Jayapura, nirmeke.com – Pelarangan minuman keras di tanah Papua khususnya di provinsi Papua patut mendapat dukungan dari semua pihak. Apalagi pengaruh miras merusak generasi muda di Papua. Hampir sebagian besar kecelakaan lalulintas akibat air kata-kata ini.
Salah seorang kawan dari provinsi Thailand menyebutkan minuman keras ini dengan kata-kata “kencing setan”. Namun di balik pendapat miring soal miras, mestinya bukan miras yang di salahkan. Mereka yang meneguk miras sehingga tak mampu mengontrol diri sendiri sehingga masuk dalam perangkap “bar-bir-bor”.
Meski Perda nomor 15 tahun 2013 dinyatakan kalah di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) akan tetapi gubernur Papua Lukas Enembe memastikan pelarangan peredaran minuman keras (miras) akan tetap berlaku di Papua.
Di indonesia, definisi “minuman keras” dan “minuman beralkohol” tercampur aduk dan cenderung dianggap barang yang sama sehingga juga meliputi minuman fermentasi yang tidak di suling seperti bir, tuak dan anggur. Belum lagi minuman oplosan yang banyak memakan korban jiwa orang-orang tak mampu.
Terlepas dari pro dan kontra soal miras, pelarangan miras beredar boleh saja. Asalkan tidak menganggu aspek bisnis dan pariwisata, warga juga tak mengkonsumsi sesuka hati dan menganggu ketertiban orang lain. Upaya pelarangan mestinya membatasi peredaran bagi pembeli anak-anak di bawah umur. (*)
ADMIN