolah dan layanan kesehatan. Inilah persisnya yang terjadi di wilayah Korowai, sebagai contoh. Dan kedua, (2) Beliau menyatakan bahwa pemerintah dan gereja-gereja harus bekerjasama untuk kesehatan orang-orang di pedalaman.
Beliau telah mencoba menerapkan hal tersebut di wilayah Korowai. Kami senang atas koordinasi yang erat dengan pemerintah. Dan kami berdoa agar hal yang sama juga terjadi di daerah-daerah Asmat yang terkena dampak penyakit campak dan gizi buruk. Kami berdoa agar tidak hanya pemerintah yang terlibat dalam membantu orang-orang yang terkena dampak penyakit campak dan gizi buruk, namun agar gereja-gereja dan yayasan-yayasan serta pihak swasta juga mau memberikan bantuan untuk rekan-rekan senegaranya. Dengan usaha bersama dan keterlibatan semua pihak, Papua dapat maju dan semakin baik. Semoga Tuhan menyelamatkan Papua!
Mengapa kami mengerjakan pekerjaan ini? Mengapa kami merasa terpanggil oleh Allah untuk membantu orang-orang Korowai? Karena Allah telah memberkati kami supaya kami menjadi berkat bagi orang lain.
Surat Yohanes yang pertama pasal 3, ayat 16 dan 18, “Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita.” “Anak-anakku! Janganlah kita mengasihi hanya di mulut atau hanya dengan perkataan saja. Hendaklah kita mengasihi dengan kasih yang sejati, yang dibuktikan dengan perbuatan kita.”
SELESAI