Danowage, nirmeke.com – Perkawinan anak di bawah umur di Korowai menjadi tradisi turun-temurun di lakukan oleh masyarakat setempat kepada anak perempuan yang baru beranjak 9 hingga 12 Tahun.
Hal tersebut di sampaikan penginjil pos PI GIDI suku Kopkaka Alo Sobolim ketika di wawancarai. Sabtu, (21/10/2017), Danowage, Korowai Batu.
Banyak anak perempuan yang berusia 2 Tahun sudah di jodohkan atau di kasih tanda oleh calon suami dengan persetujuan orang tua perempuan dengan memberi tanda ke sang gadis memakaikan kalung gigi anjing di lehernya dengan bukti seperti itu tidak bisa di ganggu lagi oleh orang lain.
“Anak perempuan baru berusia 2-3 tahun sudah kasih tanda oleh suaminya ada juga sudah bersama dengan suami dan suami sendiri yang membesarkan mereka dan 3 tahun sudah di berikan ke suami,” Heran Penginjil Sobolim.
Lanjutnya, anak perempuan yang sudah di beri tanda tidak bisa di ganggu oleh orang lain, bila hal tersebut terjadi akan terjadi perang antar suku atau keluarga. Anak perempuan yang baru lahir maupun masih dalam kandungan sudah di beri tanda oleh sang suami dan itu terjadi rata-rata di wilayah dataran rendah suku Korowai dan suku Kopkaka.
“Anak perempuan umur 9 – 12 Tahun sudah hamil dan ada juga yang sudah punya anak dan menjadi tradisi mereka saat hamil ibu di larang makan makanan daging dan sayur-sayuran sehingga anak yang lahir tidak sehat dan kurang gizi.”
Ia menambahkan dengan tradisi seperti itu banyak ibu hamil dan baru melahirkan usia 9-12 Tahun akan kurang darah dan anak yang lahir juga tidak sehat jadinya kurang darah dan meninggal dunia baik ibu dan bayinya karena ibu sendiri janinnya belum kuat dan siap untuk mengandung dan melahirkan.
“Budaya seperti ini tidak bisa lepas dari masyarakat Korowai sehingga banyak ibu baru melahirkan meninggal dunia. Karena tradisi itu juga anak perempuan di larang bersekolah karena sudah bersuami dan kami penginjil sering mengingatkan mereka tapi tidak bisa dengar dan itu menjadi kebiasaan mereka.”
Sementara itu Jimmy Weyato guru perintis di Korowai juga mengatakan hal yang sama karena anak perempuan yang di ajar di kelas biasa di paksa pulang atau di ambil oleh suamo dan orang tua mereka.
“Kita bisa lihat sekarang paling banyak ikut belajar anak laki-laki Korowai kalaupun ada itu 1 atau 2 orang yang sudah mengerti pentinggya pendidikan bagi anak mereka.”
Kami berharap Pemda maupun Pemprov dan dinas terkait harus melihat hal ini agar mencegah kematian ibu dan anak ketika melahirkan karena kematian yang paling banyak terjadi di Korowai ibu dan anak. (*)